20 : misalnya aja gue ga ada

23 12 0
                                    

Hari ini, membuat Michelle begitu lelah. Ia baru saja pulang sekolah dan tadi ketika di sekolah. Harus dilakukan ulangan harian.

Membuat Michelle yg belum bersiap apapun menjadi kelimpungan harus bagaimana, karna tidak tau apa-apa hanya bisa pasrah.

Ketika sudah memasuki rumah, ia melihat dafa-ayahnya. Michelle hanya lewat, dan tak menyapa sang ayah. Krna menurut Michelle, buat apa? Toh ayahnya juga tak pernah menganggap nya ada.

Dafa yg melihat Michelle hanya melewati nya, hanya diam seraya menonton TV. Ia juga merasa bodoh amat akan Michelle.

Saat sudah tiba di kamarnya. Michelle segera bebersih bersih diri. Rasanya hari ini sangat panas dan melelahkan. Sungguh.

Setelah bebersih bersih diri, ia mengistirahatkan tubuh nya sejenak. Namun, baru saja sejenak. Tiba-tiba suara pintu terbuka dengan kasarnya.

Ternyata itu dafa, Michelle yg merasa terganggu pun membangunkan tubuh nya. Ia mengangkat alis nya sebelah. Ia heran, ada apa ayahnya datang dengan tak sopannya membuka pintu dengan kasar.

Dafa yg melihat Michelle terdiam pun mendekat. Lalu berucap. "Hari ini, kata nya kamu ulangan kan? Mana kertas ulangan kamu? Saya ingin liat" Ucap dafa dengan pelan, namun terkesan tegas.

Michelle yg sudah tau akan terjadi sesuatu karna feelingnya sudah tak bagus. Segera mengambilkan kertas ulangan hariannya kepada dafa-sang ayah.

"Ini" Ucap Michelle seraya memberikan kertas ulangannya kepada sang ayah.

Dafa yg mendapat kan uluran kertas ulangan selembar tersebut pun mengambilnya.
"Apa-apaan ini? 85? Rendah nya.. " Ucap dafa meremehkan.

Michelle hanya dapat memutar bola matanya malas.

"Nilai 85 mau di banggakan bagaimana ha? " Sarkas dafa.

Michelle rasanya ingin marah, tapi ia masih bisa menahan nya. Ia menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan.
"Tapi, itu udah pake pemikiran ell. Mau ayah paksakan gimana lagi? Sampe ell betulan tiada? Atau nunggu ajal ell baru ayah bisa bangga?" Ucap Michelle.

Dafa terdiam sesaat, lalu membalas ucapan anaknya itu. "Yah.. Sampai saya, tidak dapat melihat wajah mu di depan saya. " Setelah mengatakan itu, dafa pun keluar dari kamar Michelle.

Michelle menatap kepergian ayahnya. Ia terkekeh miris sejenak. "Hidup itu lucu. "

***

Malam hari telah tiba, seperti biasa. Akan ada leon bersama Michelle malam ini.

"Al.. Gimana rasanya hidup menurut kamu?" Tanya Michelle di sela sela celotehnya.

Leon terdiam sejenak, lalu menyahut.
"Hidup itu, mau di bilang seprti air yg mengalir terus mengikuti arusnya. Tidak juga, heum.. Menurut al. Hidup itu kayak bintang. " Sahut León.

Michelle mengerut kan alisnya.
"Bintang?" Tanyanya.

Leon mengangguk. Lalu kembali berucap.
"Iya, awalnya aja indah. Lama kelamaan, bintang menjadi salah satu org yg kita syg pulang ke pangkuan Tuhan. "

Michelle mengerti.lalu Michelle menganggukan kepalanya. "Ell tau, banyak dari manusia bilang. Kalo org udah tiada, pasti jadi bintang" Ucap Michelle membuat Leon tersenyum.

Leon tersenyum seraya mengusap kepala Michelle.
"Kalo menurut ell? Hidup itu gimana? " Tanya Leon.

Michelle yg di tanya seperti mengalihkan pandangannya, ia hanya melihat bintang dan menyahut. "Kayak obat, ada yang manis tapi juga ada yang pahit. Dan kayak kopi, kalau tanpa gula bakal pahit, tapi kalau di pakai gula bakal manis" Sahut Michelle, dengan tatapan yg sulit di artikan.

Leon yg tadinya mengusap kepala Michelle berhenti. Membuat Michelle menatap Leon.
"Ell.. Idup itu kadang ga semenyenangkan yg kita manusia kira. Jadi, Terima apa yg Tuhan kasih ya?" Ucap Leon dengan pemikiran dewasa, dan Michelle hanya mengangguk.

Hingga, hening menyapa keduanya.

Lalu, sedetik kemudian. Michelle kembali membuka suara.

"Gimana kalo ell tiada?" Tanya Michelle, membuat Leon menatap Michelle tak suka.

"Kenapa ngomong gitu? " Tanya Leon.

Michelle yg di tanya seprti itu hanya menggelengkan kepalanya. "Ga, ell cmn tanya aja. Jika semisalnya ell tiada, Leon akan gimana?" Ujar Michelle.

Leon menghela nafas gusar, lalu berucap.
"Leon akan sedih, sesedih dan akan marah. Karna ell ninggalin al sebelum al yg pergi duluan. Soalnya kita berdua udah janji, akan cari sama sama gevano." Sahut León.

Michelle hanya terkekeh.
"Ternyata, ell banyak membuat janji ya? Ell takut.. Takut kalo nanti nya, ell ga bisa nepatin janji itu. " Ucap Michelle khawatir.

Leon tersenyum, lalu memeluk erat tubuh kecil itu.
"Serahin ke Tuhan aja, pasti akan di bantu." Ujar Leon. Dan itu, mampu membuat Michelle tersenyum.

"Makasih udah terlahir di dunia, mungkin. Kalo g ada al. Ell pasti akan kesepian dan sedih" Ungkap Michelle.

"Iya, kamu juga ya? Makasih udah terlahir di dunia. Kalo ga ada ell, al ga tau arti kehidupan sebenarnya" Balas Leon.


****

Don't forget to vote and comment.

Mau cowok kayak Leon deh. Tpi.. Leon fiksi.

menangis di jalan pulang (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang