MS - 7

1.3K 56 5
                                    

"Nes, mau ke mana?" Tanya Arlan dengan dahi berkerut saat mereka berpapasan di teras depan.

"Pulang, A." Jawab Nesa singkat.

"A, kita pamit ya." Tambah Ita.

"Nes.... Tan...." Kerutan di dahi Arlan semakin nyata.

"Nesa tidak ingin memperpanjang, katanya yang udah ya udah aja. Nesa masih ingin kuliah, masih ingin bebas." Tepuk Risma, Arlan membulatkan mata.

"Nes?!"

"Iya, A." Sahut Nesa. Kerutan di dahi Arlan belum juga hilang.

"Ma?!" Arlan melirik Risma yang berdiri di sampingnya.

"Tante, A... Aku sama Ibu pamit ya?" Nesa hendak memyalami Risma saat tangan yang terulur itu ditarik Arlan.

"Nes...." Arlan menatap lekat Nesa.

"Apa A Arlan?" Tanya Nesa.

"Argh...." Arlan mendesah kasar.

Bukan gini, harusnya sesuai rencana aku. Kenapa jadi gini? Batin Arlan.

"Arlan...." Risma mengelus pundak putranya itu. Arlan tidak menghiraukan ibunya, netranya terus menatap Nesa.

"Kamu mau ke mana? Udah malem." Ujar Arlan yang terus menggenggam tangan Nesa.

"Pulang, rumah kita kan di Sukabumi. Bukan di sini." Sahut Nesa sembari berusaha melepaskan diri.

"Please jangan." Arlan menggeleng. "Tante, jangan dulu pulang." Pintanya pada Ita. "Nes..." Tatapnya kembali pada Nesa.

"Arlan, mereka diantar sopir kok." Seloroh Risma, menenangkan.

"Oke, kalau gitu biar aku yang antar." Putus Arlan.

"A....?!" Risma menatap putranya seksama.

"Aku nggak bisa biarin orang yang aku sayang pergi gitu aja setelah aku susah payah ajak datang ke hadapan Mama sebagai calon aku, Ma."

Semua terdiam mendengar kata-kata Arlan. Nesa sampai diam-diam menatap Arlan.

"Jangan pulang atau aku yang anterin kamu ke Sukabumi." Ujar Arlan pada Nesa.

"Teh...." Lirih Ita seraya menoleh kakaknya. Risma menelan saliva.

"Nesa, nginep dulu ya?!" Pinta Risma pada akhirnya.

Nesa tampak tidak terima tapi ia tidak bisa berbuat banyak terlebih kini Risma berteriak memanggil asisten rumah tangganya. "Bi....."

"Iya, Bu." Munah tergopoh menghampiri mereka.

"Tolong siapin kamar tamu." Titah Risma.

"Iya."

"Nes, Please." Arlan memohon.

Ita dan Risma saling tatap. Arlan berdiri tegap di hadapan Nesa. Tangannya terus menggenggam tangan Nesa erat. Tatapnya memelas pada gadis itu untuk tidak meninggalkannya.

"A...." Lirih Nesa sembari menggelengkan kepala.

"Mang Udung....." Panggil Arlan kemudian. "Maaaang...." Teriaknya.

"Iya, A?" Seorang laki-laki separuh baya tiba-tiba muncul dari dalam.

"Tolong kunci semua pintu termasuk pintu gerbang depan. Kuncinya kasih ke saya semua tanpa kecuali. Termasuk semua kunci mobil." Titah Arlan.

"Hah?!" Udung membulatkan mata.

"Ayo cepet."

"Ehh iya, A." Udung segera berlari, dilaksanakannya perintah sang anak majikan.

"Nes..." Arlan kini meremas jemari Nesa sembari terus menatap lekat Nesa.

Jantung Nesa mulai berdebar diperlakukan seperti ini. Ada yang lain. Ya semenjak kejadian di hotel kawasan wisata, ia merasa Arlan terlalu berlebihan untuk ukuran sepupu.

"Aku antar ke kamar ya?!" Tawar Arlan.

"Nggak usah, aku bisa sendiri." Tolak Nesa.

Arlan tidak menggubris penolakan Nesa. Ia terus menggenggam dan menuntun gadis itu menuju kamar tamu. Risma dan Ita yang melihat itu hanya bisa saling tatap tanpa kata.

"Nes...." Lirih Arlan tepat di depan kamar tamu.

Kenapa gini sih?! Batin Nesa. Ngenes.

"Ya, aku nginep." Putus Nesa. "Sana.... A Arlan juga istirahat." Usir Nesa.

Arlan bergeming, tatapnya masih betah pada sosok Nesa. Nesa mulai salah tingkah dengan tatapan itu.

"Aku sayang kamu, Nes." Bisik Arlan sembari mengecup kening Nesa lama. Nesa berdebar.

Menikahi SepupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang