Jika tidak bisa bertutur kata, biarkan edelweis yang menyampaikannya.
~Liefde en Moed~❃.✮:▹ ◃:✮.❃
“Oke sekian pembelajaran hari ini, kita bertemu kembali di minggu depan!”
“Baik, buuu,” Ujar seisi kelas serempak.
“Terima kasih, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Setelah guru pengajar pergi Arina langsung menidurkan kepalanya di atas meja. Entah kenapa hari ini dia merasa sangat lelah, padahal dia tidak ada jadwal berolahraga atau kegiatan apapun selain belajar. Punggungnya terasa pegal dan matanya teras berat. Jika diingat-ingat, mungkinkah ini efek dari gadangnya tadi malam? Pasalnya tadi malam ia begadang sampai jam satu pagi karena ingin menamatkan Film yang ia tonton.
“Panas, gak sih, Rin?” Maretta mengipasi wajahnya dengan buku catatan Fisika yang gambarnya terlihat serasi dengan mata pelajaran itu. Iya, bertuliskan rumus.
“Heem,” Arina bergumam.
Lalu Maretta mengipasi wajah Arina.
“Gimana?” tanyanya sambil memperlihatkan rentetan gigi mungilnya yang rapih.“Sejuk.” Sahut Arina balas tersenyum.
Mereka berdua telah bersahabat sangat lama. Tetapi, sudah cukup lama mereka tidak saling tatap seperti ini. Tatapan yang lama dengan senyuman mereka masing-masing. Jika keduanya saling mendeskripsikan, bagi Maretta, Arina itu sangat cantik. Arina memiliki wajah yang kecil, rambut yang lurus dan mata yang berkilau indah. Asumsinya, mustahil jika tidak ada orang yang menyukai sahabatnya itu. Begitupun Maretta bagi Arina, Maretta itu lebih cantik, bulu matanya lentik, hidungnya mancung, dan pipinya agak berisi, walaupun Maretta keturunan Tionghoa, tapi matanya tidak terlalu sipit seperti orang sana pada umumnya. Arina pastikan jika seseorang benar-benar menyukai sahabatnya dia tidak akan merasa kurang.
“Samlekum!” Arina lantas terbangun mendengar suara itu begitupun Maretta yang langsung menghentikan gerakan tangannya.
Dua orang bertubuh tinggi berjalan mendekati tempat duduk M yang berada di samping kanan tempat duduk Arina dan Maretta.
“Tugas dari Bu Jena.” Fian meletakkan selembar kertas di atas meja laki-laki itu. Selain pengurus OSIS M juga ketua kelas di kelasnya.“Bu Jena nya kemana, btw?” tanya M.
“Ke rumah sakit, tadi dia ditelpon ngedadak pas kebetulan lagi ngajar di kelas kita.” Sahut Nata.
M mangut-mangut sambil melihat isi tugas itu. “Thanks, ya?” Nata membalasnya dengan anggukan.
“Nata!” Seseorang memanggil Nata dari kursi belakang. Nata menoleh dan orang itu melambaikan tangannya. Ia balas tersenyum tipis untuk menanggapi orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUJANA
Teen FictionMari kita bersama selamanya. Tanpa memperhatikan dari jauh, dan tanpa rasa sakit. "Kesempatan hidup di bumi yang fana ini hanya satu kali, Rin, dan aku dedikasikan buat kamu." -Nata Alamsyah Dalam risalah, kita hanyalah dua atma yang tergugu oleh l...