-IV.1-

585 23 0
                                    


Pukul lima pagi, alarm berbunyi, menulis pesan selamat pagi yang manis dan ia kirimkan ke Lita. Semalam ia begadang bersama Rama di depan api unggun sembari ngobrol, main games di hape, dan nyanyi nyanyi ringan sambil bermain gitar.

Aldi buta nada, tapi suara Rama lumayan. Sebenarnya apa sih yang Rama nggak bisa? Rasa-rasanya kok semua serba bisa. Tuhan waktu menciptakan dia pasti sedang good mood.

Kabarnya dia dulu akan direkrut jadi boyband tapi Rama menolak. Katanya lelah kalau harus berjoget setiap hari. Rama bilang mau mempertahankan bakat molornya. Tapi dia menolak tawaran itu justru setelah belajar koreografi awal calon lagu debut mereka.


"Ayo, tunjukin! Tunjukin jogetnya! Tunjukin! Tunjukkin!" Aldi menyemangatinya semalam.

Rama berdiri, menggenggam botol air mineral sebagai mic dan berdeham membersihkan tenggorokan. Ia lalu menyanyikan lagu debut boyband terkenal serta menarikan koreografinya.

Aldi sampai melongo dibuatnya.

Selagi Rama meliuk-liuk badannya, Aldi menahan tawa. Tak perlu berapa lama, Rama memegang pinggangnya, nafasnya terengah-engah, hidungnya mengerut lucu. "Haaaahhhh, capeeekkkk!!! Gini amat cari uang!!!" Teriaknya, lalu rebah di kursi lipat di sebelah Aldi sembari memegangi diafragmanya yang kaku karena harus menyanyi sambil menari. "Mending jadi model aja modal muka lempeng, juga beres!"


"Hahaha, bengek banget, dasar mageran aja lo! Tapi gue kaget banget lo aslinya direncanain debut di boyband itu! Rugi banget tau! Sekarang boybandnya terkenal!"


"Ya emang gue sekarang kurang terkenal apa?!"

Aldi mau balas mengolok-olok tapi pasti kalah. Sebab Rama memang terkenal. Bersinar. Dia sedang berada di puncak piramida. Jadi Aldi cuma bisa menenggak air dari botol dan menyemburkannya ke muka Rama. "Mbrrr!!!"


"Bangsat! Lo kira gue kerasukan?! Pake disembur segala!" Rama berang, bangkit dari kursinya dan siap menghajar Aldi.

Kursi lipat yang di duduki Aldi terjengkang ke belakang dan keduanya jatuh terjerembab ke tanah. Tubuh Rama menimpa Aldi dengan telak. Ketika Rama berusaha bangkit, ia justru terjerembab jatuh lagi menimpa Aldi. Jidatnya membentur bibir tebal Aldi. Bibir Aldi nyeri tapi ia justru merona malu karena ia seperti tanpa sengaja mencium jidat Rama.

Aldi tersenyum sendiri mengingat kejadian itu padahal dirinya sedang jogging keliling tempat mereka menginap. Senyum terus padahal peluh menetes netes di dahinya. Ia masih merasakan nyeri ketika rusuk mereka saling membentur.

Dan wajah Rama yang merah padam karena malu. Menggemaskan. Tentu Rama tidak minta maaf dia malah mengomel dan menyalahkan semua salah Aldi karena duluan menyemburnya dengan air seperti mbah dukun.

Begitu Aldi membelok ke arah karavan Rama, ia memergoki sahabatnya itu sedang duduk bersandar di kursi lipat dan merokok. Kepalanya mendongak, menatap langit, rokok terjepit di antara bibir tipisnya, dan asap sesekali tersembui keluar dari mulutnya.

Aldi mendatangi Rama yang tidak sadar akan kehadirannya dan menunduk persis di depan wajahnya — menghalangi pandangan Rama dari langit biru. Ia mendecak kesal.


"Lo nutupin, Tolol!" Umpatnya.


"Lo yang tolol pagi-pagi tuh olahraga! Pagi buta begini udah nyebat! Nih gue kasih keringet gue nih nih nih!" Aldi melap keringatnya yang bercucuran di dahi dan leher lalu mencipratkannya ke muka Rama.

[ Boys Love ] The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang