Part 17 (Red Roses)

4.4K 73 1
                                    

"Gue udah di depan." Ria menatap bangunan dua lantai yang dihiasi tanaman cantik di sekitarnya, menyatu dengan cat putih yang memberikan efek segar di mata. Hari ini pertama kalinya dia datang ke rumah salah satu teman kampus yang baru dikenalnya, dengan tujuan untuk melakukan tugas kerja kelompok. Semester satu, orang baru dan teman baru.

"Rumah cat putih kan? Terus ada anjing warna cokelat di dekat pagar." Dia membuka pintu mobil taksi online yang baru saja mengantarnya, mengucapkan terima kasih sebelum suara dengusan kendaraan terdengar, pertanda kalau mobil itu sudah pergi dan hanya ada Ria seorang di sana.

"Iya, itu rumah gue. Gak perlu takut sama Choco, dia ramah kok." Vina terus berbicara dari sambungan telepon. "Mba bentar lagi bakal keluar untuk jemput lo. Sorry, gak bisa turun datengin lo, gue lagi BAB."

"Santai aja." Ria berjalan mendekati pagar, bertepatan dengan seorang wanita usia 40-an berjalan keluar dari rumah.

"Mba lo udah keluar."

"Oke, kalau gitu ikutin Mba aja, nanti Mba yang nunjukin jalan ke kamar gue."

"Sip."

Sambungan telepon terputus. Ria tersenyum menyambut asisten rumah tangga Vina yang sedang membuka pagar untuknya.

"Temannya dek Vina kan?"

Ria mengangguk. "Iya, Mba."

Pagar terbuka, "Ayo, masuk. Saya tunjukin kamar dek Vina." Perempuan itu memperisilahkan Ria masuk.

Ria mengikuti langkahnya, sempat berjengit sebentar ketika Choco menggonggong. Karena terkejut, secara refleks Ria berlari menghindari Choco yang berlari mengejarnya. Ria berteriak kaget, tidak memperhatikan sama sekali apa yang ada di depan, hingga tanpa sadar tubuhnya menabrak sesuatu yang keras.

"Aw!" Ria meringis, tapi masih berusaha untuk berlari. Ringisannya disusul juga oleh rintihan pelan dari suara lain, lalu kedua tangan yang dengan cepat menangkap lengan Ria agar diam.

"Hei, tenang! Gak perlu lari." Sosok itu menarik Ria mendekat, menyembunyikan Ria di balik tubuhnya yang tinggi. "Choco, gak boleh gitu. Lihat cewenya ketakutan karena kamu."

Seperti anjing yang patuh kepada pemiliknya, Choco langsung terdiam, memasang wajah bersalah. Kakinya terkatup rapat dan kepalanya menunduk lemas.

"Good boy." Sosok itu menoleh ke arah Ria, mundur sedikit agar jarak tercipta. "Lo gak papa kan?" Dan selama beberapa detik yang berlalu cepat, Ria mengagumi wajah tampannya. Senyum hangat, rambut pendek yang dipotong rapi serta lesung pipi yang menawan. Perpaduan sempurna untuk membuat perempuan terpesona. Sebagai perempuan yang mudah tergoda oleh wajah tampan, sulit bagi Ria untuk memalingkan wajah darinya.

"Eh, dek! Aduh, adek baik-baik aja kan?" Suara si Mba yang datang mendekat mengagetkan Ria.

Dengan cepat Ria memperbaiki ekspresi wajah agar terlihat santai. "Oh itu-" Ria menatap si Mba dan sosok tampan itu bergantian, bingung ingin menjawab yang mana. "-aku gak papa kok."

Si Mba menghembuskan napas lega. Sementara lelaki itu tertawa kecil. Bahkan suara tawanya juga terdengar tampan. Ria mengutuk diri di dalam hati karena terlalu mudah terpesona akan ketampanan seseorang. Jangan sampai dia memasang ekspresi bodoh di depan laki-laki itu.

"Syukurlah. Gue kaget waktu lihat lo lari tadi." Dia tersenyum tipis, menunduk sebentar untuk menatap Choco. "Choco tadi cuma mau nyapa lo, cuma caranya aja yang kayak anjing galak. Sorry, ya."

Ria menyelipkan rambut ke telinga, mengangguk lalu tersenyum ke arah Choco. "Oh iya, gak papa. Tadi kayaknya gue juga yang salah karena langsung lari. Kaget soalnya dulu pernah dikejar anjing."

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang