38. Bandung dan Peristiwa

23 2 0
                                    

❃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Waktu menunjukkan pukul enam sore, langit Bandung sudah lebih gelap daripada warna jingga, suara azan magrib sudah terlewatkan, dan Arina baru saja pulang sekolah setelah melaksanakan salat magrib terlebih dahulu. Hari ini, gadis itu tidak pulang bersama Nata ataupun Maretta, karena tadi, saat jam pulang, ia memberitahu Nata bahwa akan ada pemilihan pengurus baru di eskul yang ia ikuti. Sedangkan Maretta,  gadis itu tidak mengikuti eskul yang sama dengan Arina.

Kini, Arina berada di trotoar yang sedikit jauh dari gerbang sekolah yang posisinya sebelum halte. Ia sengaja menunggu angkot di sana agar bisa lebih dulu naik, karena di halte banyak sekali orang-orang yang menunggu, walaupun mereka entah akan menaiki angkot yang mana. Namun, setengah menunggu dua puluh menit lamanya, Arina tidak mendapatkan angkot yang sesuai dengan jurusannya. Berbeda hal nya dengan orang-orang yang menunggu di halte, mereka sudah pergi dan halte itu sudah kosong. Karena cukup lama berdiri kaki Arina terasa pegal, ia memutuskan kembali ke halte agar bisa duduk di sana.

Kringg!!!

Ponsel Arina berbunyi, memperlihatkan panggilan telepon dari Nata. Gadis itu langsung mengangkatnya.

“Halo, Ta?”

“Udah bubar?” Tanya laki-laki di seberang sana.

“Udah dari tadi, ini aku lagi nunggu angkot.”

“Aku jemput, ya? Kamu tunggu di halte.”

Walaupun Nata selalu merasa tidak keberatan mengantar-jemputnya, Arina tetap tidak tega pada laki-laki itu. Ia pun menolak.
“Enggak usah, kasian kamu harus ke sekolah lagi.”

“Enggak papa. Inget ya, Rin, kamu enggak pernah ngerepotin. Jadi, tunggu di sana, sepuluh menit aku sampe.” Ucap Nata.

“Yaudah, aku tunggu.” Jika sudah mendebatkan hal seperti ini, akhirnya Arina selalu mengiyakan permintaan laki-laki itu.

Sambungan telepon pun tertutup. Nata yang sedang berkumpul dengan teman-temannya mengambil jaket dan kunci motornya.

“Mau ke mana, Ta?” Tanya Bima.

“Jemput, Arin,” jawab Nata dengan gelagak buru-buru.

Bima melihat jam yang terpasang di dinding, sudah hampir malam.

“Ti-ati,” pesannya pada Nata.

Laki-laki itu mengangguk dan pergi.

“Seneng gue liat Nata sekarang.” Ucap Deka sambil memperhatikan Nata sampai menghilang dibalik pintu.

“Bener juga,” sahut Dani.

Mereka tahu bagaimana Nata sebelumnya. Walaupun terpandang cuek dan irit bicara, tapi anak itu memiliki kenangan yang kelam. Mereka tahu semua itu. Dan dengan Arina dia tampak lebih berwarna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAUJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang