Taksi yang di tumpangi Mingyu dan Wonwoo berhenti di depan pagar rumah yang terlihat sangat sederhana. Sebelum turun Mingyu melihat ke arah rumah tersebut. Bahkan, rumah Wonwoo terlihat sangat cantik meskipun ukurannya tergolong minimalis. Baru setelah itu, dia turun dari taksi dan membantu membayar biaya antar ke supir.
Dengan perlahan, Mingyu menuntun Wonwoo masuk ke pekarangan rumah. Rintik gerimis masih setia berjatuhan membuat hawa dingin masuk ke pori-pori tubuh.
"Terima kasih bantuannya," ucap Wonwoo disertai senyuman saat mereka sampai di teras rumah.
"Sama-sama," jawab Mingyu sedikit grogi. Padahal biasanya dia tidak pernah grogi jika berbicara dengan anak perempuan, justru dia malah suka menggoda dan menggombal, tapi entah kenapa kali ini berbeda.
Mendadak, suasana diantara mereka menjadi awkward. Mingyu mengusap belakang lehernya karena bingung harus berbuat apa. Juju saja dia masih ingin berbicara dengan Wonwoo. Padahal Mingyu tau Chan sudah menunggu di sebrang jalan rumah Wonwoo.
"Kita gak saling kenal, tapi kenapa kamu mau anterin aku pulang?" Wonwoo membuka suara. Menanyakan pertanyaan yang sejak tadi bersemayam di pikirannya.
"Bahaya kalau aku biarin kamu di sana. Kemungkinan besar akan ada hal buruk yang terjadi."
Wonwoo tertawa kecil. Tawa tersebut membuat Mingyu semakin tidak karuan ketika melihatnya. Tawa itu sangat-sangat indah.
"Suka berpikir negatif, ya?"
"Gak sih, cuma antisipasi aja." Mingyu mengelak.
Wonwoo mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Kamu, gak jijik?"
Mingyu mengerutkan keningnya bingung. Dia tidak mengerti apa maksud dari perkataan Wonwoo barusan. "Maksudnya?"
Wonwoo mengetukkan tongkat yang selalu dia bawa beberapa kali ke lantai teras, membuat Mingyu akhirnya mengerti apa yang dimaksud gadis itu.
"Untuk apa? Kita sama-sama manusia dan punya kekurangan," balas Mingyu terdengar tulus dari hati, bukan ucapan semata.
Untuk gadis seperti Wonwoo yang sering mendapat cacian tentu saja tidak langsung percaya dengan omongan Mingyu. Setiap orang yang ditemuinya pasti selalu melontarkan kalimat yang tidak mengenakkan. Namun, Wonwoo mencoba untuk menerimanya karena itu memang nyata.
"Syukurlah. Ternyata masih ada orang baik," cemlong Wonwoo mencoba menutupi keraguannya.
Mingyu menatap Wonwoo sendu. Dia bisa menebak dari gerutan raut wajah Wonwoo. Gadis itu pasti sering mendapatkan tekanan sehingga membuatnya berpikir negatif pada Mingyu.
"Orang baik banyak di dunia ini. Cuma, kita belum di pertemukan sama orang yang benar-benar baik aja," balas Mingyu.
Wonwoo mengangguk setuju. "Apa kita seumuran?"
"Mungkin. Aku tujuh belas tahun."
Mendengar itu Wonwoo membulatkan mulutnya. "Oh, kita seumuran."
Mingyu terkekeh melihat respons Wonwoo yang menurutnya lucu. "Kita seumuran, gimana kalau kita berteman?"
Wonwoo terkejut. "Berteman?"
"Iya, berteman."
Wonwoo benar-benar terkejut. Ini adalah kali pertamanya ada orang yang mengajaknya berteman. Dia sedang tidak bermimpi bukan?
"Kamu gak malu kalau punya teman kaya aku?"
"Kalau aku malu, aku gak akan minta kamu buat jadi teman aku."
"Alasannya?"
Mingyu tersenyum meskipun Wonwoo tidak mampu melihatnya. "Karna aku nyaman sama kamu. Dan Kayaknya kita punya satu tujuan yang sama."
Wonwoo membeku. Pertemuannya dengan Mingyu adalah hal yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Di hari ini juga laki-laki itu mengajaknya berteman, dan kali ini juga dia berinteraksi dengan orang asing tanpa ada olokan.
"WOY! BURUAN PULANG!"
Teriakan Chan dari sebrang jalan merusak suasana diantara Mingyu dan Wonwoo. Chan menatap sebal Mingyu, laki-laki itu kehujanan dan Mingyu lupa akan hal itu.
"Mulai hari ini kita berteman. Kalau tuhan mengizinkan, kita pasti akan bertemu lagi," kata Mingyu buru-buru. Tanpa menunggu jawaban dari Wonwoo, laki-laki itu pergi berlari meninggalkan rumah Wonwoo.
"SEMANGAT!! WONU!!" teriak Mingyu seraya melambaikan tangannya. Meski Wonwoo tidak bisa melihat, setidaknya gadis itu mendengar teriakannya.
Masih di teras rumahnya, Wonwoo terdiam dengan mata berkaca-kaca. Sepertinya tuhan sedang berpihak padanya. Dia mulai yakin kalau laki-laki yang ditemuinya tadi itu orang baik.
Gadis itu mengulum senyum tipis. "Sampai ketemu lagi, Mingyu."
🌺🌺🌺
Malam hari, keluarga Choi sedang dalam perjalanan menuju rumah saudara. Mereka sudah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit tapi tidak kunjung sampai juga.
"Komplek rumah tante yang mana sih? Jauh amat gak nyampe-nyampe," protes Seungchol.
"Kamu ini protes mulu kaya netizen," balas Yoona, mama Seungcheol.
Seungcheol meringis lalu melirik kedua adik kembarnya, Choi Mashiho dan Choi Hyunsuk. Kedua adiknya itu tampak tidak peduli dengan protesannya, lebih tepatnya mereka sibuk mendengarkan musik dan bermain game.
Mobil yang dikendarai keluarga Choi kemudian memasuki komplek perumahan yang menurutnya besar, meskipun tidak sebesar rumahnya.
Selagi melihat sekeliling, Seungcheol memandangi sebelah kanannya. Pada saat bersamaan mobil yang ditumpanginya berhenti, Seungcheol melihat seorang gadis keluar rumah bersama seorang laki-laki dan wanita paruh baya. Dan tidak Seungcheol sangka gadis tersebut ternyata adalah musuh bebuyutannya, Jeonghan.
Seungcheol memperhatikan Jeonghan yang menyodorkan syal rajut berwarna cream kepada wanita itu, yang diduga ibunya. Namun, wanita itu mengabaikan Jeonghan dan malam merangkul anak laki-laki yang keluar bersama mereka.
Jeonghan di mata wanita itu seperti makhluk yang tidak bisa dilihat. Raut wajah yang biasanya terlihat menyebalkan—menurut Seungcheol—berubah sedih dalam sekejap. Bahkan saat wanita itu pergi, tidak ada usapan atupun berpamitan pada Jeonghan. Wanita itu langsung pergi, sikapnya sangat dingin.
Tidak lama setelah mobil ibunya pergi, Jeonghan terlihat menundukkan kepalanya sedih sambil meremas syal yang ada pada genggamannya.
"Kamu gak mau turun? Mau diem di mobil aja?" tanya Siwon, papa Seungcheol.
Seungcheol mengalihkan pandangannya, menoleh menatap Siwon. "Ah iya," balas Seungcheol turun dari mobil.
"Mama curiga kamu ngelamunin yang gak-gak. Seumuran kamu hobinyakan mikirin hal yang aneh-aneh,"ujar Yoona membuat Seungcheol melebarkan matanya.
"Astaga ma, Aku gak mikirin hal kaya gitu. Mending mikirin mama aja."
Seungcheol tertawa kecil, lalu menarik Yoona agar segera masuk ke rumah tantenya. Disusun Siwon dan kedua adik kembarnya.
Baru beberapa langkah meninggalkan mobil, Seungcheol menoleh menatap rumah yang berhadapan dengan rumah tantenya. Dia melihat sosok Jeonghan sudah menghilang dari sana.
🌺🌺🌺
Liat Seungcheol aku tuh keinget sama Mashiho 🙂, jadi kangen sama Mashi😫
Besok hari Minggu yey!!
See you next time guys!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Remaja [svtgs]
Novela JuvenilSederhana. Kisah ini hanya menceritakan tentang perjalanan cinta di masa-masa remaja♡ Warning ⚠️ Don't copy my story Book GS no B×B #seventeen