Part 13 (Lovers)

4.4K 96 11
                                    

Untuk sebagian orang, dunia itu bukan tempat indah yang diisi dengan cahaya matahari dan padang bunga. Ada juga dunia yang isinya awan mendung dan dedaunan yang layu. Dan aku tinggal di dunia seperti itu.

Setelah bergadang menyelesaikan tugas membuat nirmana, tubuhku mulai merasakan gejala nyeri yang terasa menyakitkan. Kepalaku berdenyut sakit. Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang lalu tidur.

Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan suara bisik bercampur gelak tawa karena Gina—teman sekelasku—sedang berulang tahun. Banyak orang yang mengucapkan ulang tahun untuknya. Selalu begitu setiap tahun. Gina adalah perempuan yang cantik, cerdas dan selalu dikelilingi oleh orang yang menghujaninya dengan kasih sayang. Selesai kelas, dia akan mengajak teman-temannya pergi ke suatu restoran karena hari ini ulang tahunnya.

Menahan nyeri di kepala, aku mendekatinya yang sedang dikerubungi banyak orang, mengucapkan selamat tahun dan dibalas dengan ucapan terima kasih olehnya. Gina tersenyum manis, para lelaki langsung berbinar menatap senyumnya yang cerah. Setelah itu aku berlalu dari sana, berjalan lebih cepat agar bisa segera pulang.

Hanya ada dua orang teman perempuan yang menyadari kondisi tubuhku yang kurang fit, mereka bertanya di saat aku sedang melangkah buru-buru.

"Mila, lo gak papa?

"Muka lo kelihatan pucat?"

Aku tersenyum tipis, hatiku tersentuh karena ada yang sadar akan kondisiku yang kurang fit di saat banyak orang memusatkan perhatian ke Amelia.

"Gak papa. Gue cuma agak pusing." Ujarku sebelum kembali mengambil langkah. "Balik duluan ya."

"Oh iya, jangan lupa istirahat."

"Sama minum obat juga."

Aku mengacungkan jempol. "Oke, bye." Kemudian melambai.

Di saat aku baru keluar dari gedung kuliah, aku berpapasan dengan Citra yang juga sedang terburu-buru. Tangannya penuh menentang dua buah toteback dan kantong plastik yang entah isinya apa.

"Eh kemana? Udah mau balik?"

"Iya, kelas gue udah selesai. Duluan ya."

"Kok buru-buru banget." Citra menyadari gelagatku yang kurang fit, dia mencegatku sebelum aku bisa melangkah lebih jauh. Keningnya mengernyit saat menyadari wajahku yang pucat. "Lo lagi sakit?"

"Iya." Aku mengangguk. "Makanya mau cepat-cepat pulang."

Citra menatapku skeptis. Terlihat ragu. Pasti dia meragukan apa aku bisa pulang sendiri dengan kondisi seperti ini. "Yakin bisa pulang sendiri?" Dia menatap bawaannya dengan tatapan penuh pertimbangan.

"Kayaknya gue bisa antar lo balik bentar—"

"Gak perlu." Potongku cepat.

Citra selalu jadi sepupuku yang paling baik. Tapi dia tidak perlu selalu ada di sisiku setiap saat. Aku tahu kalau barang bawaannya itu ada hubungannya dengan kepanitian yang sedang dia ikuti. Mereka sedang ada di puncak sibuk mengingat acaranya sudah di depan mata. Aku tidak ingin membuat Citra semakin repot dengan mengantarku pulang.

"Gue bisa pulang sendiri. Urus aja barang bawaan lo itu." Aku mengedik ke arah toteback dan kantong plastik yang sedang di bawanya. "Lo lagi sibuk kan? Gue bisa kok pulang sendiri."

"Tapi bahaya kalau lo nyetir sendiri."

"Gue gak bawa mobil hari ini." Aku memang sudah merasa kurang enak badan sebelum pergi ke kampus. "Habis ini langsung pesan taksi online aja."

Citra masih terlihat skeptis. Meskipun begitu akhirnya dia berbicara. "Oke, hati-hati. Kabarin gue kalau lo udah sampai."

"Iya."

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang