RED ZONE (CHAPTER 2)

59 4 21
                                    

Moscow, Maret 2023.

Seperti rumah sakit, padahal bukan. Ruangan berukuran lebih luas daripada dua ruang keluarga yang digabung jadi satu itu dimeriahkan oleh bunyi ventilator serta mesin pendeteksi alat vital lain. Jendela-jendela besar bergaya victoria yang menjulang sampai ke langit-langit dibiarkan terbuka tirainya. Tidak ada penampakan berarti. Hanya deret pohon pinus penuh tertutup salju dan masih akan terus menebal karena sejak pagi serpihan es itu masih betah turun.

Suara ketukan pantofel yang tegas dan teratur menjadi penyelang. Pintu jati besar di sebelah barat kamar pun terbuka, menghadirkan sosok Luke dengan mantel panjang berwarna gelap dan kacamata hitam yang langsung ia lepas begitu melihat sosok yang berbaring di atas ranjang.

"Aku minta maaf karena baru kembali. Kami terpaksa menunggu salju sedikit reda, perjalanan selalu tidak menguntungkan dengan cuaca seperti ini."

Luke kemudian melepas mantel. Dia berjalan santai menuju sudut kamar. Mengambil sebotol whiski yang cairannya dituangkan dalam sebuah gelas kristal. Pria itu lantas duduk si sebuah sofa tunggal di samping tempat tidur. Sambil menyesap minumannya perlahan, dia memerhatikan setiap angka yang berkedip di monitor. Mata Luke beralih pada selang infus berserta labu dengan warna kuning dan merah muda.

"Bagaimana keadaanmu hari ini, sayang? Kau memimpikan sesuatu?" tanya Luke pada sosok yang tengah berbaring dengan pejaman mata terlalu rapat.

"Kelihatannya tidak." Luke mendengkus setengah tertawa getir. Bibirnya kembali menyesap cairan kuning pucat yang hampir habis.

"Nika, sampai kapan kau akan membiarkanku menunggu seperti ini? Aku tahu kita sudah berhasil mencapai titik terang, tapi tidak bisakah kau sedikit memberiku perasaan lega? Kau bahkan tidak mau bergerak sedikitpun untuk membuktikan kau bisa mendengarku."

Tubuh tegap itu sedikit condong, memerhatikan pada Nika , sang istri yang terbaring koma selama hampir satu tahun. Hampir tanpa perubahan berarti, perempuan itu seolah dipindahkan ke dimensi lain dan meninggalkan raganya yang masih bernafas.

Dia mengalami penurunan imun dan pecah pembuluh darah otak. Sebagian besar sistem motoriknya sudah tidak lagi berfungsi, oleh karena itu Nyonya Nika tidak bisa memberi tanggapan apa-apa. Kalau kita beruntung, beliau akan bangun meski harus cacat seumur hidup. Namun kemungkinan untuk sampai ke sana masih berada dalam kisaran dua puluh sampai tiga puluh persen. Kasus seperti ini pernah terjadi pada istri presiden ke empat. Yang menyembuhkannya pada saat itu adalah transfusi darah serta formula khusus yang dibuat dari sel tubuh seorang sigma. Kita tidak memiliki populasi sigma di negara ini, Tuan Luke.

Luke memejam sekilas. Pernyataan dokter pribadi yang selama satu tahun ini ia percaya untuk menangani istrinya begitu melekat di kepala. Tidak ada populasi sigma di negara itu. Luke bahkan menjelajah sampai bagian barat Rusia, dimana katanya para omega yang menikah dengan seorang enigma akan menghasilkan darah sigma. Namun hari ini, dia sadar bahwa enigma memang tidak mudah diprediksi keberadaannya. Kalaupun ada, mereka bukanlah enigma dominan tapi resesif yang lebih nyaman menempatkan diri sebagai alpha.

Enigma adalah makhluk paling kesepian.

Fakta seperti itu menguatkan keyakinan Luke tentang kegemarannya menyendiri selama ini. Kecuali untuk hal-hal berhubungan dengan pekerjaan. Luke tidak akan pernah mau ditemani oleh siapapun.

Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana. Sebuah file laporan tentang Sullivan 10 yang belum ia baca semua pun muncul di layar.

Benarkah mereka bisa merubah seorang omega menjadi sigma?

Luke meletakkan gelas di meja nakas. Sambil tetap mengamati profil Kim Geonhak dia mulai memilah setiap perasaan cemas dan spekulasi buruk yang melintas dalam benak. Persentasi keberhasilan belum bisa dipastikan, tapi Luke seolah yakin bahwa Geonhak memang objek yang paling tepat untuk masalah ini.

VAGARY || KIM LEEDO 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang