-XX-

368 10 0
                                    


University College Hospital. Rama memastikan kembali tulisan pada layar nametag milik Steve yang sempat difotonya tempo hari. Kantor Unit kerja tempat Steve bekerja berada di lantai 4 tapi ia sedang melakukan visit di lantai 3 kata petugas informasi.

Jadi ia memutuskan menuju lantai 3. Begitu lift terbuka, ia mendatangi petugas jaga.


"May I help you, Sir?"


"Smith. Doctor Smith."


"Alfred Smith or Steve Smith?"


Jadi mereka bekerja di rumah sakit yang sama. "Steve." Jawabnya.


"May I know who you are? And what are you need to do with Doctor Smith?"


"I'm... eerrr... I'm his... r-relatives...,"


"Oh, I see. He's on the right wing, let me walk you." Ia keluar dari kubikel jaganya sembari membawa kartu akses. Ia menempelkan kartu aksesnya pada mesin dan menyilahkan Rama masuk.


Rama menundukkan kepala. "Thank you." Dan masuk lebih dahulu. Suster jaga mengikutinya dari belakang. Rupanya ini bangsal untuk anak-anak. Sepanjang lorong ia menemukan pasien anak yang sedang dirawat.

Sesampainya di ruangan yang dimaksud, suster tersebut memintanya menunggu di luar, sementara ia masuk ke dalam bangsal. Dari luar bangsal Rama masih bisa melihat Steve yang tengah berbicara dengan anak perempuan yang merupakan pasiennya.

Steve berlutut sembari mengusap punggung anak kecil tersebut. Ia tampak mengatakan sesuatu yang menyenangkan hingga wajah gadis kecil yang sebelumnya muram jadi tersenyum dengan cerah.

Tiba tiba Rama teringat bagaimana cara Steve menenangkannya saat itu. Hangat dan menenangkan. Setelah ia ingat ingat kembali, pada dasarnya Steve tidak seperti Tarigan. Ia memperlakukannya dengan profesional dan konsensual — meski menjebak. Tapi bukankah itu keahlian dokter?

Suster itu membungkuk dan membisikkan sesuatu ke telinga Steve. Steve mengangguk dan berpamintan pada pasien dan keluarganya. Begitu ia keluar dari pintu bangsal dan menemukan Rama berdiri lorong, wajahnya langsung tampak seratus kali lebih cerah. Hal ini di luar dugaan Rama. Ia pikir Steve akan ketakutan melihatnya — mengingat apa yang sudah ia lakukan. Rama bisa saja melaporkan perbuatan Steve ke tempat kerjanya. Tapi tidak. Rama tidak mendapatkan apa yang diharapkannya. Steve justru tampak luar biasa bahagia seakan akan mendapat lotere atau sejenis.


"Is Indonesian man always look this attractive?" Suster itu bertanya sambil tertawa. Ia seperti sudah lama menahan kalimat pujiannya sejak pertama kali bertemu.


"Nah, you are just lucky enough meeting the gem." Jawab Steve berseloroh.

[ Boys Love ] The UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang