Part 21 (Affair)

5.1K 42 0
                                    

Haiii chapter baru setelah sekian lama💥

***

"Rachel, aku dan adikmu akan pergi menemui Isla siang nanti."

Rachel yang sedang berbaring di sofa seraya menonton TV menoleh, mendengarkan Ibunya berbicara. 

"Apa kau akan baik-baik saja tinggal sendirian?" Camila menyodorkan sendok ke puteranya yang sedang duduk di baby chair. "Peter, buka mulutmu." Peter justru mendorong sendok yang disodorkan padanya, membuat isi sendok tumpah ke lantai.

"Oh, astaga." Camila mendesah lelah, berusaha tersenyum, kemudian kembali menyodorkan suapan kedua.

Rachel menarik selimutnya sebatas dada. "Iya, Mom. Demamku sudah turun."

"Baiklah," ujar Camila lega. Rachel baru saja pulih dari demamnya dan meninggalkan puterinya itu untuk menjenguk temannya yang baru melahirkan membuat Camila khawatir. Mendengar jawaban penuh keyakinan dari Rachel, memberikan rasa aman bagi Camila. "Hubungi Mommy jika sesuatu terjadi."

"Hm..." Rachel menguap, sedikit memperbaiki posisi berbaringnya. Suara TV yang menggema lumayan keras sedikit menyita perhatiannya. "Jangan khawatir, Mom. Aku bukan anak kecil lagi."

***

Memainkan game di ponsel merupakan ide yang baik seraya menunggu Ibu dan adiknya pulang. Rachel lupa waktu, jarinya bergerak lincah menekan layar, tubuhnya tidak berhenti bergerak mencari posisi yang nyaman di tempat tidur. Sampai ponselnya berdering, lalu fokusnya pecah.

Rachel berdecak. Kini dia kehilangan progress game yang sedang dimainkannya. Namun nama Camila yang terpampang di layar terus menuntut Rachel untuk  mengangkat panggilannya.

"Ya, Mom?" Rachel menguap, berguling ke sisi kiri. Ponselnya menempel di telinga sebelah kanan.

"Apa kabarmu, Rachel? Apa kau baik-baik saja?" Nada suara Camila seolah-olah dia sudah meninggalkan Rachel selama satu dekade dan baru memiliki waktu untuk bertanya tentang kabarnya.

"Iya, Mom. Aku baik-baik saja. Jangan khawatir."

"Syukurlah," ujar Camila lega. "Dengar, aku dan-" Suara Camila terpotong, terdengar suara debukan benda jatuh. "Peter! Jangan! Astaga." Sempat hening selama sesaat sebelum suara Camila kembali menyapa. "Rachel, aku dan adikmu mungkin akan pulang terlambat. Sepertinya akan turun badai."

"Hm hm..." Rachel bergumam, melihat jam yang menunjukkan pukul lima sore.

"Aku sudah menelpon Ayahmu dan dia juga akan pulang larut malam. Masih banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan." Jelas Camila. "Kunci  pintu sebelum kami paling. Jika terjadi sesuatu, telepon kami. Kau mengerti?"

"Tentu, Mom. Tenanglah. Aku akan baik-baik saja," timpal Rachel dengan santainya. Menyakinkan Ibunya yang paranoid memang membutuhkan tenaga ekstra. Dia hanya sakit. Akan tetapi Camile bertingkah seolah-olah Rachel adalah anak kecil berusia dua tahun yang baru ditinggalkan Ibunya bekerja.

"Iya, iya, Rachel. Mommy hanya ingin memastikan bahwa kau menggunakan otakmu yang ceroboh dengan benar."

Rachel tertawa mendengar Ibunya kesal.

"Oh satu lagi." kata Camila. "Apa bisa kau bisa mengantarkan strawberry muffin untuk Mr. Rivera?"

Rachel tertegun mendengar permintaan Ibunya.

"Aku rasa aku melihat mobilnya tadi pagi. Sepertinya dia baru pulang dari luar kota." Suara Camila lebih seperti dia berbicara kepada dirinya sendiri. 

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang