Setelah meninggalkan istana, Dimas ditemani seorang tentara yang ditugaskan untuk mengendarai kereta kuda berisi empat orang, langsung menuju Howell’s Smithy. Namun sepanjang perjalanan Utusan Kedua itu hanya bungkam sembari menatap kursi penumpang. Tak ayal, rasa cemas akan keselamatan putri Kekaisaran memenuhi isi sanubarinya. Di samping itu, ada satu hal lagi yang mengganjal hati pemuda itu.
Untuk tugas kali ini dia akan melawan Ksatria Kegelapan yang dikabarkan tak terkalahkan oleh siapapun.
Dimas tahu betul, meskipun ia mahir dalam ilmu bela diri di dunia sebelumnya, dia sama sekali belum pernah terlibat dalam pertarungan. Terlebih baru, kali ini dirinya menggunakan pedang, yang ukurannya jauh lebih panjang dari golok yang pernah dipelajari olehnya.
“Tuan Dimas, kita sudah tiba di Howell’s Smithy.”
Dimas yang sempat terkejut langsung membuka pintu masuk di sampingnya dan keluar dari dalam kereta. Tak lupa dia berterimakasih atas tumpangan yang telah diberikan oleh tentara itu.
“Tidak usah sungkan-sungkan, Tuan. Sudah jadi tugas saya untuk mengantar Anda.”
Dimas mendekati tentara itu dan bertanya, “Ngomong-ngomong, apa kamu akan ikut mencari ke mana Ksatria Kegelapan itu pergi?”
Tentara tersebut hanya meletakkan tangan ke dada sebagai tanda penghormatan. “Mohon maaf, Tuan. Saya tidak bisa ikut bersama Anda, karena saya harus berjaga di istana.”
Dimas hanya tersenyum kecil, walau hatinya sedikit merasa kecewa. “Baiklah. Aku mengerti.”
“Saya rasa Cheryl dapat mengemudikan kereta ini, Tuan. Jadi Anda tidak perlu khawatir.”
Dimas hanya menggaruk kepala. Padahal yang ia inginkan adalah, tentara itu membantunya jika nantinya dia harus bertarung melawan Ksatria Kegelapan.
Tak berselang lama Elina keluar dari dalam rumahnya dan menghampiri dua lelaki tersebut. “Ah, Dimas, akhirnya kamu datang juga. Aku sudah menunggu dari tadi.”
“Eh, itu ... itu karena Yang Mulia menyiapkan kendaraan untuk kita dulu.”
Elina hanya mengangguk karena mengerti keadaan yang sebenarnya, sementara tentara itu meminta izin untuk kembali ke istana. Dimas langsung menunjuk bangunan Howell’s Smithy.
“Apa Cheryl sedang menunggu di dalam?”
Elina hanya menggeleng pelan. “Dia langsung kembali ke rumah setelah melaporkan misi. Aku rasa ia masih bersiap-siap sekarang.”
“Baiklah kalau begitu. Kita tunggu saja di sini.”
Beberapa menit kemudian Cheryl sudah tiba. Ia membawa dua tas tempat penyimpanan anak panah yang tampak masih baru. “Maaf membuat kalian menunggu. Ayo kita lekas pergi.”
“Umm, Cheryl, apa kamu bisa mengendarai kereta kuda?” tanya Dimas.
Cheryl hanya tersenyum menyinggung seakan penuh percaya diri. “Tenang saja. Ini mudah untukku.”
“Tapi kita harus pergi ke pos timur terlebih dahulu. Mungkin kita bisa mendapat informasi tentang keberadaan Ksatria Kegelapan di sana,” sela Elina.
Seketika ekspresi Cheryl berubah. Tatapan matanya kini lebih tajam seakan serius menanggapi situasi saat ini. “Kalau begitu kita harus cepat pergi. Terlambat sedikit saja, Ksatria Kegelapan itu bisa-bisa pergi begitu saja.”
Tiga petualang tersebut langsung memasuki kereta kuda. Tanpa menunggu lama mereka akhirnya bergegas meninggalkan Bavilés, dengan harapan semoga saja sang putri dan Ksatria Kegelapan belum pergi jauh.
***
Satu setengah jam pun berlalu begitu saja. Dari kejauhan Cheryl dapat melihat deretan dinding batu yang mengelilingi sebuah benteng. Tampak dua tentara bersenjatakan tombak dan perisai sedang berkeliling untuk memeriksa keadaan. Tidak salah lagi, bangunan itu adalah pos penjagaan Kekaisaran Henada.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Cancelled) Utusan Kristal Suci
Fantezie"Di manakah ini? Apa aku sudah mati?" Setelah membuka mata, Dimas Santoso, pria 28 tahun dari Bumi, mendapati dirinya telah pindah ke sebuah dunia lain bernama Eoggavar. Menurut pengakuan Elina dan Cheryl, gadis petualang yang pertama ia temui, lela...