1. Setahun Sebelumnya

444 126 10
                                    


Nata menekan pedal gas lebih dalam. Jarum speedometer meloncat ke angka delapan puluh. Mobilnya mulai bergoyang-goyang karena lonjakan kecepatan itu, tetapi dia tidak peduli.

Sebuah ambulans berlabel Rumah Duka Lux Aeterna, menyalip jalur di depannya. Sirenenya berbunyi nyaring, meminta para pengguna jalan yang lain untuk menyingkir. Rasa sebal Nata langsung berkobar.

Minggir dooong! Udah terlambat nih!

Dipencetnya klakson kuat-kuat. Bukannya menyingkir, ambulans itu tetap melaju di depannya, seperti mengejek. Kekesalan Nata menggelegak. Mobil-mobil lain malah memberinya jalan untuk ambulans itu.

Oke. Dia yang minta.

Celah di sebelah ambulans itu cukup untuk dilewati. Nata memutar setir ke kanan untuk menyalip. Ambulans itu malah menambah kecepatan. Tidak siap menghadapi perubahan manuver itu, mobilnya oleng ke sayap jalan dan membentur pagar pembatas. Dia cepat-cepat mengerem. Diiringi decit mengerikan, mobilnya terhenti.

Letusan airbag membuat wajah Nata sakit. Sambil meringis, dilihatnya ambulans itu juga berhenti. Dia keluar dan menemukan baret besar di bamper mobilnya. Kemarahannya meledak.

"HEI!" Dihampirinya ambulans itu dengan tinju teracung "KAMU NGGAK BISA NYETIR, YA?"

Dari dalam ambulans itu, muncul seorang cowok bersetelan jas hitam rapi dengan sepatu kulit, seperti pengantin laki-laki. Posturnya kurus jangkung, wajahnya pucat dan matanya sayu seperti orang yang bergadang semalaman. Rambutnya tebal dan dibelah tengah, membuat wajahnya tampak tirus secara proporsional.

"Ya?" Dia bertanya. Suaranya juga sendu, mirip wajahnya yang muram.

Nata melirik papan nama di saku cowok itu: Avi. Nama macam apa itu? Avi kan nama perempuan? "Mas sopir ambulans ini?"

"Bukan saya pengemudinya."

"Kalau begitu mana orangnya? Keluar! Nggak bisa nyetir kok nekat masuk tol!"

"Maaf, sepertinya Anda salah paham. Kalau sopir saya tidak mengerem tepat waktu, kita semua sudah celaka. Anda yang menyetir ugal-ugalan dan menyalip ambulans kami."

Nata terpaksa berjinjit untuk menuding-nuding Avi, karena puncak kepalanya hanya sampai di pundak cowok itu. "Kamu yang bilang ke sopir kamu, kalau nyetir jangan makan jalan! Ini jalan tol, bukan jalan punya kakek buyutnya kamu! Saya udah terlambat banget gara-gara ambulans kamu nggak mau minggir, tahu!"

"Kami sudah menyalakan sirene—"

"Saya ada job makeup di Kompas TV—seharusnya udah sampai setengah jam yang lalu! Kalau sampai job saya dibatalin, kamu mau ganti rugi?"

Avi hanya menatap Nata sambil berkedip-kedip seperti linglung.

"Heh! Kok bengong begitu? Kamu kenal saya?"

Avi menggeleng, kelihatan tidak terkesan. "Maaf, tapi dalam pasal 135 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah dijelaskan bahwa mobil jenazah termasuk yang mendapat priorit—"

"Nggak usah bohong! Saya tahu ambulans sering pasang sirenenya di jalan supaya nggak terjebak macet, kan? Mas ngaku aja! Saya nggak melihat peti jenazah di mobil ini!"

Avi tiba-tiba menegakkan diri, dia menjulang di depan Nata seperti tiang listrik. Nata menyangka cowok itu akan mengajaknya berkelahi, tetapi Avi hanya mendesah seperti orang lelah, lalu berbalik masuk ke dalam mobil.

"Heh! Nggak sopan! Mau kabur, ya?"

Tak berapa lama, Avi muncul kembali. Dia memeluk sebuah guci porselen di dadanya.

"Di dalam guci ini, ada abu dari almarhum Bapak Tjokro Kusuma. Jenazah beliau baru selesai dikremasi. Kami sedang mengantarkan abu ini ke keluarga almarhum. Pihak keluarga tidak bisa karena rumahnya baru kebanjiran kemarin malam."

Pikiran Nata langsung kalang kabut. Abu jenazah?

"Kami akan melanjutkan perjalanan," kata Avi sambil berbalik dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa. "Pihak keluarga sudah menunggu abu—"

"Enak aja!" Nata menarik bagian belakang jas Avi, tapi cowok itu menyentakkannya hingga terlepas. "Kamu harus tanggung jawab! Mobil saya baret, tuh! Saya rekam ya, biar viral! Jangan kabur!"

Tanpa memedulikan kemarahan Nata, cowok itu masuk ke dalam ambulans dan melaju pergi.

Cowok gila! Nata hanya bisa mengentak-entak aspal untuk melampiaskan emosinya. Dia membayangkan sedang menonjok wajah cowok songong tadi. Sumpah, kalau ketemu lagi, bakal kubalas dia!

Stories from The Dead [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang