ALLEGORY (CHAPTER 7 :TEAR)

58 11 100
                                    

Dongju menunggu dengan gelisah kedatangan Geonhak sore itu. Dia kembali mendatangi kafe dan membuat beberapa pasang mata para pegawai curi-curi pandang padanya. Tentu saja dia menganggapnya sebagai hal yang lumrah, mengingat ini sudah kali ke berapa Dongju datang kesana dengan mimik wajah muram yang menunjukkan betapa mereka berdua memang sedang terlibat masalah. Kali ini Dongju tidak berminat disuruh masuk dan menunggu Geonhak dalam ruang kerja laki-laki itu. Dia memilih duduk berbaur dengan pengunjung kafe lain. Itu sengaja juga. Karena Dongju sedang tidak ingin diintimidasi oleh tatap atau suara Geonhak yang selalu menukik tajam menembus jantungnya saat mereka hanya berdua.

"Ayo, kita ke ruang kerjaku."

Suara Geonhak yang tiba-tiba muncul membuat Dongju terhenyak. Dia melupakan sejenak lamunan tentang kedatangannya kemari. Kepalanya mendongak sedikit sambil memberanikan diri menatap kedua bola mata pria itu. Dongju masih bertemu dengan keredupan yang sama saat memandangnya. Dan keredupan itu selalu menjelma jadi sebuah sikap dingin juga ketus.

Benarkah dia harus tinggal dengan pria seperti ini? Pria yang bahkan tidak tahu kapan dia harus menurunkan sedikit nada suara di tengah keramaian.

"Kita bicara di sini saja, Geonhak ssi."

"Terlalu banyak orang." Dia memandang gusar kesana kemari.

"Aku datang bukan untuk mengobrol santai. Aku mau memberi jawaban soal pembicaraan kemarin. Kau masih berminat mendengarkan?"

Geonhak tertegun sejenak sebelum akhirnya duduk di hadapan pemuda itu. Dia memusatkan perhatian pada wajah Dongju yang dilihatnya datar sejak tadi. Meskipun ia enggan, jawaban Dongju akan tetap jadi sesuatu yang ingin dia dengar. Semalam dia berasumsi sendiri bahwa Dongju bukannya tidak mungkin menolak, sebesar apapun kemampuan Dongju berkorban demi sang kakak, dia pasti akan berpikir seribu kali untuk tinggal dengannya. Atas pesan yang ia kirim pada Dongju semalam, Geonhak mempunyai sedikit harapan bahwa ini memang benar-benar jalan yang harus ia tempuh untuk mendapat hak sebagai pemilik tunggal kafe yang ia kelola.

"Jadi apa jawabanmu?"Geonhak menyilangkan kedua tangan di dada.

Diperhatikannya sikap Dongju yang jauh lebih tenang ketimbang kemarin. Dia menyedot dulu minuman yang disajikan sebelum akhirnya membalas tatapan Geonhak.

"Aku tidak punya pilihan. Kalau boleh memilih, aku lebih baik menggantikan posisi Wookjin di penjara."

Geonhak mencibir dan tersenyum sinis.

"Itu terlalu naif. Cuma protagonist di drama-drama melankolis yang mau melakukannya."

Ternyata tidak pernah sekalipun ucapan Geonhak tidak menohok sanubarinya.

"Bagiku dia seperti anak yang membutuhkan pengorbanan ibunya, hal yang mustahil sekali pun akan aku lakukan."

"Jadi bagaimana?" tanya Geonhak tidak sabar.

Dongju menarik napas sambil memejamkan mata.

"Aku akan tinggal bersamamu tapi dengan satu syarat."

"Silahkan," Geonhak mencoba menahan ekspresi agar tidak terlihat seperti orang sedang merayakan kemenangan.

"Kau harus mencarikan pengacara untuk Wookjin dan memastikan dia mau didampingi sampai putusan vonis."

"Itu saja?" Geonhak mengangkat sebelah alis.

Bahkan untuk syarat yang diajukan oleh Dongju pun, masih tentang kepentingan kembarannya. Pemuda sialan tidak tahu diri itu. Geonhak merasa demi apapun yang pernah terlahir secara haram di dunia ini, Wookjin tidak pantas mendapatkan kebaikan Dongju.

"Aku harus memastikan bahwa aku akan tahu setiap hal berkaitan kasus persidangan atau apapun itu lewat pengacara yang kau tunjuk nanti."

"Baik, tidak masalah," angguk Geonhak. "Kau tahu, seharusnya kau tidak perlu repot-repot melakukan hal ini. Hukuman Wookjin akan tetap berat seiring dengan sikap diamnya yang membuktikan kalau dia memang mengakui semua perbuatan itu dengan sengaja."

VAGARY || KIM LEEDO 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang