Bab 024: Titik Balik

4 1 1
                                    

Hari pun berlalu. Dimas berjalan menyusuri padatnya jalan utama ibu kota Kekaisaran Henada dengan baju ketat, yang biasa dijadikan lapisan dalam saat mengenakan zirah. Lelaki itu berniat membeli perlengkapan baru karena rusak parah seusai melawan Ksatria Kegelapan. Namun, benak Dimas masih tidak mengerti kenapa sahabat semasa kecil sekaligus pendahulunya itu kini malah berpihak pada Farus, Dewa Penguasa Kegelapan yang membuat kekacauan di penjuru Eoggavar.

Beberapa saat kemudian, Elina yang tampak membawa kantung berisi bahan makanan datang menghampiri. "Ah, kamu mau ke mana, Dimas?"

"Eh, aku mau pergi ke tempatmu, Elina," jawab Dimas yang sedikit tersentak karena lamunannya seketika buyar.

Elina tersenyum lalu berkata, "Kebetulan sekali, aku juga baru selesai belanja. Mau pergi bersama?"

Dimas balas tersenyum dan mengangguk pelan. "Boleh saja. Kalau mau, aku bisa bantu bawakan belanjaanmu."

"Tidak usah. Lagipula ini tidak terlalu berat."

Akhirnya mereka pun kembali meneruskan perjalanannya. Namun, suasana mendadak canggung karena Dimas hanya diam termenung. Batinnya masih diselimuti kekecewaan akan perubahan Diky setelah tak bertemu sekian lama. Menurut sepengetahuan Dimas, sahabat masa kecilnya itu memiliki sifat pengasih meskipun terkadang sedikit keras kepala. Namun, kini dia berubah menjadi sangat dingin dan terkesan angkuh. Seolah-olah perubahan sifatnya itu dipengaruhi saat dirawat oleh Paman dan Bibinya.

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Elina tersenyum lembut dan bertanya, "Kamu kenapa, Dimas? Tidak biasanya kamu murung begitu."

Dimas yang terkejut langsung sedikit tersentak lalu menggeleng pelan. Dia tersenyum untuk menyembunyikan kegelisahan dalam batinnya. "Ti-tidak ada apa-apa. Aku hanya memikirkan misi apa yang akan kita dapatkan nanti."

"Jangan bohong. Aku tahu kamu sedang memikirkan masalah yang rumit," ucap Elina lalu tersenyum lembut. "Ceritakan saja padaku. Mungkin aku bisa sedikit membantu," tambahnya.

Dimas seketika menunduk lemah. Dalam hati ia mengumpati dirinya sendiri, yang tak mampu menyembunyikan apa yang dia rasakan. Setelah dirasa agak tenang, lelaki itu menarik napas panjang lalu menceritakan semua kegelisahan dalam benaknya.

Sesaat Elina tertegun lalu menunduk lemah dengan wajah murung. Batin wanita itu seakan terkoyak saat mengingat waktu Diky menyerang dengan sihir kegelapan hingga membuatnya jatuh pingsan. "Aku ..., aku juga tidak habis pikir, kenapa Diky sekarang berpihak pada Sang Penguasa Kegelapan."

Dimas hanya menghela napas panjang. Pikirannya seakan buntu karena tidak mengetahui jawaban barusan. "Umm, menurut kamu, apa sifat Diky seperti itu lima tahun lalu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Elina ikut menghela napas lalu menjawab, "Memang benar, dia benar-benar sangat dingin. Sampai-sampai Pak Gilbert sedikit kesulitan untuk mendekatinya."

"Pak Gilbert, ayah Cheryl?" tanya Dimas kebingungan.

Elina mengangguk pelan lalu tertawa kecil. "Aku ingat Diky selalu menghindar ketika Pak Gilbert mengajaknya makan malam di Serikat Petualang. Tidak hanya itu, waktu Diky baru menjadi petualang saja, Pak Gilbert sampai memohon agar dia bergabung dengannya."

Dimas tertawa kecil sembari mengangguk kepalanya. "Hehehe. Ternyata ayah Cheryl sangat jauh berbeda darinya."

Tiba-tiba tatapan Elina menjadi sayu, seakan penuh kesedihan. "Sebenarnya sifat Cheryl berubah setelah kedua orang tuanya gugur, Dimas. Dulu dia tidak seperti sekarang ini."

"Eh, umm, benar juga," kata Dimas seraya menepuk kening. "Aku benar-benar lupa. Hehe," tambahnya lalu tertawa canggung.

"Ah, aku lupa. Kita harus pergi sekarang. Ibu pasti sudah menunggu," ucap Elina.

(Cancelled) Utusan Kristal SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang