-XXIII-

341 11 3
                                    


Toronto, 


Kota dimana matahari bersinar terang kontras dengan udaranya yang tetap dingin seperti situasi Rama dan Aldi saat ini. Aldi berusaha keras membuat suasana ceria, tapi Rama acuh saja sibuk mengambil gambar dengan kamera DSLR tua nya. Akhirnya Aldi duduk di bangku kayu mengamati Rama yang masih asik dengan dunianya sendiri, dua tangan bertopang dagu memikirkan apa salah dirinya, baru saja kemarin dia merasa sangat bahagia. Tapi yang penting Rama disini, Aldi akan selalu mendampinginya meski didiamkan seperti ini, melihat Rama saja dia sudah cukup senang meskipun.. Aldi melihat ke bagian bawah celananya yang sepertinya gagal mendapat keinginannya malam mini.


Suara rentetan jepret kamera mengiringi langkah Rama, hatinya masih panas karena tadi pagi saat ia bangun Aldi tak ada di sampingnya malah sibuk panggilan video dengan Lita di ruang tengah bahkan kalau saja Rama tidak memelotot, hampir saja Aldi menyebut keberadaannya di Toronto. Siapa tidak kesal kalau tiga jam mendengarkan pasangan kekasih berasyik masyuk melontarkan gombalan-gombalan bodoh serta pembicaraan tidak penting.


Rama terlalu kesal, karena semalam setelah ciuman panas itu dan seks liar penuh dengan bau anggur itu yang ia harapkan adalah perlakuan sedikit romantic sekedar kopi panas untuk membangunkannya bukan cekikikan dia dan Lita yang sedang berasyik ria. Ia tidak bisa berkata apa-apa pada Aldi bahkan pada saat mandi dan sarapan tadi, karena dadanya sedang penuh bara. Tidak baik memang terlalu berharap.


Rama berhenti mengambil gambar, ia menghela nafas sangat panjang. DIa mulai merapikan otaknya yang berantakan sejak pagi karena suasana hatinya. Harusnya ia tahu akan seperti ini, bahkan sejak jaman syuting bersama ia sudah terbiasa melihat Aldi berjam-jam berbicara dengan kekasihnya lewat panggilan video.


Semalam sebelum terlelap ia sempat melihat berapa puluh panggilan tak terjawab pada handphone Aldi, ia tahu selama mereka bercinta handphone Aldi terus bergetar tapi dengan sengaja ia abaikan. Itu cukup bukan? seharusnya ini tidak perlu ia permasalahkan lagi bukan, waktu yang terbatas bersama Aldi apa mau ia habiskan hanya untuk marah dan tidak terima karena hal yang biasanya ada. Belum tentu akan datang kesempatan seperti ini lagi.


Rama jangan serakah.


Sensasi dingin menempel di pipinya membuyarkan perang otak dan hatinya. Saat ia menoleh ternyata itu Aldi dengan kaleng jus jeruk bodohnya mencoba sekali lagi membujuk Rama. Rama tercekat menelan ludah, tidak tahu siapa yang menang, yang jelas dia tersenyum enggan dan berkata lirih "Nice Try"

Terkutuklah Aldi dan senyuman kemenangannya dihiasi sinar mentari sekejap membuat Rama melupakan bara sekam yang sejak tadi menggumpal di hatinya.


"Sini gue fotoin, masa daritadi lo cuma foto pemandangan mulu", rayuan lanjutan Aldi sedang dilancarkan, Rama tahu itu dan dia tetap memilih melupakan harga dirinya dalam hitungan detik.


"Fine", Rama menyerahkan pelan-pelan kameranya dan dengan lari-lari kecil ia berpose ke berbagai arah bak fotomodel. Sesekali menyelipkan rambutnya ke telinga agar tampak manis di mata photogarafer pribadinya itu. Mereka menjelajah Toronto, ke taman, ke danau, toko buku, stadion terkenal, melihat mural dan setiap sesi foto berakhir Aldi mengambil kameranya mengajak Rama selfie berdua di setiap tempat yang mereka kunjungi. Tersipu malu saat Aldi berpose mencium rambutnya.

[ Boys Love ] The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang