QLC #5: Krisis Empat Bersaudara

4.2K 938 64
                                    

Pagi di rumah paling ujung Graha Dewata selalu berisik. Kelontangan teflon, desis setrika uap mini, kletak-kletik keyboard PC, dering alarm, dan segala bunyi lainnya tumpang tindih sementara keempat penghuninya sibuk memulai hari masing-masing.

Yang mondar-mandir di balik konter dapur, namanya Jelita Nareswari. Satu-satunya yang bisa memasak di antara ketiga saudaranya. Tata paling disiplin kalau urusan diet, jadi dia memanggang sendiri roti rendah kalorinya setiap pagi setelah mandi. Gadis itu bangun paling awal, kalau tidak menghitung Abim yang begadang. Hari ini, kakak laki-lakinya itu turun tangga dengan kantung mata menyedihkan setelah menggarap tugas bareng kawan-kawannya di Discord semalaman.

"Dek, laper."

Tata akhirnya memanggang satu porsi tambahan meski sambil mengomel tidak ikhlas. Kemudian mereka berdua duduk di meja makan, mengunyah sarapan berdua.

Lala jadi orang ketiga yang turun tangga buru-buru sambil memasang sepatu. Seminggu berlalu sejak kecelakaan tunggal itu, sekarang dia sudah kembali prima. Tas laptop menggantung dari pundaknya dan setumpuk berkas dijepit dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menggenggam kunci mobil.

"Bim, Ta, bangunin Aya. Kunci gerbang suruh dia bawa aja. Biar kalo pulang pagi buta lagi bisa buka sendiri. Nggak ngerepotin orang."

Abim dan Tata bertukar tatap sekilas sebelum yang laki-laki menyahut, "Oke, Kak."

"Kartu Starbucks gue mana, ya? Ada yang lihat- oh, nggak jadi, udah ketemu. Nanti gue balik malem, mau fitting wedding dress sama nyokapnya Laksa. Pada order makan aja, ya. Ntar gue transfer ke lo, Bim."

Setelah menerima anggukan Abim, Lala tidak menoleh lagi. Langkahnya dipacu menuju garasi. Tak lama kemudian, derum mesin mobil terdengar menjauh.

"Ta."

"Ha."

"Bangunin Aya, sono."

Tata menggeleng horor. "Ogah! Orang lo yang bilang 'oke'!"

"Ya, kan, Kak Lala nyuruhnya kita berdua."

"Bang, udah, lah. Takut banget lo sama Kak Aya?"

Abim menjangkau untuk merusak rambut Tata yang sudah dicatok meski tidak berhasil. "Lo juga sama aja takut!"

Tata nyengir. "Takut dicaplok ya, lo?"

Abim menirukan cengiran Tata dengan gaya mengolok. "Berangkat sekolah sendiri lo."

"Dih, gue bilangin Kak Lala-"

"Iye, iye, ah!" gerutu Abim sembari bangkit. "Utang nyawa lo sama gue."

"Liat dulu tuh nyawa lo masih ada apa kagak abis bangunin Kak Aya," kekeh Tata. Kepalanya didongakkan, ingin melihat Abim mengetuk pintu kamar Aya di lantai atas.

"Ya? Bangun, udah jam delapan!"

Pintu dibuka sejurus kemudian. Aya tampak geram dengan anak-anak rambut semburat, kaos Arctic Monkeys, dan celana pendek.

"Kenapa lo nggak bangunin gue dari tadi, sih, Bim?!"

Abim mundur. "Lah, gue kira lo udah-"

"Minggir, minggir!" Aya mencabut handuk dari balik pintu kamar dan berderap melewati Abim menuju toilet.

Abim melongok ke bawah tangga dengan bete, mendapati Tata terbahak di meja makan. "Puas lo, Dek?"

Tata melempar ciuman meledek di udara. "Banget!"

***

"Jecan-kuuu! JJ cantik-kuuu!"

Seruan heboh itu otomatis membuat kepala-kepala di sepanjang lorong kelas 12 menoleh. Tata memutar mata sembari tersenyum begitu melihat siapa pemanggilnya.

Quarter Love CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang