QLC #8: Krisis Kakak Sulung

3.6K 750 47
                                    

"Gat. Soal biaya rumah sakit tadi—"

"Sstt. Udah. Nggak usah dipikirin, Ay."

"Jangan gitu. Lala juga pasti nggak mau—"

"Yang penting sekarang Kak Lala cepet pulih, oke?"

Aya mendorong gerbang terbuka sembari menghela napas, memutuskan untuk mengalah. Rasanya kepalanya sudah terlalu penuh untuk memikirkan biaya rumah sakit yang Gatra tanggung. Bagi laki-laki itu, nominal sebesar apa pun tidak akan berarti apa-apa kalau demi Aya dan keluarga. Keluarga kamu, keluarga aku juga, begitu katanya. Aya tidak tahu apa jadinya kalau tidak ada Gatra Januar Ragaswara dalam hidupnya.

"Ay... kalau misalnya aku ke Pusdiklat dulu enggak apa-apa? Tadi aku cuma izin setengah hari, soalnya ada—"

"Gat!" Aya terperanjat. Gadis itu benar-benar lupa Gatra sekarang bukan lagi mahasiswa pengangguran pascasidang skripsi. Pacarnya itu sudah berstatus calon diplomat Kemenlu. Sekarang dia tengah menjalani pendidikan atase (diplomat tingkat I) yang seharusnya tidak ditinggalkan demi mengurusi keluarga Aya. "Kamu kenapa— duh, harusnya kamu nggak perlu izin segala. Buruan berangkat, gih!"

Gatra tersenyum dan mencium kening Aya dalam. "I love you, Ay."

Aya balas tersenyum meski hatinya sedang pecah belah. "Love you too."

Gatra menepuk pipi Aya dengan sayang dua kali sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil lagi dan berkendara menuju Pusdiklat Kemenlu. Persis di belakangnya, sebuah sedan hitam melambat dan berhenti di depan gerbang rumah Aya. Kaca mobilnya perlahan turun.

"Asmara! Lama nggak ketemu! Udah gede aja kamu?"

"Om... Rasyid?"

***

PRAJNA berdiri kurang lebih enam tahun lalu, waktu Lala berusia 21 tahun— hampir seumuran Aya sekarang. Membangun start-up clothing brand lokal memang sudah jadi cita-cita Lala sejak lama. Dari bangku kuliah, dia sering menceritakan mimpi-mimpinya pada Laksa. Laksa, yang lahir dari keluarga pebisnis, tidak bisa menahan diri jatuh cinta pada ide-ide brilian itu, juga pada pemiliknya.

Cinta bersemi, bisnis pun bersemi. PRAJNA berdiri digelontori modal dari Laksana Property, perusahaan keluarga Laksa. Lala tidak tahu apa yang membuatnya seberuntung itu. Menduduki kursi founder sekaligus CEO di usia belia, dia jelas butuh bantuan. Hampir seluruh staf PRAJNA disponsori Laksana Property, jadi Lala cuma meminta satu posisi untuk Om Rasyid, adik Ayah yang waktu itu kebetulan sedang menganggur. Om Rasyid lulusan Accounting and Finance Rajabhumi, jadi Lala memercayainya sebagai manajer finansial.

Itu sebabnya Aya segera tahu ada yang salah dengan keuangan PRAJNA begitu Om Rasyid muncul.

"Kamu apa kabar, Mara?"

Aya tersenyum paksa. Betapa gadis itu berharap basa-basi ini disudahi. Duduknya di sofa ruang tamu tidak nyaman. Di atas, Abim dan Tata masih berada di kamar Lala. Pintunya tampak sedikit terbuka dari lantai bawah, membuat Aya bertanya-tanya sedang apa mereka bertiga. Mungkin membicarakannya? Karena semalam dia kabur seperti saudara paling egois dan tidak bertanggung jawab?

"Mara?"

"Baik," sahut Aya cepat. "Om apa kabar?"

"Baik, baik." Om Rasyid ikut melirik ke atas. "Mala? Gimana...?"

Aya tidak tahu bagaimana Om Rasyid bisa tahu Lala sedang tidak baik-baik saja, tapi itu bukan masalah utamanya sekarang. "Kata dokter enggak apa-apa, asal di bawah pengawasan."

Pria di hadapan Aya mengangguk-angguk, seolah mengulur waktu. "Gini... Mara. Ada yang perlu Om sampaikan terkait PRAJNA."

Aya membenarkan postur. "Ya?"

Quarter Love CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang