Bab 021: Konflik Batin

12 1 0
                                    

Author's Note:

Mungkin nanti pada update selanjutnya nama kota Bavilés bakalan diganti jadi Baviles. Soalnya di notebook gak bisa nulis karakter é. Jadi mohon mangap yang sebesar-besarnya (?). 🤣✌️

Gak usah banyak basa-basi, enjoy the story, gaes. 😁

- - - - - - - - - - - -

Secara perlahan kesadaran Dimas kembali, ditandai dengan kedua matanya yang terbuka. Namun, ia merasa tubuhnya sangat lemas akibat dari pertarungan beberapa saat lalu. Pria itu membalikkan tubuh dan terbaring sembari menatap langit-langit demi memulihkan tenaga. Namun, napasnya masih terengah-engah karena terlalu memaksakan diri.

Beberapa saat kemudian Dimas mulai bangkit. Namun, ia mendapati dua rekan wanitanya masih terbaring tak sadarkan diri. Dimas berjongkok lalu mengangkat tubuh Elina dan menepuk bahunya, berusaha agar wanita itu dapat segera siuman. Namun, gadis bersurai pirang itu sama sekali tak bereaksi apa-apa. Seketika Dimas teringat akan janjinya pada ayah Elina, membuat batin lelaki itu dipenuhi rasa penyesalan. Dalam hati dia mengumpati diri sendiri, yang dianggap tidak becus melindungi rekannya, terlebih ia adalah seorang wanita.

Tak berselang lama perlahan Elina membuka matanya. Ia tersenyum menatap Dimas dan berucap lemah, "Dimas, apa kamu baik-baik saja?"

Dimas hanya menggeleng pelan. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu."

"Oh iya. Apakah Diky masih ada di sini?"

Dimas hanya menggeleng. "Tenang saja. Dia sudah pergi."

"Syukurlah kalau begitu, Dimas," ucap Elina lemah.

Rasa penyesalan kembali menghantui batin Dimas. Ia menoleh ke arah lain karena tak mampu menatap wajah rekan perempuannya itu. "Maafkan aku, Elina. Aku ..., aku tidak bisa melindungimu."

Tak disangka tangan Elina meraih pipi Dimas dan mengarahkan wajahnya agar dapat saling berpandangan. "Aku tidak menyalahkan kamu, Dimas. Justru aku yang harus minta maaf karena tidak bisa menyokongmu saat bertarung."

Dimas melirik ke arah lain, berusaha agar tidak saling berpandangan dengan Elina. Namun, wanita itu hanya tersenyum lembut dan berkata, "Tatap mataku, Dimas. Apa aku terlihat seperti membencimu?"

Masih diselimuti rasa penyesalan membuat Dimas tidak menuruti permintaan Elina. Lelaki itu terus melihat ke arah lain dan bungkam, seakan bibirnya tak mampu mengatakan satu kata pun. Secara tak terduga Elina berusaha untuk bangkit dan memeluk tubuh pria dari dunia lain itu.

"Dimas, berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Aku tahu betul resiko sebagai petualang, yang harus siap bertarung setiap saat."

Dimas mengangkat kedua tangan untuk memeluk balik, tetapi menurunkannya lagi. Dia merasa ragu jika harus melakukan kontak fisik dengan seorang wanita. Seumur hidup lelaki itu tidak pernah menjalin hubungan percintaan karena disibukkan oleh pekerjaan demi menghidupi dirinya, yang tinggal seorang diri setelah ditinggal kedua orang tuanya.

"Diky, di mana kau?! Keluarlah, jangan bersembunyi!"

Teriakan Cheryl barusan mengagetkan Dimas dan Elina. Setelah melepas pelukan Elina berdiri dan menghampiri sahabatnya itu. "Sudahlah, Cheryl. Dia sudah pergi."

Cheryl mengepalkan kedua tangan dengan erat. Tatapan mata yang tajam diikuti dengan napas yang memburu menyiratkan rasa amarah menyelimuti batin gadis pemburu itu. Melihat ekspresi rekannya membuat Dimas berusaha untuk menenangkan dirinya. "Tenang saja, Cheryl. Aku sudah mengalahkan Diky."

Cheryl hanya melirik Dimas dan tersenyum mencibir. "Benarkah? Aku sama sekali tidak percaya."

Perkataan gadis itu menusuk batin Dimas untuk sesaat. Pria itu menggaruk kepala karena merasa canggung. "Uhh. Memang kedengarannya mustahil, tapi aku benar-benar mengalahkan Diky tadi."

(Cancelled) Utusan Kristal SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang