Part 28 (Red Roses)

1.9K 47 8
                                    

Nathaniel: Datang ke apartementku nanti malam.

Nathaniel: Jam 8 malam.

Grace berkedip, melayangkan tatapan yang panjang ke layar handphone-nya. Pesan itu terdengar sangat menggoda, seperti obat yang menawarkan pintu penghilang rasa sakit. Sebuah pesan singkat yang mungkin bisa mengobati rindunya. 

Sepuluh hari.

Sepuluh hari mereka sudah tidak bertemu. Grace sangat merindukan suaranya. Juga sentuhannya yang panas di saat pria itu dikuasai oleh gairah. Di setiap detik berlalu, Grace selalu mengintip layar ponselnya, berharap Nathan mengirim pesan singkat. Suatu keinginan yang mustahil karena dia hanya akan menghubungi Grace ketika membutuhkan tubuhnya sebagai pelampiasan hasrat.

Grace tidak lebih dari perempuan tempat Nathan melampiaskan harsatnya. Bukan perempuan yang akan dia ajak ke makan malam romantis atau tempatnya mengirim pesan selamat pagi yang manis. Tidak peduli seberapa kerasnya Grace berusaha, hati Nathan sudah terikat dengan perempuan yang lain.

Setelah pertimbangan yang cukup lama, akhirnya Grace memutuskan mengikuti perintah Nathan. Mau bagaimana lagi, dia perempuan yang sudah terlanjur jatuh cinta.

***

Begitu pintu apartement terbuka, Grace disambut oleh kehadiran sosok tampan yang sedang duduk di sofa. Napasnya tertahan, mendapati pemandangan tubuh indah yang dilengkapi otot-otot kekar terpampang nyata tanpa baju. Kedua matanya yang tajam fokus menatap layar ponsel.

Grace berjalan ke arahnya. Suara langkah kakinya tidak membuat Nathan tertanggu, seperti ada hal lebih penting dari dirinya.

Grace meletakkan makanan yang dibawanya di atas meja. Berpikir kalau mereka sebaiknya makan malam terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatan di atas kasur.

"Hai-"

Belum selesai bicara, tubuhnya sudah lebih dulu ditarik ke atas pangkungan pria itu. Mata mereka sempat bersitatap selama sepersekian detik lalu selanjutnya bibir yang mengambil alih. Ciuman Nathan terasa kasar, menuntut seperti kepribadiannya. Alih-alih makan malam, dia lebih suka menikmati bibir Grace sebagai santapannya. 

Melumat, mengecap dan mengeksplorasi sesuka hati. Lidah Nathan menyusup masuk, mengabsen tiap sudut bibir Grace. Ciumannya selalu terasa menggebu-gebu, melibatkan lidah dan saliva. Tangannya suka menjelajah, terutama ke benda kenyal kesukaannya. 

Nathan meremas payudara Grace, menarik desahan merdu yang membuatnya menghisap lidah perempuan yang duduk di pangkuannya lebih keras. 

Nathan terus mencumbunya. Membuat Grace kehabisan napas, baru berhenti kala Grace menggigit bibirnya keras ditambah pukulan bertubi-tubi yang di bahu.

Nathan meringis, menarik bibirnya menjauh. Dia menatap tajam wajah Grace yang tersenggal-senggal, terlihat seksi dengan lipstik berwarna merahnya yang sudah berantakan.

"Stop," bisik Grace pelan. 

"Kenapa?"

"Biarkan aku bernapas."

Ada hening di antara mereka. Grace mengatur napasnya menjadi lebih tenang. Pancaran matanya berubah sendu. Menatap rindu pria di hadapannya. Jari-jarinya mengusap rambut Nathan yang lebih panjang sejak terakhir kali mereka bertemu, mencapai telinga bahkan. Turun ke arah rahang, merasakan bulu-bulu tajam menggesek telapak tangannya.

"Apa kabar?" Grace membuka suara setelah menikmati wajah tampan yang selalu membuatnya terpesona. Betapa dia merindukan Nathan setelah tidak menerima kabar darinya selama sepuluh hari. Perjalanan bisnis katanya. 

"Baik."

Jawabannya yang singkat mampu menarik kedua sudut bibir Grace ke atas. Tersenyum manis. Suaranya yang serak dan dalam adalah yang paling Grace suka. Suara indah yang bisa mengusir mimpi buruknya.

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang