QLC #25: Krisis Anak Ibu

1.6K 270 131
                                    

Apartemen Gatra hancur.

Kakinya menginjak pecahan botol minuman beralkohol yang bercampur dengan furnitur kaca dan entah apa lagi yang berserakan memenuhi seluruh permukaan lantai. Laki-laki itu setengah limbung, berusaha mencapai pintu, dan melihat siapa yang berdiri di luar sana dari layar interkom.

Gatra merasa perutnya mual. Sesuatu menggelegak di dasar sana ketika dia mengenali sosok yang menekan bel apartemennya. Dia sudah pernah ada di posisi ini. Kecewa, marah, kesakitan. Tapi tetap dia bukakan pintu untuk gadis itu. Gadis-nya. Cinta matinya.

"Ngapain... Ya?" Dia setengah tertawa, setengah cegukan. Gatra menggelengkan kepala, berusaha memencet tombol mikrofon tanpa meleset. "Ngapain... di situ?"

"Mas Gat? Mas Gat mabuk?! Mas, buka pintunya!"

Suara Aya terdengar berbeda. Gatra mengerutkan kening. Entah telinganya yang tidak beres, atau otaknya yang sudah rusak.

"Mas Gat! Ini Tata!"

Pintu itu digedor dari luar. Gatra menutup mulut. Isi perutnya membuncah keluar lewat tenggorokan.

"Mas Gat muntah?! Mas, buka! Tata bisa bantu!"

Gatra menekan tombol pintu otomatis sebelum tubuhnya oleng dan jatuh ke lantai. Tata menjerit begitu menyaksikan kekacauan di hadapannya. Gadis itu terisak dan menahan tubuh Gatra.

"Mas Gat, maaf..." tangis Tata. "Maafin Kak Aya..."

Gatra menggeleng, meremat gaun Tata. "Tolong, Ta..."

Laki-laki itu mengadu. Dari semua amukan berantakan di dalam kepalanya, hanya aduan kekanakan yang mampu Gatra keluarkan.

"Tolong..."

***

"Abim!"

Lala mengejar adik laki-lakinya dengan perasaan campur aduk. Abim menyusuri sisi taman yang dijadikan lahan parkir untuk para undangan pesta dan menghampiri motornya tanpa menghiraukan Lala.

"Bim! Dengerin gue! Kita masih harus cari Aya dan bawa dia pulang!"

"Kak Lala cari aja sendiri." Abim menyahut dingin. "Lebih bagus kalau dia nggak pulang."

"Abim! Jangan keterlaluan. Apa pun yang Aya lakuin, dia tetep saudara kita."

"Dan Ibu juga tetep Ibu kita, kan?" tawa Abim pelan. "Mereka emang mirip dari dulu. Harusnya gue nggak kaget."

"Abhimana, please." Nada Lala menegas. "Sekali ini tolong jadi dewasa—"

"DIA YANG NGGAK DEWASA!"

Lala berjengit ketika Abim berteriak. Wanita itu menarik napas sementara orang-orang di sekitar mereka menoleh terkejut. Beberapa petugas keamanan tampak sudah siap mendekat untuk mencari tahu siapa yang menciptakan keributan.

"SURUH AYA DEWASA, SURUH DIA NGGAK SELINGKUH KAYAK IBU!"

Lala mengusap air matanya dengan cepat. Abim tidak pernah meledak. Seumur hidup bersama, Lala tidak pernah tahu sedalam apa irisan luka yang laki-laki itu pendam.

"Gue udah berusaha, Kak! Segitu takutnya gue buat deketin cewek yang gue suka karena gue takut gue jadi nggak fokus jagain lo bertiga! Segitu takutnya gue buat mulai hubungan karena gue takut bakal ditinggal sama orang yang gue sayang karena semua orang ninggalin kita! Ibu, Ayah, Laksa! Siapa lagi? Habis ini Gatra! Dan karena apa? Karena adik lo itu selingkuh dan nyakitin kita semua!" Abim mengusap wajahnya kasar. "Jangan suruh Abim dewasa, suruh Aya dewasa!"

Lala gemetar ketika motor Abim meluncur pergi dari sana. Derum mesinnya menggaungkan kata-kata yang sama yang memberi Lala mimpi buruk setiap malam.

Kakak yang gagal. Kakak yang gagal. Kakak yang—

Quarter Love CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang