3.13 DIMAS RAHARJO

193 24 4
                                    

Ada yang lebih penting daripada kerjaan, yaitu keluarga. Sesibuk apapun pekerjaan Dimas, jika orang tua apalagi ayahnya sudah menelpon untuk pulang maka Dimas akan pulang. Namun, keadaan kali ini berbeda. Dia pulang bukan hanya panggilan dari orang tua saja, kebetulan Caratland sedang ada proyek iklan di Lampung juga. Salah satu perusahaan kebun sawit di sana akan membuka lowongan kerja untuk penduduk setempat, khususnya petani dan warga yang ingin bekerja tapi terhalang pendidikan. Proyek ini didukung oleh pemerintah daerah yang juga bekerjasama bertujuan agar meminimalisir tingkat pengangguran di kota tersebut.

Harusnya Dimas berangkat dengan Okta atau Mahen, tapi karena ada pertimbangan satu dengan hal lainnya berakhir membuat keputusan bahwa dia akan pergi bersama CEO Caratland yang terkenal galak itu alias Pak Regarda. Sebenarnya acara ini tidak ada dalam jadwal tahunan maupun bulanan, produksi iklan pun akan dilakukan langsung di sana, begitu juga dengan kontraknya. Dari persiapan yang belum matang itu, Dimas yakin projek tersebut akan memakan waktu lebih dari seminggu.

"Rencananya kalian berangkat kapan?'' tanya Patih, dia meminum kopinya selagi masih hangat.

''Si bos bilangnya nanti jam enam sore udah berangkat, jam istirahat aku mau pulang dulu siap-siap packing barang." Dimas melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 08.30 pagi.

Keadaan kantor ramai apalagi ini hari Jum'at, hari terakhir sebelum weekend yang anehnya selalu terasa lebih sibuk dari hari lain. Dimas bahkan menganggap kalau hari ini adalah kembaran dari hari Senin. Omong-omong dari tadi melirik kanan-kiri, matanya belum melihat sosok Lina. Kalau tidak salah Lina harusnya melewatinya sepuluh menit yang lalu, karena posisi Dimas saat ini berada dijalur lalu lalang staff Backoffice.

''Lina sakit, tadi bu Leha sempet obrolin dia di lift.'' Patih dengan sukarela menjawab kegelisahan dalam hati Dimas.

''Beneran?'' Panik yang tidak dibuat-buat, segera dibuka handphonenya untuk menelpon Lina.

"Jangan." Patih menyekal tangan Dimas agar berhenti. "Gue yakin dia lagi sama suaminya, kalo lo telpon dia sekarang apa yang bakal terjadi sama Lina?"

"Berpikir dulu sebelum lo bertindak," lanjutnya seraya melepaskan cekalan tangannya.

Benar, harusnya dia memikirkan bagaimana tanggapan suaminya jika tiba-tiba muncul nama lelaki di handphone istrinya yang sedang sakit. Apalagi Dimas tahu Lina tidak diperlakukan baik oleh suami biadab itu. Beruntung Patih menghentikannya sebelum malapetaka nengenai Lina.

Dimas tersenyum merasa dirinya bodoh. Bodoh karena mencintai istri orang lain. Kekhawatirannya saat ini hanya bisa dipendam sendiri tanpa pernah bisa melakukan sesuatu, bahkan untuk sekedar menyampaikan bahwa dirinya tengah cemas dengan keadaan perempuan itu.

"Gue udah peringati lo supaya ga ngelakuin hal yang di luar batas, malah sebelum rumor itu ke denger sama Paguyuban Maung. Wajar kalo Satya sampe semarah itu, karena lo nya sendiri engga mau denger masukkan kita."

"Dim, mungkin lo emang paling muda diantara kita. Tapi gue yakin, pemikiran lo sama dewasanya kaya yang lain." Patih menyeruput kopinya untuk yang terakhir kali, setelah ini dia harus pergi mengerjakan tugasnya.

"Iya bang, aku inget." Dimas menganggukkan kepalanya, logikanya mengatakan dia mengerti situasinya seperti apa. "Aku ga lebih dari orang asing yang mencoba untuk masuk dalam hubungan rumah tangga Kak Lina."

Dia menghela napasnya sebelum melanjutkan. "Tapi hati ga bisa milih jatuh ke tangan siapa," katanya menatap serius ke arah pintu masuk ruangan back-office, masih berharap Lina akan keluar dari sana supaya dia bisa berpamitan sebelum pergi ke Lampung.

"Salah, Dim. Justru hati jatuh karena telah memilih pada siapa dia akan jatuh." Patih membalas dengan senyuman, dia menepuk pundak Dimas sebegai tanda pamit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: an hour ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEJAWAT || SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang