Melihat semua orang pergi, Diky hanya menghela napas panjang lalu menggeleng lemah. Ia sama sekali tak habis pikir akan sikap Cecilia yang sangat keras kepala. Tak cukup sampai di situ saja, gaya bicaranya yang angkuh dan terkesan merendahkan membuat Diky perlahan merasa muak. Komandan wanita itu hanya mementingkan urusannya sendiri, tanpa menghiraukan apa yang orang lain rasakan.
Tak mau memikirkannya lebih jauh, Diky langsung duduk bersila ke tanah sembari menutup kedua matanya. Kemudian ia menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Beberapa saat kemudian lelaki tersebut merasakan hawa dingin di sekujur tubuh, tanda bahwa energi sihirnya mulai terisi. Namun, semua itu masih jauh dari kata cukup. Diky kembali meneruskan meditasi untuk mengisi tenaga sihirnya yang terkuras banyak.
Hampir tiga puluh menit berlalu, Diky merasakan energi sihirnya mulai terisi penuh. Ia beranjak bangkit dan mengerahkan tenaga sihir untuk membuat portal yang akan membawanya kembali menuju Baviles. Begitu portal terbuka, lelaki itu tanpa ragu memasukinya dan berjalan lurus ke dalam kegelapan yang menyelimuti.
Diky melihat seberkas cahaya dari kejauhan, pertanda bahwa dia kini sudah tiba di tempat tujuannya. Setelah keluar dari portal, lelaki itu dikejutkan oleh dua tentara Kekaisaran Henada bersenjatakan tombak yang berjaga di gerbang utama bersiap untuk menyerang. Satu dari mereka berdecak kesal lalu bergumam, “Ternyata kau. Kukira goblin sialan yang akan menyerang lagi.”
Melihat reaksi dua prajurit itu membuat Diky hanya memberi tatapan tajam dengan napas yang memburu. Kedua tangan yang terkepal erat mengisyaratkan lelaki tersebut sedang menahan panas dari gejolak amarah dalam hatinya. Namun, ia tak mau membuat kekacauan dan berusaha untuk mengalah. Mantan Kesatria Kegelapan tersebut terus menatap tajam ke arah dua tentara Kekaisaran, yang mungkin bisa menghunuskan tombaknya kapan saja.
Cukup lama Diky dan kedua tentara tersebut saling menatap tajam, tanpa satu dari mereka yang berusaha untuk menyerang terlebih dahulu. Setelah amarah dalam hatinya sedikit mereda, Diky akhirnya berkata, “Kalian tenang saja. Aku datang ke sini bukan untuk bertarung.”
Namun, dua tentara itu tak percaya begitu saja. Mereka terus menatap mantan Kesatria Kegelapan itu dengan tajam, sembari mempertahankan kuda-kuda untuk menyerang. Diky hanya bisa menarik napas panjang melihat reaksi keduanya. “Sudahlah. Aku tidak mau bertarung melawan kalian,” ujar Diky serius.
Merasa mantan Kesatria Kegelapan itu tak kunjung menyerang, kedua tentara yang berjaga langsung menurunkan senjatanya dan kembali ke posisi semula. Salah satu dari mereka bertanya, “Jadi, apa maumu?”
“Aku hanya ingin bertanya, apa Komandan Cecilia sudah kembali dari Menara Persembahan?”
Kedua penjaga itu hanya menggeleng. “Sampai sekarang dia masih belum kembali. Memang ada apa?”
“Kalau begitu beritahu dia, aku tunggu di Serikat Petualang. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya.”
“Hmph. Baiklah, akan kusampaikan,” ujar salah satu penjaga.
Tanpa banyak basa-basi, Diky langsung memasuki Baviles. Namun, penduduk yang kebetulan berada di sekitar memberikan reaksi yang tidak mengenakkan. Sebagian dari mereka menatap mantan Kesatria Kegelapan itu dengan perasaan cemas, takut jika ia akan memimpin pasukan goblin untuk menyerang kembali. Sedangkan lainnya memberi tatapan tajam penuh kebencian dengan alasan yang sama.
Menyadari reaksi tak menyenangkan diarahkan pada dirinya, Diky terus melangkah dan terus memandang lurus ke depan. Ia tahu persis, invasi goblin ke Baviles dan percobaan penculikan putri Kekaisaran sudah mencoreng namanya, meski dia pernah berstatus sebagai Utusan Kristal Suci. Diky hanya terus melangkahkan kedua kakinya, meski mendapat reaksi tak menyenangkan dari penduduk Baviles yang ia temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Cancelled) Utusan Kristal Suci
Fantasy"Di manakah ini? Apa aku sudah mati?" Setelah membuka mata, Dimas Santoso, pria 28 tahun dari Bumi, mendapati dirinya telah pindah ke sebuah dunia lain bernama Eoggavar. Menurut pengakuan Elina dan Cheryl, gadis petualang yang pertama ia temui, lela...