Setelah perdebatan panjang dan alot, akhirnya adik-adik Bu Amelia memutuskan untuk tidak mengikutsertakan si suami yang tidak setia itu ke rumah duka.
Yanto menerima keputusan itu dengan lapang dada, tetapi Pak Engkus ragu-ragu. Nata tahu si sopir ambulans khawatir akan terjadi sesuatu pada Yanto kalau ditinggal di rumah. Meski isi botol obat serangga itu sudah tumpah semuanya, tetapi masih ada cara-cara lain untuk mengakhiri hidup. Pak Engkus mencoba membujuk Bu Sintia tanpa membocorkan perbuatan Yanto, tetapi keputusan si adik sulung sudah bulat.
Saat mereka bersiap-siap menuju ke rumah duka, Bu Selvi mendekati Pak Engkus.
"Pak, saya kepingin Mas Yanto juga ikut kita," bisik si adik bungsu. "Tapi gimana caranya ya, Pak? Sintia nggak mau Mas Yanto ikut di ambulans atau di mobilnya. Masih ada satu mobil lagi, tapi nggak ada yang bisa nyetir..."
"Wah gimana ya, Bu..." Pak Engkus tampak bingung.
"Saya saja."
Selvi dan Pak Engkus menatap Nata.
"Saya bisa nyetir," Nata mengajukan diri. Dia melirik Pak Engkus, khawatir si sopir ambulans membeberkan cara menyetirnya yang ugal-ugalan, tetapi pria itu diam saja. "Saya punya SIM. Lagi pula, Bu Amelia baru bisa dirapikan jika sudah sampai di rumah duka."
"Terima kasih banyak Mbak Nata!" Selvi menyalami Nata kuat-kuat. "Akan saya ambilkan kunci mobilnya. Nanti Mbak Nata ditemani sama Dennis, anak saya. Kalian bisa menyusul rombongan paling terakhir, ya. Supaya nggak ketahuan Sintia."
"Saya mengerti," angguk Nata. Dia merasa bangga pada dirinya sendiri, karena berhasil mencegah hilangnya satu nyawa lagi.
...
Angin berembus sedikit keras, membawa hawa dingin. Nata merapatkan ujung blazer yang dipinjamnya dari Soraya. Di kejauhan, kapal yang membawa kakak beradik Bu Amelia dan Yanto itu tampak kecil, seperti mainan. Kapal itu sedang berlayar sejauh satu setengah kilometer dari pantai, sesuai peraturan pemerintah.
Kerja bagus, Nata. Si perias jenazah menyemangati dirinya sendiri.
Keluarga Bu Amelia sedang melarung abunya di laut. Sesuai wasiat dari almarhumah, proses kremasi langsung dilakukan setelah ibadah penghormatan di rumah duka. Prosesi melarung abu itu sendiri baru dilakukan keesokan paginya. Karena rumah duka menerima empat klien sekaligus sepanjang hari itu, Avi meminta Nata untuk stand-by dan menemani keluarga Bu Amelia setelah selesai merias ketiga klien yang lain. Jadi selama dua puluh empat jam Nata melakoni tiga tugas sekaligus: sebagai pengganti Mio, sopir dadakan, sekaligus perias jenazah.
Kabar berpulangnya Bu Amelia menyebar dengan cepat. Ibadah penghormatannya ramai didatangi pekabung meski Bu Amelia baru meninggal subuh kemarin. Rupanya para sahabat dan kerabat Bu Amelia sudah mendengar soal kondisi kesehatannya yang menurun. Sepanjang ibadah, para pekabung itu tidak berhenti menitikkan air mata. Yanto terpaksa diberi obat penenang karena suami Bu Amelia itu begitu larut dalam kesedihan. Pihak keluarga khawatir kondisi Yanto yang sudah stroke akan makin terpuruk. Selesai ibadah, semalaman penuh Sintia dan adik-adiknya menjaga Bu Amelia di aula. Meski sudah disiapkan tiga kamar untuk beristirahat, tetapi mereka menolak.
Lalu proses kremasi baru dilakukan subuh tadi. Ada beberapa surat yang perlu diajukan keluarga, seperti surat keterangan kematian dari kelurahan, dokter, rumah sakit, dan surat izin pengabuan dari dinas pemakaman dan pertamanan setempat. Rumah duka ikut membantu urusan administrasi ini sehingga tidak terlalu membebani pihak keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...