Ritual

11 5 0
                                    

*23.50 WITA*

"Sesuai prediksi ku, Feni! Cepat pakai atributmu, supermoon nya sudah mau muncul!" Dani berteriak kepada Feni untuk bergegas mempersiapkan diri untuk melakukan ritualnya, "Jina! Kamu juga, cepat atur posisi semua benda pusakanya" Tambah nya.

Aku pun menyusun semua benda-benda yang sudah kami dapatkan sebelumnya. Saat aku selesai menata posisi semua pusaka, aku lalu membantu Feni memasangkan pakaian dan atribut tarinya.

"Apa ini akan berjalan dengan lancar Jina?"

"Kamu jangan tanya aku, aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini" Muka Feni sudah sedikit berubah, cemas dan gelisah sudah bisa tergambar di raut wajahnya. "Tapi kamu jangan khawatir, kamu tidak sendiri, ada kami kok" Tapi aku sadar harus menenangkan temanku ini.

"Baik, ada sedikit perubahan yang aku temukan disini, di buku pudara ini mengatakan kalau ritualnya bisa dilakukan tepat di pukul 00.08 jadi, kita masih memiliki waktu 5 menit lagi" Waktu sudah menunjukkan pukul 00.03, kami sisa menunggu karena semua sudah siap.

"Kamu ingat kan tarian-tarian yang akan kami lakukan?" Tanyaku kepada Feni.

"Ingat Jina!"

"Kamu jangan khawatir ada kami di sini" Feni sedikit tersenyum mendengar perkataan ku lalu mengatakan,

"Aku bisa mengandalkan kalian"

Warna langit berubah menjadi biru terang. Suara burung gagak terdengar memekikkan telinga kami, "Itu dia, cepat Fen, kamu harus menyelesaikan semua tarian tepat di saat bulan itu bersinar seterang warna laut" Jelas Dani kepada Feni.

Saat Feni baru ingin memulai tariannya, Dani lalu mengeluarkan Kecapi dari dalam tasnya, "Kamu tidak bilang kalau kamu bawa Daniel" Ujarku kepada Dani.

"Aku melihat di buku itu kalau harus ada yang mengiringi sang penari dalam ritualnya. Dan untungnya, aku bisa memainkan kecapi, oh dan tolong taruh buku ini di tengah sana" Dani mulai memetik Kecapinya diikuti Feni yang juga mulai menari mengikuti suara petikan kecapi dari Dani.

Gerakan yang sering aku lihat saat menemani Feni latihan menari di sanggar tarinya. Sangat indah, kata yang bisa aku ucapkan setiap melihat Feni menari. Saat mereka berdua bersinergi dan menyelaraskan satu sama lain, aku mendengar ada suara suling dari dalam hutan, seolah-olah menambah iringan dari petikan Dani.

"Fokus Feni! Apapun yang kamu dengarkan! Jangan hiraukan, mereka hanya ingin membuat kita semua terjebak di dua alam dengan membuat kita bingung" Ucap Dani. Benar sekali, kami harus fokus saat melakukan ini.

Tarian Paduppa sudah selesai, selanjutnya adalah tari bosara, tapi entah mengapa saat aku memperhatikan gerak-gerik dari Feni, dia seperti mulai menari tak sesuai dengan koreografi yang ia sering lakukan.

Aku mulai merasa ini tidak betul! Aku mencoba mendekati Feni didalam lingkaran itu, tapi saat selangkah lagi aku bisa masuk, tiba-tiba aku terhempas oleh sesuatu.

Itu terasa sangat menyakitkan, ada sesuatu yang mengelilingi lingkaran tersebut, seperti angin yang sangat kuat membentuk perisai dari dalam sehingga tidak ada yang bisa masuk.

Pohon mulai menutup dari atas, sehingga cahaya bulan yang berwarna biru membuat daun-daun di pohon itu ikut bersinar. Anginnya berubah sangat kencang, bahkan aku bisa mendengarkan suara angin tertiup sangat kencang di telingaku.

Di tengah kebingungan, aku melihat ke arah Feni yang sedang menari seperti dirasuki oleh sesuatu ternyata tanpa sadar aku melihat ada seorang wanita yang menemaninya menari.

Apakah itu I Timoq? Tapi sepertinya bukan, dia memakai baju Bodo berwarna hitam, tunggu! Dia adalah wanita yang aku lihat saat malam festival waktu itu. Persis saat Feni juga melakukan pertunjukan tari.

Aku melihat wanita itu menari bersamanya dia dalam, mengambil kipas yang ada ditengah lalu bersenandung menggunakan bahasa Bugis yang aku sendiri kurang paham dengan apa yang ia lantunkan.

Aku bisa melihat semua dengan jelas walaupun dengan angin yang membuat rambutku sesekali menampar wajahku. Tarian mereka sangat indah, itu membuatku terpaku sekejap.

Dengan putaran yang sangat kencang, semua beras yang ada di dalam bosara Feni terhempas dan berterbangan di sekitarnya. Beras yang terhempas itu mulai berputar mengikuti arah angin yang mengelilingi lingkaran.

Setelah itu Feni lalu melompat ketengah, berdiri di atas buku itu dengan satu kaki, wajah Feni tiba-tiba saja berubah! Dia tersenyum sangat lebar hingga gigi gerahamnya terlihat, matanya membelalak, sangat menyeramkan! Dia lalu mengeluarkan kalimat aneh, menggunakan bahasa Bugis tapi dengan tempo yang sangat cepat.

Setelah membacakan kalimat tadi, dia lalu menaruh bosara tadi yang ia pegang, dan mengambil kembali dupa yang ia pakai diawal. Dia kembali menari, tapi kali ini dengan gerakan yang berbeda dari sebelumnya.

Gerakannya sangat menggambarkan pilu yang amat mendalam, tubuhnya seakan terbawa dengan suasana, dendam, dan amarah yang menjadi satu. Dia lalu berputar, berputar, dan berputar hingga dupa yang ia pegang menyala dengan sendirinya.

Momen ini langsung mengingatkan ku waktu itu, saat dimana aku melihat wanita yang menari disamping Feni sekarang ini melakukan hal yang sama pada malam festival.

Dupa pun menyala dengan kobaran api yang terus menerus membesar, api itu semakin lama kian membesar, hingga meledak dan berputar dengan beras yang tadi.

Tapi tidak berhenti, Feni dan juga wanita itu saling memegang tangan dan berputar, mengarahkan wajah mereka ke atas dan kembali melantunkan sebuah lagu yang aku sendiri tidak tahu lagu apa itu.

Sesekali mereka tertawa, menangis, marah, sebuah emosi yang membuat siapa saja melihatnya akan merinding. Aku tersadar, dari tadi aku tidak menengok dan memperhatikan keadaan Dani, aku pun berbalik ke arahnya dan melihat ternyata bukan dia yang sedang memainkan kecapi itu, melainkan seorang lelaki tua yang juga memasang wajah seringai, tersenyum serta menjuntaikan lidahnya.

*Boom........!!!*

Aku terhempas ke sebuah pohon setelah ledakan hebat terjadi. Darimana asalnya ledakan itu? Untungnya tas yang aku pakai berisi tenda dan beberapa pakaian, sehingga saat terhantam, aku tidak mendapatkan cedera.

Tapi penglihatan ku kabur karena ledakan itu, dan telingaku berdengung. Dengan perlahan aku mencoba melihat keadaan di sekitar, dan betapa terkejutnya aku melihat sebuah portal berwarna biru berputar di atas lingkaran yang di tempati oleh Feni menari.

Feni! Bagaimana keadaan Feni saat ini? Apakah dia baik-baik saja setelah ledakan tadi?. Aku lalu berdiri dan mencoba berjalan mencari dimana Feni berada.

"Feni....!! Feni......!! Kamu dimana?" Aku berteriak dan terus berteriak memanggil nama Feni. Setelah berjalan beberapa saat, aku pun menemukannya, aku melihat dia sudah dalam keadaan pingsan dengan darah yang mengucur di bagian telinga, hidung dan juga mulutnya. Dengan cepat aku memeriksa detak jantungnya, syukurnya detak jantungnya terdengar normal dan baik-baik saja.

"Feni Feni Feni Feni......!! Kamu kenapa?!!" Tapi melihat keadaan Feni seperti itu, aku merasakan panik yang sangat teramat hingga membuat kepalaku sakit. Belum sempat aku selesai mengkhawatirkan keadaan Feni, aku teringat dengan Dani, dimana dia?

"Feni, kamu tunggu sebentar yah di sini? Aku mau mencari Dani dulu" Aku lalu berdiri bertujuan untuk mencari Dani juga, tapi tiba-tiba saja, ada sesuatu yang menghantam kepalaku dari belakang hingga membuatku lunglai dan jatuh kembali ketanah!

Di samar nya penglihatanku, aku melihat Dani sedang memegang sebuah tongkat besi sedang berdiri di hadapanku.

Dani?

Misteri Buku PudaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang