3.11 SATYA RAJA BUMI

92 23 0
                                    


Satya sudah mengira cepat atau lambat Arjuna pasti tahu tentang hubungan dia dan kakaknya, walau sebenarnya belum bisa disebut demikian karena Sinta tidak meresmikan dengan jawaban iya. Namun, Satya tidak pernah mengira akan secepat ini. Dalam satu malam mereka berhasil membuat Satya segan untuk menemui salah satu diantaranya.

Tiga hari berlalu dua makhluk hidup itu tidak bertegur sapa, bahkan di beberapa kali kesempatan takdir mempertemukan Arjuna dan Satya, tidak ada yang berinisiatif untuk bertanya lebih dulu. Tentu kerenggangan itu tidak hanya dirasakan oleh mereka berdua, anggota Paguyuban Maung yang lain juga merasakan ada situasi memanas. Dua orang yang sering melawak dan banyak andil suara di perkumpulan kini memilih untuk saling diam.

Bukannya tidak mau menjelaskan atau berdamai, Satya mau, tapi dia bingung harus di mulai darimana. Pada saat Arjuna mengatakan bahwa dia tidak menyukai lelaki manapun yang mendekati kakaknya, disaat itu juga Satya telah menumbuhkan rasa yang seharusnya tidak dibiarkan hingga sedalam sekarang. Dia sering menjadi konselor bagi yang lain, tapi seorang konselor juga perlu solusi dari pihak lain. Seperti ketika seorang dokter sakit pasti membutuhkan dokter lain untuk menyembuhkannya.

"Kenapa, sih, harus kakak gue?" tanya Arjuna menyandarkan bahunya pada dinding basemant.

Jangan tanya sejak kapan lelaki yang lebih tinggi dari Satya beberapa cm itu ada di sana, yang pasti dia benar-benar menunggu Satya tepat di samping mobilnya terparkir.

Remote control tidak jadi ditekan, Satya maju beberapa langkah. "Bang, mau minum kopi bareng?" tawarnya pelan penuh kehati-hatian.

"Engga." Geleng Arjuna cepat, pandangannya beralih menatap Satya.

"Gue cuma mau tau alasan, kenapa lo deketin kakak gue saat lo sendiri tau dengan tegas gue larang lelaki manapun deketin dia," lanjutnya berusaha mengontrol emosi yang dia punya dengan mengucap dalam hati bahwa Satya adalah sahabatnya.

"Gue ga ngerti, Sat. Diantara berjuta cewe yang lo kenal, kenapa lo milih kakak gue? Padahal gue udah sering memperingati kalian semua, jangan ada yang deket sama kakak gue kalo kalian gak mau jadi orang yang gue benci setelah cowo brengsek itu." Arjuna masih diam di tempat tidak melakukan apapun, tapi nada bicaranya sangat jelas menggambarkan kekecewaan.

Satya menjawab, "gue juga ga ngerti, bang. Diantara semua cewe itu cuma kakak lo yang bisa dapetin hati gue."

"Gue ga ngerti, kenapa gue milih nolongin mba Sinta yang pada saat itu mau menghilangkan nyawanya sampai-sampai gue rela mempertaruhkan nyawa gue sendiri?" Satya balas menatap mata Arjuna mencoba membaca perasaan si lawan bicara.

"Bener ternyata, tatapan lo ke kakak gue bukan sekedar atasan dan bawahan." Arjuna mengangguk paham bahwa Satya menyimpan perasaan lebih pada kakaknya.

"Sat, terlepas dari lo yang pernah nyelametin nyawa kakak gue dan gue sangat berterima kasih atas apa yang lo lakuin. Maaf, gue masih belum bisa terima keadaan ini." Satya menelan ludah menunggu kelanjutan dialog Arjuna.

"Tapi pilihan lo cuma dua, jauhin kakak gue atau gue bakal benci lo sampai lo jauh dari kakak gue," ujarnya dengan ekspresi serius tanpa ada sisi lawak yang Arjuna tunjukan.

"Egois lo, bang," lirih Satya penuh penekanan setelah beberapa detik tertegun mendengarnya.

"Terserah lo mau bilang apa, keputusan ada ditangan lo." Arjuna mulai melangkan meninggalkan lelaki itu.

"Lo gak pernah ngerti gimana rasanya jadi gue!" teriakan Satya menggema dilorong basemant sampai membuat Arjuna berhenti. Beruntung ini sudah lewat dari jam pulang kantor, suasana sepi hanya ada mereka berdua.

"Iya, gue sayang sama kakak lo! Bahkan manusia manapun bisa merasakan jatuh cinta! dan apa gue salah karena gue pengen jadi salah satu manusia itu?!" bentak Satya menunjuk Arjuna yang sudah membalikkan badan kearahnya.

SEJAWAT || SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang