Part 33 (Husband and Wife)

1.4K 43 2
                                    

"So, fiance, huh?"

Mendengar suara maskulin yang berbicara begitu dekat dengan telinganya, Jessa mengangkat tangan, siap menampar wajah tampan itu kalau saja Atlas tidak lebih dulu menangkap pergelangan tangannya.

"Kekerasan bahkan sebelum menikah?" Atlas menarik tangan Jessa yang masih melayang di udara, memaksanya agar mendekat. Wajah mereka hanya terpisah beberapa inci. "Aku sangat tertarik dengan apa yang akan kau lakukan ketika menjadi istriku nanti."

Jessa menarik tangannya paksa. Kedua mata berwarna cokelat itu dilumuri amarah. "Aku akan membuat hidupmu menderita hingga kau berharap tidak pernah menikahiku," desisnya. "Pria yang menyebabkan Tessa mati tidak pantas bahagia."

Bertahun-tahun sudah berlalu dan Jessa masih belum bisa melupakannya. Setiap kali dia melihat wajah Atlas, dia akan teringat wajah kembarannya. Seperti memori rusak, gambaran tentang Tessa yang masih hidup sampai hari ini kalau bukan karena Atlas terus menghantui Jessa.

"Aku tidak membunuh Tessa, kau tahu betul fakta itu. Berhenti menyalahkanku," ujar Atlas untuk ke sekian kalinya.

Jessa mendorong dada Atlas menggunakan jari telunjuknya. Di dalam hatinya, Jessa berharap bahwa pisau lah yang dia pegang sekarang. Sebuah pisau tajam yang bisa mengirim Atlas langsung ke bawah tanah. Mungkin dengan begitu Tessa akan mendapatkan keadilan yang sepantasnya.

"Tapi kau yang menyebabkan kematiannya. Tessa menyukaimu, dia datang ke arena balap karena ingin melihatmu. Kalau saja kau sadar akan perasaannya, dia pasti masih hidup sekarang." Jessa menatap Atlas tajam. "Bajingan yang hidup tanpa empati sepertimu pantas hidup di neraka."

Atlas mengambal langkah mendekat. Dia mencengkram dagu Jessa menggunakan kedua jari. "Lalu bagaimana kau berencana membuat neraka itu, Miss Miller? Apa kau akan menaruh racun di makananku setiap hari?"

"Kehadiranku di hidupmu adalah neraka itu sendiri. Bersiaplah untuk merasakan penderitaan." Jessa memberikan tatapan menantang kepada Atlas. Ucapannya seperti janji yang penuh dengan penyiksaan. "Perlu kau ingat, pernikahan kita hanya lah pernikahan bisnis. Jadi jangan berani mengatur hidupku."

Atlas menunduk, berbisik tepat di bibir Jessa. "Wow, aku tidak sabar menjalani hidup dengan singa liar sepertimu, my future wife. Pasti menyenangkan6-66."

"Asshole." Jessa mengumpat sebelum menangkis tangan Atlas. Dia takut akan ada kejadian pembunuhan yang terjadi. Bajingan itu secara terang-terangan menganggap ancaman Jessa sebagai permainan.

"Kau ingin ikut denganku?" Tessa tersenyum lebar. Dalam balutan hoodie dan celana jeans berwana biru, dia sudah siap pergi menonton balapan Atlas.

Jessa menggeleng. "Tidak bisa. Aku ada latihan hari ini. Kita pergi lain kali saja."

Tessa mengeluh kecewa. Akhirnya dia pergi bersama temannya.

Andai saja Jessa tahu kalau hari itu adalah hari terakhir dia melihat saudara kembarnya, Jessa rela menawarkan seluruh hidupnya untuk mencegah Tessa pergi.

Menggeleng, dia berusaha menghalau memori masa lalu yang membawa rasa sakit. Atas nama saudara kembarnya, Jessa berjanji akan membuat hidup Atlas seperti di neraka.

***

"Do you, Jessa Miller, take Atlas Rivera as your wedded husband to be with you 6always, in wealth and in poverty, in disease and in health, in happiness and in grief, from this day until death do you part?"

"I do."

"By the power granted to me by the church, I know pronounce you husband and wife," ujar pendeta. "Kau boleh mencium pengantin wanita."

Short Stories (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang