Setelah melengkapi administrasinya, Rama memutuskan ke perpustakaan kampus untuk mulai mencari bahan risetnya . Saat itu London sedang memasuki musim gugur terdinginnya dengan temperature udara 12 derajat celcius. Ia memakai sweater rajut hingga ke leher menutup leher jenjangnya dipadukan dengan long coat warna krem. Tubuh rampingnya yang menjulang membawakan paduan pakaian tersebut dengan apik. Ketika ia berjalan menyusuri lorong dengan jejeran kursi baca dan kursi belajar, beberapa orang sontak mendongakkan kepalanya sejenak dari buku atau layar laptopnya hanya untuk merasakan hembusan angin orang yang baru saja melewati mereka. Beberapa kepala bahkan menoleh ke belakang hanya untuk memastikan siapa yang barusan lewat.
Ia berhenti sejenak di depan vending machine, ia belum makan sedari pagi, jadi dia akan membeli susu kotak. Ia merogoh dompetnya dan tidak menemukan uang kecil. Tiba-tiba muncul orang di sebelahnya dengan tangan terentang menawarkan koin.
"No, thank you, I'm fine." Ia lekas menolak dan memilih pergi daripada harus mengobrol dengan orang asing tersebut.
Rupanya orang tersebut terus membututinya dari belakang. Bahkan ketika ia sengaja mengulur-ulur perjalanan, orang tersebut terus mengikutinya. Jadi ia menghentikan langkahnya. Langkah orang di belakangnya ikut berhenti.
Rama membalikkan badan dan menatap laki-laki yang membuntutinya. Laki-laki di hadapannya tampak seperti orang baik-baik, tidak ada hal yang aneh di wajahnya yang ramah dan berkacamata. Ia tersenyum, gigi gingsulnya muncul. Wajahnya mengingatkannya pada seseorang, tapi Rama tak ingat siapa. Mungkinkah ia mengenali orang tersebut?
"Do I know you?"
"No, I guess."
"Then, what do you want?"
"Bertanya for research purpose."
Orang Indonesia. Pantas saja. "Go ahead ajukan pertanyaan lo and then get lost." Jawab Rama singkat, dingin, dan tegas.
"You much taller than what they stated in your wikipedia profile. You don't look 175."
"What are you? 180 something?", lanjutnya.
"Is that your real question? Coz I'm not interested for answering nonsense."
"No. My real question was... what size of Aldi's penis?" Ujarnya dengan wajah polos, tersenyum inosen seakan akan tidak ada yang aneh pada pertanyaannya.
Rama menggenggam tali ransel di bahunya erat erat dan mengatupkan rahang. Pertanyaan macam apa itu?! Kenapa ia harus tahu ukuran penis Aldi?! Memangnya untuk apa?! Dan urusan apa?
"Gue butuh informasi penting itu untuk kebutuhan riset. Sebenarnya masih banyak yang perlu gue riset tapi saat ini itu yang paling penting." Ia membenahi letak kacamatanya dan menatap buku jurnal kecil dalam genggamannya, bersiap dengan bulpen di tangan dan mata lebar menunggu jawaban.
Melihat reaksi Rama, orang tersebut menganga. "Jangan bilang kalian belum pernah tidur?! Am I just wrong this whole time?! But I never wrong before. I always know. I always know." Cerocosnya.
"Who the hell are you?"
"Oh, nggak sopan banget gue. Kenalin gue Steve. In case you've never heard me before, I'm your numberone fans ever." Ia mengulurkan tangannya.
"Steve. Steve... Smith?" Tebak Rama tak percaya.
"Wow, such an honor you heard about me." Pipinya bersemu merah malu- malu. Terlebih ketika Rama memutuskan membalas uluran tangannya. "Oh, my...," ia tampak terkesima sembari mengusap punggung telapak tangan Rama berulang kali. "What a nice skin... what a nice soft... oh my God...," senyum lebar merekah di wajah chubbynya yang kemerahan. Ia lekas melepaskan tangan Rama dan menuliskan detail tersebut dalam jurnalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ Boys Love ] The Untold
General Fiction[BXB] 🔞 Dua aktor muda paling berbakat dan populer yang selalu dibanding-bandingkan di Indonesia disatukan dalam satu project. Apakah lika liku kehidupan akan membuat mereka bisa menjadi teman akrab? Rival abadi? Ataukah malah... - HOMOPHOBITCH DO...