Sudah satu minggu sejak makan malam bersama kolega ayahnya itu. Wooyoung masih memikirkan apakah ia harus pergi ke tempat San atau tidak. Bahkan ia terlalu malu, apa yang akan dikatakan San padanya saat melihat dirinya berada disana nanti, itu memalukan.
Sekarang Wooyoung sedang sarapan bersama keluarganya, diiringi dengan pembicaraan ringan, tetapi Wooyoung tidak mendengarkan atau bahkan menjawab, ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai saat suara adiknya menghentikan pikirannya itu.
"Kak, kamu kenapa? sakit?"
Wooyoung hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia tersenyum tipis saat ibunya mulai mengelus rambutnya itu. Tapi ibu Wooyoung terus merasa khawatir pada Wooyoung karena memang sedari tadi dia hanya diam dan tak seperti biasanya, banyak bicara.
"Sayang kamu serius baik-baik saja?"
"Iya bu, aku hanya sedang memikirkan sesuatu saja."
"Kamu bisa cerita pada ibu jika kamu membutuhkan saran sayang."
"Aku mengerti, ibu jangan khawatir."
Wooyoung tersenyum manis kepada ibunya, berharap agar ibunya itu tidak mengkhawatirkannya lagi. Karena memang pikirannya ini hanya tentang ia yang harus pergi atau tidak ke tempat San. Wooyoung benar-benar kebingungan soal itu.
-
San sedang membersihkan beberapa pisau kesayangannya. Dia sendirian tidak ada siapapun disini, bahkan hanya suara kicauan burung saja yang terdengar. Semalam San baru saja mendapatkan pekerjaannya lagi dan tidak lain adalah membunuh seseorang.
San sebenarnya ingin menolak permintaan itu, dilihat dari apa yang dia inginkan, dia ingin San membunuh artis, itu terlalu beresiko. Apa lagi seorang artis pasti akan tersorot oleh media, tapi San malah merasa tertantang oleh dengan itu, dan akhirnya San menerima tawarannya.
Sudah hampir 4 tahun sejak San menjadi seorang pembunuh bayaran, selama itu juga tindakan dia tidak pernah tercium oleh polisi atau bahkan detektif. Karena ia selalu membawa seseorang yang San bayar untuk dapat menggantikannya.
Mereka memang sudah tak memiliki minat hidup lagi dan mereka hanya menginginkan uang dan uang saja, itu menjadi mudah bagi San. Bahkan polisi pun akan mengerti tentang apa alasan mereka membunuh jika bukan karena menginginkan uang.
Tapi tidak bagi San, ia tak membutuhkan uang karena nyatanya sekarang ia adalah pemilik perusahaan ayahnya yang cukup maju. San hanya menjadikan pekerjaan keduanya ini sebagai hobi, karena sedari kecil ia menyukai senjata api dan benda tajam.
San kembali ke apartmentnya, sekarang ia sedang mengambil cuti untuk seminggu kedepan, karena dirinya sudah sangat muak dengan kertas-kertas yang berada didalam ruangan kantornya, dan biarlah Mingi yang menyelesaikan itu semua.
Lagi pula Mingi pasti bisa menyelesaikan semua pekerjaan itu karena memang dia orang kepercayaan ayahnya. Tapi tidak akan semudah itu bukan, Mingi tentu saja meminta bayaran lebih padanya, dan San tak masalah dengan itu.
San mendudukan badannya disofa, ia menyalakan tv dan mulai meminum bir. Ini sudah sangat cukup baginya untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya itu sekarang. Tapi tak lama setelahnya bel kamarnya berbunyi, San beranjak pergi untuk melihat siapa yang datang.
"Kenapa datang kemari hyung?"
San menatap Seonghwa yang sudah berada didepan kamarnya dengan membawa sebotol minuman wine disana. Tentu saja ia paham jika Seonghwa sekarang membutuhkan teman atau bahkan sentuhan darinya sekarang.
Seonghwa tersenyum manis kepada San dengan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam apartment San. Seonghwa berjalan menuju kearah dapur, ia mengambil dua gelas untuk dirinya dan juga San untuk meminum wine yang ia bawa bersama-sama.
"Tentu saja aku merindukanmu Sanie."
"Jangan berbohong padaku, kau hanya merindukan sentuhanku saja bukan? atau bahkan penisku?"
San menutup pintu kamarnya kembali, ia berjalan mendekati Seonghwa yang sudah duduk manis disofanya. San mulai duduk disamping Seonghwa dengan terus menatap wajah cantiknya itu, bahkan ia tak pernah bosan untuk memandangi wajahnya.
"Kamu memang tau apa yang aku inginkan Sanie."
San yang mendengar jawaban dari Seonghwa hanya tersenyum tipis, ia sudah terbiasa dengan Seonghwa yang selalu datang padanya sekarang. Bahkan ia tak bisa memungkiri jika Seonghwa sudah dapat membuatnya sedikit kecanduan.
San mengambil gelas yang sudah terisi penuh oleh wine yang dituangkan Seonghwa barusan, ia meminumnya dengan perlahan, karena dirinya bukanlah seorang pemabuk yang baik.
Disela-sela obrolan mereka, Seonghwa tiba-tiba mulai mencium bibirnya dengan sedikit nafsu didalamnya. San sedikit tersenyum tipis dan mulai membalas ciumannya, ia menahan dagu Seonghwa, dan mencoba memperdalam ciuman mereka.
Seonghwa membuka mulutnya agar San dapat bermain lidah didalam mulutnya itu sekarang, ia mulai memeluk leher San dan sedikit memiringkan wajahnya. Seonghwa sudah bisa merasakan lidah San yang terus menjilati langit-langit mulutnya dan melilit lidahnya juga.
San sedikit mengigit lidah Seonghwa dan mulai menghisapnya dengan cukup kuat. Ia mulai bisa mendengar lenguhan pelan dari Seonghwa sekarang, bahkan itu terdengar indah ditelinganya. San terus melumat bibir Seonghwa tanpa henti.
Tapi pada akhirnya Seonghwa melepaskan ciuman mereka karena merasa nafasnya akan segera habis. Seonghwa masih memeluk erat leher San dengan ia yang mulai mengatur nafasnya itu. Ia melihat San yang tersenyum manis padanya dan tangannya itu mengusap bibirnya sekarang.
"Apa Hongjoong hyung tak menyentuhmu lagi? sepertinya kamu cukup sering mendatangiku sekarang."
"Apakah kamu tak suka jika aku terus datang kepadamu?!"
Seonghwa yang mendengar pertanyaan dari San sedikit mendengus kesal. Dan San terkejut saat ditatap tajam oleh Seonghwa, ia bahkan tak menyangka jika pertanyaannya itu dapat membuat Seonghwa marah sekarang, San mengecup bibir Seonghwa.
Dari pada harus berdebat dengan Seonghwa, San langsung memutuskan untuk kembali memangut bibir Seonghwa. Sedangkan Seonghwa mulai kembali tersenyum karena San selalu paham apa yang harus dia lakukan disaat-saat seperti ini.
San melumat bibir Seonghwa dengan nafsu, ia mengigit dan juga memasukkan lidahnya kedalam mulut Seonghwa, San terus mencoba untuk memperdalam ciumannya tersebut. Ia juga sudah mulai dapat mendengar lenguhan halus dari Seonghwa ditengah-tengah ciuman mereka.
Seonghwa mulai merasa kewalahan dengan ciuman dari San. Ia memilih untuk meraba penis San, dan meremasnya pelan, membuat San sedikit mengerang. Seonghwa memasukan tangannya kedalam celana San, ia memegang penis San yang sudah menegang didalam sana.
Tapi pergerakan tangan Seonghwa terhenti saat tiba-tiba bunyi bel kamar San berbunyi. Itu juga berhasil membuat ciuman mereka terhenti dan terlepas, Seonghwa mulai berdecak sebal. Siapa yang mengganggunya kali ini, sangat menyebalkan.
Seonghwa beranjak dari duduknya dan mulai berjalan kearah pintu. San yang melihat Seonghwa kesal karena merasa terganggu itu hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia kembali meminum wine tadi yang belum habis ia teguk.
Seonghwa membuka pintu apartementnya, ia membulatkan matanya terkejut saat tau siapa yang datang ke apartment San sekarang dan dari mana dia tau alamatnya. Itu bahkan berhasil membuat Seonghwa sedikit merasa cemburu sekarang.
"Wooyoung?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Stimulants : Sanwoo/Woosan
FanfictionWooyoung berniat menghilangkan stressnya disebuah club tapi ia malah bertemu dengan San seorang bajingan yang memberikan obat perangsang pada minumannya dengan berkata ingin mentraktirnya minum. - Choi San as Dominant Jung Wooyoung as Switch x All...