23# Aku Bisa Apa?

46 5 0
                                    

Kalau di tanya apa anugrah paling aku syukuri di bumi jawabannya adalah menjadi seorang kakak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau di tanya apa anugrah paling aku syukuri di bumi jawabannya adalah menjadi seorang kakak.
-Gabriel Oretha-

~••~

Renika sudah memasang wajah tertekuk dibelakang punggung Gabriel yang sedang mendorong troli sambil sesekali berhenti untuk mengambil barang-barang yang dibutuhkan.

"Lo itu selain ngerusuhin hidup gue gak ada kerjaan lain ya, El?" sementara Gabriel hanya diam dan terus fokus memasukkan barang ini dan itu.

Setelah perdebatan di rumahnya Gabriel memutuskan untuk numpang makan di rumah Renika, namun seperti sebuah kesialan yang beruntun isi kulkas gadis itu kosong melompong. Inilah alasan kenapa Gabriel selalu memberikan perhatian lebih pada Renika, gadis ini terlampau malas dan tidak peduli barang apa saja yang habis di rumahnya. Renika identik dengan kamar, buku, kertas, dan berbagai hal yang bisa dirinya lakukan sambil rebahan.

"Apa lagi tadi yang abis?"

"Saos sambal, lah perlu banget beli saos?"

"Gue mau buat burger." Renika mendelik mendengar jawaban Gabriel.

"Dih! Lo punya rumah sendiri, punya dapur sendiri kenapa harus pakai dapur rumah gue?"

"Simulasi suami istri."

Gabriel mendorong troli menuju tempat buah-buahan segar, meninggalkan Renika yang sudah mencak-mencak ingin mencakar wajah tampan tetangganya itu. Ini bukan kali pertama mereka belanja bersama tapi rasa dongkolnya masih sama saja.

"Lagian lo itu cuma perlu bilang apa aja yang udah gue list, gak ribet."

"Tapi gue perlu effort buat jalan kesana-kesini ngikutin lo."

"Mau masuk troli biar gak capek?" Gabriel tidak sedang mengatakan omong kosong, kalau saja Renika mengiyakan sudah pasti gadis itu sekarang duduk manis bertemankan barang-barang belanjaan mereka.

"Makasih!" ujarnya ketus sambil memasukkan satu pack buah stroberi.

"Ambil dua, sekalian buat stok." lantas Renika memasukkan satu pack lagi dengan muka yang masih tersungut-sungut.

Belanja besar-besaran seperti ini memang sering mereka lakukan, apalagi saat orang tua Renika melakukan perjalanan bisnis atau mengikuti beberapa pertemuan keluarga. Tidak hanya bersama Gabriel terkadang juga Nathan atau bahkan mereka berangkat bertiga, tergantung siapa yang mengetahui isi kulkas Renika yang sudah sekarat.

"Nathan kemana?"

"Kabur."

"Lagi?" Gabriel mengangguk seraya kembali mendorong troli, tapi kali ini menuju meja kasir.

"Gue mau ngopi dulu abis ini, El."

"Katanya lagi males?"

"Tiba-tiba pengen kopi."

"Emang banyak plot twist hidup lo."

"Dikira cerita novel apa?"

"Mood lo juga aneh."

"Terus aja roasting gue, terus!"

Perdebatan diantara mereka memang sering terjadi, kadang justru berdebat antara satu sama lain adalah penghilang stress bagi keduanya. Entah saat Gabriel kehilangan jejak Nathan seperti hari ini atau karena Renika gagal mendapat nilai tinggi di suatu tes, akan selalu ada sesi saling menghina untuk melupakan masalah sejenak.

Dan pada akhirnya Renika mengerti kenapa Gabriel ngotot sekali mengajaknya pergi belanja, lelaki ini sedang banyak pikiran apalagi Nathan kembali menghilang tanpa jejak. Oleh karena itu Renika mengajak Gabriel untuk mampir sejenak sekedar membeli kopi, siapa tau satu gelas kopi susu kegemaran mereka bisa meredakan nyeri di kepala Gabriel yang Renika yakin tidak akan hilang sebelum bisa berbicara dengan saudara kembarnya.

Alasan terbesar si kembar seolah kehilangan pijakan adalah Ayah. Pria itu sangat keras terhadap angka-angka di buku raport yang pastinya sangat membebani Nathan yang notabene lebih suka berada di lapangan dari pada dalam kelas. Renika juga menghadapi persoalan yang sama, bedanya dirinya tidak punya pembanding saudara karena Renika adalah anak tunggal.

Papanya dan Ayah dari Gabriel dan Nathan memang satu spesies, nilai adalah segalanya bagi mereka. Kalau kamu gagal berarti kamu kurang berusaha, padahal sejatinya tidak seperti itu. Beberapa orang akan gagal di bidang matematika tapi akan sangat pandai di bidang sastra, beberapa yang lain tidak pernah bisa mendapat nilai memuaskan tapi dia memenangkan banyak piala kejuaraan non akademik. Setiap orang berbeda, tapi bagaimana bisa mereka meyakinkan orang tua sekeras kepala Ayah mereka?

Gadis itu tau dengan jelas bagaimana setiap resah yang si kembar rasakan. Mereka bertiga bukan hanya teman sejak kecil, mereka lebih dari itu. Sedari kecil Gabriel akan selalu mendapatkan peran si sulung yang dengan suka cita akan menjaga Renika dan Nathan, mereka bagaikan saudara sekandung saat bersama-sama. Bahkan posisi itu terbawa sampai hari ini, Renika akan selalu jadi bungsu yang sesekali merepotkan.

Renika Catra tidak hanya seorang adik menyebalkan yang terkadang mendapatkan keusilan dari kedua kakaknya, gadis dengan kepang dua sebagai ciri khasnya itu tidak sesederhana itu, Renika juga teman dan pendengar yang baik bagi mereka. Sosok yang mereka perlukan kalau-kalau pertengkaran kecil di rumah sedang terjadi.

"Hal apa yang paling lo syukuri sampai hari ini, El?"

Gabriel dan Renika duduk berhadapan di salah satu kedai kopi kecil langganan mereka. Tidak banyak meja yang tersaji dan mereka berdua adalah pelanggan tetap yang akan selalu duduk di dekat jendela, menikmati masing-masing satu cangkir kopi susu dengan melihat lalu lalang kendaraan yang padat.

"Jadi Abang."

"Seseneng itu?"

"Meskipun gue sama Nathan itu kembar, dia tetep adik buat gue. Sama kayak lo, mungkin orang lain lihatnya lo cuma sekedar tetangga yang kebetulan satu sekolah dan sialnya satu kelas. Tapi bagi gue lo tetep adik bontot gue."

"Kenapa gitu?"

"Ya gue gak punya adik cewek."

Renika menatap lurus ke manik legam milik Gabriel, dirinya tahu beban seorang kakak itu tidak pernah mudah, bahunya benar-benar harus tegak demi adiknya. Dan Gabriel mengambil peran itu dengan sangat sempurna menurutnya, entah sebagai kakak dari Nathaniel atau sebagai kakaknya, bagaimanapun tanggapan orang lain Gabriel tetap seorang kakak yang memukau.

"Kalau aja Mama masih disini dia pasti seneng banget, dua anak bujangnya udah bisa saling ngerti satu sama lain. Udah gak pusing rebutan mobil-mobilan warna merah, udah gak rebutan permen kaki lagi, gak berantem gara-gara satunya makan nasi goreng pakai kecap dan yang satunya nggak. Si kembar udah gede sekarang."

"Mama pasti bangga juga sama lo, tinggal langkah kecil dan lo bisa terbang ke NY."

"Makasih buat rahasiain itu." Gabriel mengangguk sambil kembali menyesap kopi miliknya.

"Re, gue tau mungkin lo udah muak dengerin ini tapi gue masih butuh jawaban dari lo." tatapannya lurus menatap Renika lembut.

"Apa?"

"Sampai kapan lo bertahan sama hubungan kalian? Dari awal gue udah was-was waktu denger kalian jadian dan kenyataan dia lebih sering nyakitin lo dari pada bikin lo bahagia itu nyakitin gue juga."

Renika tersenyum samar, dia tau dengan jelas kegelisahan yang Gabriel dan Nathan sembunyikan. Bahkan Bintang yang notabene adik kandung Mahendra saja menyuruhnya putus dengan sang kakak berkali-kali.

"El, perasaan gue itu sederhana kok. Gue cuma mau Kak Mahen cinta sama gue kayak gue yang cinta sama dia."

"Tapi dia masih stuck di masa lalunya, lo gak capek?"

"Capek banget, El. Tapi gue bisa apa?"

To be continue...

Ripple || Mark Lee (Completed)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang