3.10 MALIBU XAFIER

175 26 2
                                    

Malibu Xafier memiliki beberapa alasan kenapa dia lebih menyukai bulan daripada matahari. Pertama, suasananya lebih tenang karena manusia yang berkegiatan hanya segelintir saja. Kedua, angin yang menyapa sangat sejuk walau kadang membuatnya masuk angin, tapi Malibu memilih untuk masuk angin daripada bercucuran keringat. Dan ketiga, malam hari adalah waktu yang tersisa baginya bisa bertemu dengan Laura.

"Puncak, yuk?" ajak Malibu membisikkan perkataan itu saat sampai meja dimana Laura tengah mengecek persediaan alkohol di club.

Laura mengerutkan keningnya sebelum bertanya balik, "Jam berapa ini, yakin lo mau ke puncak?" Jam tangannya menunjukkan pukul 01.00 WIB.

"Kalo ga yakin ga bakal ngajak," ujar Malibu berdiri lagi bersiap pergi, jika Laura tidak mau dia akan berangkat sendiri.

"Mau kemana? Tunggu, dih! Sabar dulu kenapa, sih!" sewotnya menyekal tangan Malibu memastikan tidak pergi dari tempatnya berdiri, tangan satunya sibuk mengambil tas hitam hadiah tahun kemarin darinya.

Mereka berjalan melewati kerumunan yang menikmati musik dan minuman. Malibu mengeratkan pegangan tangannya agar tidak terlepas dari Laura. Dia juga mengucapkan permisi beberapa kali kepada mereka yang menghalangi jalan. Sampai di depan gerbang salah satu bodyguard Laura bertanya tujuan mereka pergi kemana, dijawab sejujurnya oleh Laura.

Dalam mobil suv putih yang sudah melaju, Laura menyalakan lagu berjudul Boulevard - Dan Byrd kesukaan mereka berdua. Dia membuka kaca atas mobil dan masih berceloteh tentang ide Malibu yang random. Penampilannya sudah sempurna tapi Laura memberi warna lagi pada bibirnya. Dia juga memakai sweater biru tua senada dengan jaket Malibu, menutup bagian atasnya yang hanya mengenakan top.

"Parfume lo ganti, Mal?" tanya gadis itu mendekatkan penciumannya pada jaket Malibu.

Malibu menggeleng. "Ini hoodienya pernah dipinjem Dimas pas kehujanan."

"Oh gitu, gue kira ganti." Laura menjauhkan diri setelah mendengar jawaban yang membuatnya lega.

"Emang boleh?" Malibu sengaja memancing Laura untuk berceloteh lebih lama lagi.

"Ga boleh, dong. Lo udah janji bakal pake terus parfume ini, kecuali kalo lo udah ga sayang gue boleh ganti." Laura menambahkan, "tapi jangan, lo harus sayang terus sama gue."

Malibu tersenyum dibuatnya. Dia ingat saat pertama kali jalan dengan Laura, gadis itu memilihkan beberapa barang yang cocok untuk Malibu, diantaranya parfume dari salah satu merk ternama. Wanginya seperti hujan di hutan, kayu basah dan ada sedikit hint jeruknya. Malibu juga masih ingat mereka yang saling mengikat janji untuk tidak pernah mengganti parfume sebelum mereka benar-benar berpisah.

"Ga bakal, gue ini tipe cowo gentleman kalo lo lupa," ujar Malibu menautkan tangannya dengan milik Laura, gadis itu tersenyum membuatnya lebih manis.

"Tidur aja, nanti kalo udah sampe gue bangunin," titah Malibu menarik Laura agar menyandar pada bahunya.

"Mal, gue sayang sama lo," katanya mengeratkan tautan mereka sebelum pergi ke alam mimpi tertidur lelap.

"Gue juga sayang," jawab Malibu pelan, mengangkat tautan mereka untuk mengecupnya perlahan.

Malibu sering berpikir untuk segera menikahinya, saking sayangnya dia pada gadis turunan China ini. Kalau dilihat dari sisi finansial, Malibu sudah sanggup untuk menggelar acara tujuh hari tujuh malam. Namun, ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Selain tambang emas yang belum rampung, Malibu juga ingin memperbaiki hubungan dengan keluarganya terlebih dahulu. Malibu tidak ingin membuat Laura merasa berada di keluarga yang salah setelah dirinya mendengar semua keluhan Laura tentang keluarga yang dia miliki sekarang. Malibu ingin tuntas dengan diri sendiri terlebih dahulu.

SEJAWAT || SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang