QLC #23: Krisis Pesta Dansa

1.9K 279 119
                                    

Perayaan adalah bagian dari rasa syukur, begitu kalimat sakral yang turun-temurun di keluarga Ragaswara. Mereka percaya sesuatu yang baik harus dirayakan agar selalu diberi keberkahan. Itu pula sebabnya Gatra harus terjebak menghafalkan daftar tamu pesta kelulusannya.

Beberapa minggu setelah insiden Puncak, jadwal wisuda Gatra akhirnya datang. Gatra bersyukur dirinya dan Aya akhirnya kembali baik-baik saja, makanya gadis itu bisa berdiri di sampingnya tadi pagi untuk sesi foto mengenakan toga.

Usai obrolan mereka di teras rumah sore itu, baik Gatra maupun Aya menepati janji mereka. Menata ulang segalanya dari awal, memperbaiki diri masing-masing, berpegangan erat demi satu sama lain. Tidak ada guncangan yang berarti setelah Juna pergi. Perlahan-lahan, luka di hati Gatra terobati, dan laki-laki itu berharap, sedikit demi sedikit akan mengobati Aya juga. Seperti apa yang Gatra bilang, selama cinta mereka setara, semua akan baik-baik saja.

Tapi tetap saja, mereka butuh hiburan. Momen yang tepat untuk mengubur seluruh memori buruk dan rentetan masalah yang menyertainya. Maka siang itu setelah wisuda, Gatra tidak protes ketika Mami heboh sendiri mengatur pesta untuk malam nanti di taman kediaman Ragaswara.

Resmi jadi sarjana sekaligus calon diplomat, resmi pula Gatra terjun ke kancah politik di samping Papi-nya. Cuma sebagian kecil nama di daftar tamu itu yang Gatra kenali. Sisanya penuh dengan menteri, hakim, jenderal, dan entah siapa lagi yang Papi undang. Kamu butuh koneksi, Januar Ragaswara selalu bilang. Itu yang nggak semua orang punya.

Kalau bicara tentang dirinya sendiri, Gatra bukannya naif dan tidak tahu dia datang dengan privilege gila-gilaan. Tapi laki-laki itu cukup bangga mengakui karirnya saat ini tidak luput dari hasil kerja keras. Gatra mungkin bukan yang paling pintar atau berbakat, tapi dia punya kemauan kuat. Kalau hanya sekadar mengandalkan posisi Papi, belum tentu dia bisa sampai di titik ini, kan?

"Gat."

Gatra menoleh, mendapati Aya berdiri di belakangnya. "Eh, Ay? Udah selesai kelasnya? Kok nggak bilang? Dianter siapa ke sini?"

Aya tersenyum mendengar rentetan pertanyaan itu. Gadis itu menyelusupkan tubuh ke pelukan Gatra. "Sama Abim. Aku capek banget hari ini. Abis wisuda kamu tadi nunggu dosen dua jam tapi ternyata di-reschedule kelasnya."

"Kasian cewek aku." Gatra mengecup puncak kepala Aya. "Udah makan? Mau aku mintain Bibi masak apa?"

"Nggak mau makan," geleng Aya. "Mau pelukan sama kamu aja."

Gatra tertawa. "Tahu nggak, orang-orang bisa syok kalau tahu apa yang kamu omongin ke aku tiap hari?"

Aya ikut tertawa kecil. Dirinya yang super jutek pada semua orang memang selalu berbanding terbalik dengan dirinya di depan Gatra.

Gadis itu melepas pelukannya dan mengelilingkan pandang. Semua orang tampak sibuk menata meja dan kursi di sudut-sudut taman kediaman Ragaswara. Luas lahan hijau itu mungkin setara dengan fakultas mereka di Rajabhumi, kalau mengesampingkan keberadaan danau buatan raksasa yang Januar persembahkan untuk Tatjana sebagai hadiah ulang tahun perak pernikahan mereka.

Aya menatap lampion-lampion emas yang menggantung di udara, ide sentuhan magis lain ala Tatjana Ragaswara. "Pestanya lebih gede dari birthday party kamu kemarin, Gat?"

"Aya...." Gatra cemberut, membuat Aya kembali tertawa.

Pesta ulang tahun Gatra beberapa bulan lalu sudah berjuta kali jadi bahan ledekan gadis itu. Kata Aya, bujangan 22 tahun yang birthday party-nya lebih heboh dari sweet seventeen anak sekolahan cuma Gatra. Laki-laki itu tidak pernah bisa membalas karena Aya tidak pernah merayakan ulang tahunnya. Gadis itu bukan tipe yang merayakan apa-apa dalam hidupnya, kecuali mungkin anniversary mereka. Setiap tahun, Gatra akan mengajak Aya pergi makan malam dan memberinya kejutan romantis. Tapi, tahun ini akan berbeda.

Quarter Love CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang