MS - 3

2K 75 24
                                    

"Kamu suka Nesa?" Tanya Risma.

"Iya."

"Kenapa nggak bilang dari awal?"

"Nggak tahu ahh." Ketus Arlan.

"Terus Icha gimana?" Tanya Risma speechless. Arlan angkat bahu.

Selepas itu Arlan mendadak badmood. Risma yang tidak enak hati dengan sikap Arlan langsung pamit.

"Kok buru-buru sih, Teh?" Tanya Elis.

"Iya, takut macet. Kasian Arlan kalau kemalaman. Besok harus ngajar." Risma beralasan.

"Ohh iya atuh. Ehh, Teh. Kapan acaranya?" Tanya Elis antusias. Risma tersenyum kikuk sembari melirik putranya yang mengerucutkan bibir.

"Nanti Teteh kabari ya gimana-gimananya." Ujar Risma jadi serba salah.

"Siap, Teh." Sahut Elis dengan senyum lebarnya.

Masuk mobil Arlan tampak emosi. Ia mengatupkan rahangnya kuat. Kekesalan terpancar nyata di wajahnya. Risma yang agak parno dengan kejamnya jalanan hanya bisa komat kamit membaca doa agar diberi perlindungan olehNya.

"A, lewat Sukabumi lagi ya?!"

"Kenapa?" Tanya Arlan malas.

"Pertama kalau lewat Puncak pasti macet parah. Kedua kalau kamu capek kita bisa stay dulu di Sukabumi. Kamu besok ngajar jadwal siang kan?" Papar Risma.

"Iya."

"Ya udah, mau nggak?"

"Oke, boleh."

Arlan pun menyalakan sein kiri, mengambil arah Sukabumi. Dan sepanjang perjalanan Arlan bungkam. Sehingga saat tiba di pusat kota Sukabumi, Risma kembali melirik sang putra. Tampak Arlan masih menyimpan kekesalan.

Gimana ini, aku takut dia nggak konsen nyetir pas di tol nanti. Batin Risma.

"A, mau stay dulu apa mau lanjut? Tapi kalau lanjut kamu harus baik-baik dulu." Pinta Risma. Arlan bergeming. "A."

"Istirahat dulu ya, Ma. Cari coffee shop." Ujar Arlan.

"Oke."

Arlan mencari tempat yang enak untuk dirinya beristirahat. Setelah menemukan rekomendasi yang pas melalui review kontributor sebuah aplikasi, akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke sebuah coffee shop yang baru di Kota Mochi itu. Arlan dan Risma pun segera disambut hangat security di depan pintu masuk.

Arlan mengedarkan pandangannya dan karena ia ingin menikmati kopi di lantai atas, Arlan lantas mengajak Risma ke atas.

Setelah mendapat meja yang nyaman baginya. Arlan dan Risma lalu memesan. Coffee latte jadi pilihan keduanya. Ditemani sepotong croissant.

"Aku boleh ngerokok?" Tanya Arlan.

"Kamu...." Risma geleng-geleng kepala.

"Sebatang kok, Ma. Suntuk."

"Ya udah, boleh. Tapi ini smoking area kan?" Risma lirik kanan kiri mencari tulisan yang ia maksud agar tidak malu akibat ulah anaknya yang ngotot ingin merokok itu. "Ehh itu...." Tunjuk Risma.

"Kenapa, Ma?"

"Kayak Nesa."

Mendengar nama Nesa, Arlan segera mengikuti arah telunjuk Risma. Benar saja ada perempuan muda yang tampak sibuk menata kue-kue cantik di atas meja di ruang seberang. Sepertinya ruang khusus private party.

Keduanya terus memantau baru saat Nesa selesai dan keluar dari ruang tersebut, Risma segera memanggil. Arlan yang merasa dirinya berantakan langsung kalang kabut.

Menikahi SepupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang