Part 19 (Forbidden Roses)

3.3K 38 4
                                    

Forbidden Roses = forbidden love trope (cinta terlarang). Yang terhalang oleh status sosial, keluarga, kultur dan lain sebagainya.

Happy reading!!!

***

Ketika jam pelajaran berlangsung, Annie lebih sering fokus kepada sosok yang berdiri di depan kelas daripada mendengar penjelasan materi. Mengagumi pria tampan dengan bola mata tajam dan rahang sempurna bak dewa Yunani. Alih-alih menjadi guru, Annie rasa kalau James Finnegan lebih cocok menjadi aktor. Lihat saja wajahnya yang tampan, postur tubuh yang gagah lalu suara baritonnya. Semua perempuan rela melorotkan celana mereka untuk pria itu.

Annie tahu kalau dia seharusnya tidak memiliki fantasi liar tentang James Finnegan. Demi apapun, pria itu gurunya! Sayangnya, James terlalu menggairahkan untuk sekedar dipandang mata.

Sejak tiga bulan yang lalu, saat James pertama kali menginjakkan kaki di dalam kelas, segala perhatian Annie sudah terfokus kepadanya. Terima kasih kepada Mrs. Jenkins yang sekarang sudah pindah, hingga membuka kesempatan bagi James untuk menggantikan posisinya.

Kini Annie memiliki alasan baru untuk selalu datang ke sekolah. Meskipun sakit atau hujan badai sekalipun. Annie bisa tahan duduk berjam-jam, menatap James menjelaskan materi, mengangguminya tanpa berkedip. Padahal biasanya dalam waktu lima menit dia sudah mengantuk.

Sayangnya, menarik perhatian James tidak semudah yang Annie kira. Dia sudah memberikan senyum terbaiknya dan bersikap manis di depan pria itu, tapi James hanya bersikap datar. Padahal banyak pria yang akan luluh ketika Annie memberikan sedikit senyuman.

Oh ayolah, Annie tahu kalau dia memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang seksi. Lalu kenapa si tampan di sana tidak terpengaruh sama sekali akan pesonanya?

Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, James buta. Kedua, dia sudah tidak waras.

"Annie Windraw."

Suara dingin itu memanggil Annie.

"Ya, Mr. Finnegan?" Annie tersenyum lebar, duduk tegak. Mengira-ngira apa alasan gurunya yang tampan memanggilnya.

"Fokus ke depan. Jangan terus melamun." Tegas James.

Yah, padahal Annie mengira kalau pria itu akan menawarkan tumpangan pulang. Mungkin mereka bisa sedikit bersenang-senang, bertukar sentuhan, melepas kancing baju lalu-

"Kau mendengarkanku?" Suara James memecah khayalan Annie.

"Iya, tentu." Jawab Annie cepat. "Aku dengar."

Kepribadian James tidak seindah wajahnya. Tidak jarang Annie sering mendapatkan semprotan tajam dari lelaki itu.

Ingin sekali rasanya Annie membungkam bibir James dengan bibirnya. Daripada digunakan untuk mengucapkan kata-kata penuh amarah, lebih baik mereka bertukar decap basah yang bisa mengurangi kalori.

***

"Mr. Finnegan, tunggu!"

Jam pelajaran telah berakhir. Para siswa sudah meninggalkan kelas. Tersisa Annie dan James yang akan melangkah keluar terakhir. Annie buru-buru menghentikannya, menghampiri meja guru.

Kening James sedikit berkerut. "Ada apa, Annie?"

"Sebenarnya aku masih belum mengerti materi yang kau jelaskan minggu lalu. Aku berharap, apa kau bersedia memberikan tutor private untukku?" Tanya Annie penuh harap.

"Tidak bisa." Yang langsung ditolak oleh James. "Aku sibuk. Jika kau tidak paham, kau bisa meminta temanmu untuk mengajarkannya kepadamu." James melirik jam tangannya. "Jam pelajaran sudah berakhir, sekarang aku harus pergi." Lalu dia bersiap melangkah keluar.

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang