3.7 PATIH SULUNG SUJADITAMA

117 30 0
                                    

Cinta, ya?

Patih sendiri sudah pengalaman dibidang ini. Sebelum dirinya bertemu dengan Byanca, dia sudah lebih dulu kenal dengan perempuan-perempuan cantik lainnya. Mungkin para mantan Patih jika ditotal sudah cukup membuat satu divisi CaratLand atau bisa juga satu kampung. Dia akui kalau dirinya pernah bermain dengan perasaan wanita, sampai pada akhirnya tiba saat dialah yang dipermainkan. Itu yang dirasakan Patih setelah mengenal Byanca.

Wanita berperangai kalem, penuh wibawa, dan karismatik itu mampu menarik ulur hatinya. Kalau ingin tahu, perasaan Patih telah porak-poranda dibuatnya dan walau demikian dia tetap tersenyum manis saat di depan pujaan hatinya. Patih bisa memimpin satu perusahaan besar, bukan tidak mungkin juga bagi dia untuk menjabat sebagai CEO, tapi perihal cinta entah kenapa segala keahlian itu mendadak hilang seketika.

Byanca, dia dengan teganya membiarkan perasaan cinta tumbuh dalam diri Patih. Kalau saja saat pertama kali mereka bertemu dan gadis itu tidak terlalu terbuka, mungkin saat ini dia tidak akan tersiksa seperti sekarang. Mengontrol perasaan yang meluap-luap itu tidak mudah, memberikan batasan pada cinta itu tidak gampang, begitu juga merelakan apa yang disayangi itu sangat sulit.

"Gue galau," kata Jordan malam ini. "Sorry, mungkin gue lebay sampe gak masuk kerja. Tapi serius, gue lagi galau berat," lanjutnya menatap jalanan yang mulai sepi.

Pukul satu malam, Patih datang ke rumah sahabatnya setelah di panggil lewat telepon. Dengan muka bantal dia menekuk lutut sebagai tumpuan kepalanya. Walau pada kenyataannya dia juga sedang dilanda galau, tapi Patih bersedia untuk jadi pendengar bagi setiap keluhan Jordan malam ini.

"Gimana ceritanya bisa sampe di tabok?" tanya Patih menatap heran. Sebab selama 4 tahun dia mengenal Jordan dan hubungan asmaranya, tidak pernah sekalipun dia mendengar keributan dari pasangan ini.

"Gue yang salah, sih," cengir Jordan, padangannya beralih ke atas menatap langit penuh bintang. "Lo pernah denger ga kata-kata gini 'orang yang punya mental health issues, engga pantes untuk dicintai'." Tubuh Patih menegang seketika.

"Dan gue rasa itu benar. Karena sekeras apapun Selina teriak kalo dia cinta sama gue, seberat apapun dia berjuang untuk meyakinkan gue kalo dia sayang sama gue, atau sesulit apapun gue berusaha percaya sama Selina. Tetep, di lubuk hati gue selalu ada rasa gelisah dan takut," jelasnya dengan suara pelan yang berat.

"Persetan dengan orang-orang yang bilang kalo gue kebanyakan insecure, mikirnya kejauhan, atau terlalu perfeksionis terhadap sesuatu. Jujur itu semua emang bener, Tih." Patih membiarkan Jordan mengeluarkan semua emosinya.

"Mereka ga tau, Tih, gimana rasanya dikasih trauma sama keluarga sendiri, gimana susahnya gue berjuang untuk hidup dan bernapas sampai detik ini, atau gimana susahnya gue yang selalu mencoba untuk berdamai sama diri sendiri." Bibirnya bergetar mengatakan seuntaian kalimat yang berasal dari hatinya.

"Kalo boleh milih, gue ga mau kaya gini. Gue juga mau bisa fixing with mylife, taking all the pain, or something like that. Tapi pada kenyataannya, gue penakut. Gue belum siap kalo harus kecewa lagi, ditinggal lagi, sendiri lagi. Trauma itu selalu menghatui gue setiap waktu," lanjutnya menoleh ke arah Patih yang juga menatapnya iba. "Gue mau sembuh, Tih." Satu cairan bening menetes dari mata Jordan. Mati-matian Patih menahan tangisnya berusaha tegar dan menguatkan Jordan.

"Jo." Patih menelan ludahnya sendiri, sesak pada dadanya masih sangat terasa. "Selama ini Selina ga pernah ninggalin lo, itu artinya apa? dia benaran sesayang sama itu lo. Selama ini dia gak pernah marah soal sisi perfeksionis lo, itu artinya apa? dia paham kalo lo butuh diajarkan supaya lebih menikmati hidup. Dan selama ini juga Selina ga pernah minta hal yang ga bisa lo kasih, itu artinya apa? dia ngerti kalo mencintai lo adalah untuk menyempurnakan, bukan untuk dapat yang sempurna."

SEJAWAT || SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang