ALLEGORY (CHAPTER 3: UNLONELY)

52 11 30
                                    

Pagi itu Dongju sudah sibuk mondar mandir di kafe. Menyiapkan lensa, mengatur penempatan lighting, membuka laptop untuk pentransferan hasil foto dan menata menu-menu andalan di atas meja. Wonwoo sedang mengetes kameranya, memotret di corner yang sudah mereka tentukan dengan pengaturan cahaya yang masih dia otak atik. Tepat jam delapan, Geonhak datang. Dia mengenakan kemeja putih dan celana skinny warna krem semata kaki. Pria itu menghampiri Wonwoo, mengobrol sebentar sebelum sesi pemotretan di mulai.

Gambar pertama diambil di book corner. Wonwoo mengarahkan Geonhak dari satu pose ke pose lain. Seperti sedang membaca atau memilih buku, berdiri di dekat rak, dan bersandar pada jendela kaca sambil seolah mengerjakan sesuatu di laptop. Spot kedua diambil di tempat barista membuat kopi. Geonhak mengganti kemejanya dengan kaus polo warna hitam polos. Tangannya yang kokoh dan atletis terlihat dari balik lengan baju pendek ngepas badan itu. Dongju berulang kali harus mengalihkan perhatiannya pada pemandangan menawan yang tidak bisa dia pungkiri. Dirinya merasa hal seperti itu adalah sebuah penyiksaan batin yang mengacaukan konsentrasi.

Walaubagaimana pun kandungan hormonnya normal. Dia menyukai Ashton Kutcher kalau sedang bertelanjang dada. Dan dia tidak menyangkal betapa Geonhak ini adalah sosok sempurna untuk dijadikan pasangan. Badannya tinggi berotot, rambutnya memang sedikit gonrong dan berantakan tapi berkat stylist andalan kantor yang selalu turut serta, sekarang surai hitam legam itu tetap diam di tempat. Wajahnya oval tapi pipinya cukup berisi dengan tulang yang tinggi terlihat saat dia sedang menoleh ke pinggir. Urat di lehernya selalu menonjol dari balik kerah baju yang dibiarkan turun. Itu pemandangan paling maskulin di mata Dongju. Namun dari semua hal yang dimiliki oleh pria itu, senyumannya lah yang selalu berhasil membuat dada anak itu berdebar aneh. Terlalu indah. Terlalu berharga. Dan dia yakin, senyuman Geonhak pasti bernilai sepuluh juta dolar. Itulah sebabnya dia agak pelit menarik sudut bibir setiap kali mereka bertemu. Mana mungkin diberikan cuma-cuma pada pemuda biasa saja seperti dirinya, kan?

"Ju, tolong rapihkan apronnya dong,"pinta Wonwoo.

Yang disuruh melongo dulu. Wonwoo menggerakkan dagu menunjuk ke arah Geonhak saat tengah bersiap mengangkat cangkir kopi. Pinggir celemek di pinggangnya sedikit turun. Dengan sedikit enggan, Dongju menghampiri Geonhak.

"Maaf sebentar,"gumamnya sambil membuka tali celemek itu dan kembali mengencangkannya dengan ikatan simpul yang lebih kuat.

Mata mereka sempat bersirobok, dan wajah Dongju langsung ditundukkan. Jarak tubuh mereka cukup dekat, ditambah ruang membuat kopi ini memang sempit. Geonhak mengatupkan bibir saat lengan Dongju menyentuh perut dan pinggangnya.

"Terlalu kencang tidakk?"tanya Dongju.

"Oke kok,"angguk Geonhak.

Dongju merapihkan sedikit lipatan kaus di pinggang pria itu dan kembali menjauh berdiri di belakang Wonwoo.

"Oke siap. Senyum ya, satu... dua ... tiga...ya, bagus."

Bagian terakhir sesi foto dilakukan di salah satu meja dekat jendela besar. Geonhak berganti baju sekali lagi. Kali ini kemeja pendek polos dirangkap dengan sweater navy yang membuatnya terlihat jauh lebih muda. Seperti seorang mahasiswa pintar yang lebih sering membawa buku kemana-mana.

"Iya, oke Geonhak ssi. Sambil diangkat piringnya ya?" Wonwoo kembali mengarahkan. "Boleh disendok sedikit kuenya? Oke, sip."

Geonhak tersenyum lebar. Memamerkan menu-menu andalan yang resepnya dia racik sendiri. Kue-kue yang di display setiap hari dalam chiller besar di sudut kafe ini, katanya dia selalu menyempatkan waktu untuk membuatnya. Dia tidak ragu ketika harus terjun sendiri ke dapur dan memasak langsung semua pesanan pelanggan.

Dongju menyempatkan membaca laporan wawancara rekannya dengan pria itu sebelum datang kemari. Sedikit banyak dia tahu tentang latar belakang dan riwayat hidup sang pemilik kafe. Tapi baginya, Geonhak tetap sosok misterius. Dia memang ramah dan kooperatif, namun setiap kali mata mereka bertemu, Dongju selalu merasakan hentakan aneh. Selama ini untuk urusan percintaan Dongju adalah kutub selatan dari Wookjin alias kebalikannya. Kalau semenjak sekolah Wookjin sudah menjalin hubungan ini itu dengan berbagai jenis status, Dongju lebih memilih menarik diri. Malah Dongju lebih sering kewalahan mengabulkan keinginan Wookjin supaya dia menggantikannya berkencan dengan salah satu teman dekatnya karena Wookjin ada kencan lain. Menjadi kembar kadang seseru itu.

VAGARY || KIM LEEDO 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang