Part 10 (Affair)

11.3K 58 5
                                    

"Ck... Gue kalah."

Aku meletakkan ponsel di atas perut, kesal karena kalah bermain game. Mengamati sekitar, aku melihat Revan yang sedang berbaring di atas sofa membaca komik, lalu Noah yang sedang berbaring di atas ranjang, terus melotot ke arah ponselnya dari tadi.

Dari posisi duduk setengah berbaring, aku menepuk pundak Revan.

"Apa?" Ujar Revan, masih membaca komik. Suaranya terdengar jengkel.

"Noah kenapa? Mukanya kusut amat."
Sebelah alisku terangkat ketika Noah memasang wajah kesal, dia bangkit duduk secara tiba-tiba.

"Ceweknya selingkuh." Jawab Revan santai.

Mendengar jawaban Revan, aku langsung meraih posisi duduk tegap.
Terkejut.

"Beneran?"

"Iya.

Pantas saja wajah Noah muram sekali. Ternyata pacarnya yang terlihat lugu itu selingkuh darinya. Aku gak menyangka sama sekali kalau Chyntia bisa melakukan hal itu.

"Fuck!" Noah mengumpat. Bangkit dari atas kasur, berjalan mondar mandir sambil meletakkan ponsel di telinga. Wajahnya terlihat marah sekali.

"Angkat woy!" Noah menatap ponselnya kesal. "Ditelepon malah gak jawab." Geramnya bertambah kesal.

"Udah lah. Buat apa nyari cewe murahan kayak itu." Revan meletakkan komiknya, duduk dengan santai menatap Noah yang sepertinya mencoba untuk menelpon Chyntia.

Revan meraih sebotol soda. "Mending kalian putus." Ujar Revan sebelum meneguk soda tersebut.

Noah memberikan tatapan tajam pada Revan. "Bacot."

Revan hanya mengangkat alis melihatnya.

Aku menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan sikap Noah yang seperti orang tidak waras. Revan benar, seharusnya dia putus saja dari Chyntia.

Kenapa memusingkan kepala untuk perempuan tolol seperti itu?

"Yaelah, Noah. Cewek mah banyak, tinggal bilang aja lo maunya kayak apa. Nanti kita bantu cariin. Iya, gak Rev?" Aku menoleh menatap Revan.

"Yoi." Sahut Revan.

"Mau yang dadanya besar, bokongnya bahenol. Gampang." Ujarku santai. "Buat apa galauin cewe tolol dan tepos kayak Chyntia. Buang-buang waktu aja."

"Diam, bangsat!" Noah melemparkan bantal ke arahku. Dengan sigap aku menangkapnya.

Aku terkekeh seraya memeluk bantal itu. "Santai aja kali."

Noah lagi-lagi sibuk dengan ponselnya. Jarinya bergerak cepat, sedang mengetikkan sesuatu.

"Tuh orang udah sinting." Revan membuat gestur garis miring di dahinya.

Aku setuju. "Harus cepet-cepet diangkut ke rumah sakit jiwa."

Bisa-bisa Noah mengacak-acak seluruh barang di kamarnya melihat tingkahnya yang sudah seperti ikan kekurangan air. Yang dia lakukan dari tadi hanyalah berteriak, membentak dan memelototi ponsel sampai matanya akan keluar.

Bangkit berdiri, aku mengayunkan langkah menuju meja di mana terdapat snack dan minuman tergeletak di sana. Tenggorokanku haus, aku sedang mencari sesuatu untuk diminum. Namun sayangnya semua botol sudah terbuka, tidak ada yang tersisa untukku.

"Minumannya udah habis?" Tanyaku pada Revan.

"Iya." Ujar Revan seraya meneguk soda.

"Habis lo minum semua!" Ujarku kesal.

Menatap Noah, aku ingin mengatakan kalau persediaan minuman di kamar sudah habis. Akan tetapi aku tahu kalau itu bukan ide bagus, melihat dia sekarang sudah seperti orang gila karena memikirkan pacarnya. Tapi... masa bodoh lah. Daripada aku berkahir mengenaskan kerana kehausan.

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang