Chapter 34 (Husband and Wife)

739 26 3
                                    

Guyuran air menerpa bahu Sara dengan aliran yang stabil, bulir-bulir berjatuhan menerpa seluruh tubuhnya. Sensasi hangat di kulit memberikan ketenangan yang tiada duanya. Setelah pekerjaan yang hampir membuatnya meledak, Sara bisa menarik napas tenang. Menjauh dari bisingnya pekerjaan.

Sara memejamkan mata, fokus ke sensasi hangat yang sangat dia butuhkan dari rasa lelah beberapa hari terakhir. Aroma harumnya mawar ikut menyatu di udara. Setiap tetesan air membantu otot ditubuh menjadi lebih rileks. Alirannya di kulit seperti pijatan pelan.

Ketika Sara sedang tenggelam di dalam pikirannya, terdengar suara pintu yang terbuka. 

Sara tersenyum, menoleh setelah keheningan yang cukup lama. "Kau hanya akan menontonku dari situ?"

Mark berdiri di ambang pintu yang beruap. Matanya terang-terangan melahap setiap jengkal tubuh seksi Sara yang basah dan tak berbusana. 

"Kau terlihat sangat seksi," ujar Mark serak.

Sara terkekeh mendengar pujian dari suaminya. "Kemarilah, ayo bergabung denganku."

Mark menelangkan kepala. "Apa itu sebuah undangan?"

"Iya, kau mendapatkan sebuah undangan istimewa bergabung di bawah shower ini bersamaku. Undangannya khusus untukmu." Sara mengedipkan mata dengan genit.

Mark tersenyum tipis. Dia mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu. Dari tempatnya berdiri, Sara bisa melihat milik pria itu yang sudah separuh tegak. Otot-ototnya menyembul di setiap sisi yang tepat. Uap memberikan efek mengkilap yang mempesona di kulitnya yang kecoklatan.

Mark melangkah masuk, memeluk Sara dari belakang. Kehangatan dari pria itu memberikan sensasi yang berbeda dari uap air. Seperti hangat yang mengingatkan rumah dan rasa aman.

"You look so good like this." Pinggul Mark mendesak ke bokong Sara. Membuat temperature semakin bertambah panas seiring lenguhan Sara yang berkicau. Pria itu menanamkan wajah di ceruk lehernya, meninggalkan jejak ciuman basah di kulit yang sensitif.

Cut...

***

Sara bergelung di atas dada Mark setelah sesi mandi dan bercinta yang menggebu-gebu. Seluruh otot di tubuhnya rileks. Matanya terbuka separuh. Pikirannya melayang-layang, menjelajah ke tempat jauh.

Sara membuat garis-garis abstrak di dada Mark. "Kau ingat restoran tempat kita makan beberapa bulan yang lalu? Yang ada kucing putih menggemaskan itu." 

Mark bergumam. "Ya."

"Aku ingin makan di sana lagi. Pastanya enak." Ucapan Sara mengambang-ambang di udara.

Mark membawanya ke sebuah restoran indah beberapa bulan yang lalu. Alunan musik merdu, suasana yang menenangkan dan kucing putih lucu itu kembali masuk ke dalam memorinya. Mengantarkan rindu. Dia ingin makan di sana lagi. Namun butuh waktu sekitar satu jam tiga puluh menit berkendara ke sana. Jarak yang cukup jauh mengingat kesibukan sekarang.

"Kau bisa mengambil cuti. Aku akan membawamu ke sana." Mark mengelus rambut Sara yang dipotong lebih pendek seminggu yang lalu.

Sara menghembuskan napas panjang. "Tidak mungkin cuti saat sedang sibuk-sibuknya." Dia berdecak lalu tiba-tiba berguling, bertumpu di atas tubuh Mark sepenuhnya. "Aku sangat ingin makan pasta itu hingga rasanya aku bisa terbang ke sana sekarang juga."

Mark tersenyum tipis. "Kau bukan burung yang bisa terbang."

Sara cemberut, menjatuhnya wajahnya di dada Mark. "Aku tahu. Ini menyebalkan sekali. Aku mengantuk dan ingin makan pasta," rengeknya.

Mark melirik ke arah jam dinding. "Masih ada waktu untuk pasta-"

"Tidak," potong Sara cepat. "Aku terlalu malas untuk bangun. Rasanya nyaman seperti ini." Dia memeluk Mark erat, menekan tubuhnya seakan-akan dia tidak meletakan seluruh berat badannya di atas pria itu. 

Sara menguap. "Lupakan saja. Aku mengantuk."

Perempuan dan suasana hati mereka yang tidak menentu.

***

Mark menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Menatap asap yang terbang di udara lalu hilang di gelapnya malam. Pintu terbuka, langkah kaki berat terdengar.

"Sudah aku bilang dilarang merokok di rumahku. Aku harus mensterilkan ruangan ini nanti." Anthony meraih puntung rokok dari tangan Mark lalu memadamkannya. Dia membuat puntung rokok yang sudah dipadamkan tersebut ke tempat sampah. 

Mark hanya melirik dari ujung mata ketika Anthony duduk di single sofa di dekatnya. Pria itu menjadi sangat ketat masalah rokok setelah dia menikah dan menjadi seorang Ayah. Sebuah kejutan tentunya. Dulu Mark mengira Anthony akan lajang seumur hidupnya, mungkin menghabiskan waktu dengan minuman keras dan berpetualang dari satu wanita ke wanita lain.

Komitmen? Itu kata yang jauh dari seorang Anthony.

"Ada apa?" Anthony menuangkan botol wine ke salah satu gelas. Meneguknya sekali.

Mark menatap kedua mata Anthony dengan serius. "Aku butuh bantuanmu mencari seseorang." Dia memberikan sebuah foto yang menampilkan pria memakai berpakaian lengan panjang. "Pria ini, menurut informanku terlihat terakhir kali di club milikmu."

Anthony meraih foto tersebut. "Baiklah. Aku akan membantumu mencarinya. Siapa dia?"

"Sumber informasi yang berharga," jawab Mark singkat. "Aku akan semakin dekat dengat tujuanku jika berhasil menangkapnya."

Anthony melipat tangan di atas dada. "Sejauh mana perkembangannya? Apa kau sudah mendapatkan benda yang kau cari dari perempuan itu?"

Perempuan itu. Entah kenapa mendengar Anthony menyebut Sara dengan kata-kata 'perempuan itu' membuat Mark jengkel. Namun dia tidak memberikan komentar. Lagi pula Sara hanyalah medium untuk bisa mencapai tujuannya. Pernikahan yang mereka lakukan, semuanya semata-mata agar mencari informasi lebih dalam dari Sara. 

"Belum."

Satu alis Anthony terangkat. "Padahal sudah selama ini," katanya. "Biasanya kau bergerak dengan cepat."

"Kau terdistraksi olehnya. Atau kau mungkin sedang jatuh cinta," lanjut Anthony.

"Omong kosong. Benda itu disembunyikan dengan baik. Butuh waktu agar bisa menemukannya," sangkal Mark.

Anthony mendengus. "Lalu apa pernikahan itu memang dibutuhkan? Padahal dia hanya perempuan biasa. Tidak akan terlalu sulit menggali informasi darinya."

"Terkadang kita perlu melakukan tindakan tertentu untuk meraih sebuah tujuan," Mark menatap lurus ke dapan. "Sara tidak sesederhana yang terlihat dari luar."

"Hati-hati, Mark. Perempuan bisa menjadi kelemahan yang merepotkan," peringat Anthony.

"Ujar pria yang rela menjilat kaki istrinya," balas Mark dengan tenang.

Anthony terkekeh. "Kau tidak akan paham jika belum jatuh cinta." Dia melirik ke arah cincin kawin yang tersemat nama Bella di baliknya. Hatinya menghangat mengingat istrinya yang sedang tertidur di kamar mereka.

"Tidak akan. Aku tahu apa yang aku lakukan."

"Katakan itu ketika kau sudah menceraikan Sara nanti."

Mark menoleh cepat. Rahangnya mengeras.

Anthony menyeringai melihat reaksi Mark. "Kenapa? Kau akan menceraikannya bukan? Seperti katamu, dia hanya medium untuk mencapai tujuanmu."

"Itu bukan urusanmu," tukas Mark. 

Anthony meneguk wine-nya sekali lagi seraya mengawasi setiap gerak tubuh Mark yang berubah tegang. "Aku penasaran." Dia memainkan gelas itu dengan mengoyangkannya pelan. "Bagaimana jika Sara tahu bahwa kau yang membunuh ayahnya?"

***

Psst... Anthony dan Bella yang sempat nyempil itu karakter dari salah satu cerita lovers. Udah kejawab dikit kan tentang mereka di chapter ini ;)

Full chapter di karyakarsa. Judul husband and wife; 7. Sara and Mark.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang