Zearka tiba di sekolahnya, ia bersyukur karena Aji tak terlihat mendapat kekerasan lagi, bahkan Aji sudah banyak bicara dan tertawa seperti biasanya, namun hingga detik ini ia tidak tahu siapa yang membully Aji, karena Aji enggan untuk bercerita.
Kini pelajaran bahasa Indonesia sedang berlangsung, semua murid tengah mengerjakan tugas masing-masing, sementara Bu Indri tengah sibuk dengan laptopnya di depan sana.
Zearka menoleh pada Shaka yang terlelap di kursinya, akhir-akhir ini Shaka tak pernah mendengarkan penjelasan guru, bahkan nilai Shaka turun hingga Shaka dinasehati oleh wali kelasnya, namun Shaka tak pernah mau mendengar.
Dan tadi malam Zearka mendapat pesan dari wali kelas, bahwa Zearka harus membantu Shaka untuk bangkit dari rasa sedihnya, dan Zearka tidak tahu harus melakukan apa, nengingat dirinyalah sumber kekesalan dan kesedihan yang Shaka rasakan akhir-akhir ini.
"Yang keluar dari grup tuh harusnya Shaka, dia udah jarang gabung sama kita, dia gabung sama Razkal terus," bisik Haikal yang memulai percakapan, dan Zearka tebak percakapan ini tak akan berakhir dengan cepat.
"Gue denger gengnya Razkal yang selama ini Bully Aji entah karena masalah apa, pokoknya mereka sering minta Aji buat beliin ini itu, bahkan Aji sering dipukulin di gudang kalau Aji gak nurut," lanjut Haikal.
"Lo denger dari siapa?" Tanya Zearka.
"Ada aja, gue ada informasi dari orang dalem," sahut Haikal dengan tatapan bangga.
"Kenapa Razkal bully Aji?"
"Aji satu-satunya anak asuh yayasan di sini, sementara Razkal anak donatur tetap di sekolah ini, jadi dia anggap Aji sampah di sini, makanya dia manfaatin Aji buat dia jadiin kacung, soalnya dia tau Aji gak punya backingan."
"Ada bukti kalau Razkal yang bully Aji?"
"Gak ada, cuma omongan dari mulut aja, kebetulan Leon juga pernah liat Aji ngasih rokok ke Razkal, kayaknya Aji abis disuruh beli rokok. Tapi si Aji gak pernah mau cerita, padahal udah dipaksa cerita sama si Leon."
"Lo pernah liat Aji diBully?"
"Gak pernah, tapi gue baru sadar selama ini Aji suka bawain makanan dari kantin, dia bilang disuruh guru, taunya bukan, ternyata disuruh Razkal, soalnya mereka sering makan di atap sekolah."
Zearka mengangguk kecil, ia melanjutkan megerjakan tugas.
"Sampe sekarang Aji masih dibully, setiap pulang sekolah," bisik Haikal yang membuat Zearka kembali menoleh dengan tatapan terkejut.
"Kata siapa?"
"Cuma perkiraan deh, abisnya dia jarang pulang bareng, dia suka bilang ada urusan sama wali kelas, bantuin wali kelas masukin nilai lah, ini lah, itu lah, menurut gue wali kelas gak mungkin ngebabuin Aji kayak gitu."
"Banyak yang tau soal ini?"
"Kayaknya enggak, soalnya Razkal Bully Ajinya gak terlalu kelitan gitu."
"Kabarin gue kalau Aji ada urusan mendadak sama guru lagi, soalnya dia gak pernah mau jawab kalau menyangkut itu."
"Oke, tapi bakso Mang Udin ya?"
"Hm terserah."
"Hehe.."
**
"Shian, liat deh, bagus-bagus banget!" Fayola terlihat semangat menunjukan gaun-gaun indah di ponselnya.
"Malam minggu kita harus party di rumah gue, kebetulan bonyok gue lagi pergi," timpal Vanya yang terus memilih gaun yag akan ia beli.
Namun Shian hanya diam seraya melirik ponsel kedua temannya yang ditunjukan padanya, membuat Fayola dan Vanya saling menatap sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEARKA
Teen Fiction"Jika memang rasa sakitku bisa menyembuhkan lukamu, akan ku sembuhkan setiap waktu. Maaf, karena kehadiranku hidupmu menjadi sekacau ini, Shian." -Zearka