Chapter 5: My Home

30.2K 2.6K 76
                                    

Don't Like Don't Read

.

.

.

Warning! Penulisan EYD yang kurang tepat dan typo bertebaran⚠️

.

.

.

-Happy Reading-

💖Up cepat buat rewards kalian karena cerita Dio udah 100 Vote😭, Thank U So Much💖😭 Yukk Vote lebih banyak biar aku tambah semangat lanjutin ceritanya🔥🔥

06.10 AM, Ders Hospital.

Sinar mentari yang masih terlihat malu menampak dirinya, membuat anak kecil yang terlelap di brankar kini sudah terbangun dari tidurnya.

Sudah satu minggu lamanya ia berada diruang yang didominasi putih ini, dan selama itulah tidak ada lagi caci maki dan pukulan yang diterima Dio. Bahkan luka pada tubuhnya berangsur-angsur membaik karena dua orang yang ia tahu ayah dan kakaknya memperlakukannya dengan baik.

Meski begitu, Dio masih terlalu kaku dan masih merada ketakutan jika berhadapan dengan mereka berdua. Hanya isyarat tubuh kecilnya lah yang menjadi perantara komunikasi dirinya pada mereka berdua.

Dirinya takut bersuara

Dirinya takut berbuat sesuatu yang membuat mereka berdua marah dan berakhir memukulnya seperti yang dilakukan ibu panti.

Sebuah pemikiran yang sudah tertanam sejak dini begitu mengukung diri Dio agar tidak bisa bertindak semaunya. Bahkan anak kecil itu selalu menurut apa yang dikatakan pria yang menyebut dirinya sebagai kakaknya.

Cklek..

Sebuah pintu terbuka menampakkan Armando yang terlihat tampan dan awet muda meskipun dirinya sudah berusia setengah abad.

Pakaian kasual namun tetap mahal melekat di tubuhnya karena dirinya baru saja kembali dari apartemen anaknya, pria tersebut mendekat ke arah brankar dan melihat bahwa Dio sudah bangun dari tidurnya.

"Pagi sekali kau bangun baby" ucap Armando lembut lalu perlahan menggendong Dio ala koala, sedangkan Dio hanya menurut dengan mengalungkan tangan kecilnya di leher Armando dan menyembunyikan wajah menggemaskannya keceruk leher pria tersebut sambil menikmati aroma tubuh maskulin daddynya.

"Tidur lagi ya baby, Kau harus banyak-banyak istirahat" ucap Armando seraya menepuk lembut punggung putra kecil sambil menggerakkan tubuhnya kekanan dan kekiri dengan pelan. Beruntung saja selang yang selalu menjadi alat bantu pernapasan Dio selama ini sudah dilepas tiga hari yang lalu sehingga Armando lebih leluasa menggendong putra kecilnya meskipun masih berhati-hati karena infus di tangan mungil putra kecilnya masih belum terlepas.

Masih dengan situasi yang sama, Febrian yang baru saja menyelesaikan tugasnya segera berjalan menuju ruang inap adik bungsunya dan sesampainya ia melihat bahwa adik kecilnya tertidur di gendongan sang ayah.

"Apa yang terjadi?"

"Seperti biasa, baby suka bangun lebih pagi" sahut Armando dan hanya di balas anggukan lega dari Febrian.

"Apa masih tidak mau berbicara dad?"

"Iya, Baby hanya diam, tidak menangis saat sakit dan selalu mengikuti apapun yang daddy mau" ujar Armando sendu.

I'm Dio! (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang