14 || Persiapan

629 169 242
                                    



"Ze.. dasi aku mana?"

"Ze.. sepatu aku kok yang ini?"

"Ze.. aku gak tau naronya di manaaaa? Huahhhh.."

"Zearkaaaa.."

Zearka bolak balik mengambil apa yang Shian inginkan, kemudian tertawa saat melihat Shian yang terlihat kesal dan jengkel saat ini.

"Aku lupa ngabarin kamu, tempat sepatu di belakang pindah ke ruangan deket dapur, jadi kalau mau ganti sepatu di situ aja, tapi mau nyuruh aku juga gak apa-apa, dan ini dasinya, aku lupa naro, taunya ikut sama dasinya Shaka," Zearka menjelaskan sambil menaruh dasi di gantungan belakang pintu.

"Dan asal kamu tahu, hari ini gak pake dasi," lanjut Zearka.

"Oh iya," lirih Shian, ia pun memakai kaus kakinya dan sepatu barunya yang baru dicuci.

Cklek

Zearka dan Shian menoleh saat pintu kamar Shian terbuka, terlihat Shaka yang masih mengenakan bathrobe di tubuhnya, "tunggu, kita pergi pake mobil."

"Gak, lo belum ada sim, naik motor masing-masing aja," tolak Zearka yang membuat Shaka berdecak kecil.

"Niat gue baik biar lo gak kecapean bawa motor, kata bibi Mar lo masih sakit!"

"Ya makasih, tapi gue nolak, dapetin sim dulu baru bawa mobil," sahut Zearka sambil tersenyum kecil, kemudian ia keluar dari kamar Shian.

"Sana ih pake baju!" Usir Shian.

Tiba-tiba Shaka tersenyum penuh arti, "mau liat burung gue gak?"

"ZEAAAAARRRRRRRRR!" Jerit Shian yang membuat Shaka tertawa, Shaka pun kembali ke kamarnya dengan langkah cepat.

"Apaaaa?" Sahut Zearka dari bawah sana.

Shian keluar dari kamarnya setelah meraih tasnya, "Shaka mau pamer burung!"

"Diemin aja, dia gak serius," ucap Zearka yang ada benarnya, dan pagi itu pun mereka sarapan bersama seperti biasanya, seperti tak ada yang pernah terjadi di rumah ini.

Sebenarnya Shaka masih murung, namun Shaka berusaha untuk menikmati hidupnya, mengesampingkan rasa benci dan kesalnya terhadap Zearka, setelah dipikir-pikir memang hanya Shian dan Zearka yang ia punya saat ini, kakek dan neneknya sudah meninggal dunia, dan kebetulan orang tuanya anak tunggal, hingga perusahan ayahnya kini diurus oleh orang kepercayaan keluarganya.

**

Suasana kelas 11 Ipa 1 terdengar rusuh, hal itu karena Shaka dan Haikal yang tengah bermain latto-latto, yang kalah setelah 3 babak harus meneraktir anak sekelas.

"Haikal, Shaka!" Tegur Marva sang ketua kelas, namun keduanya tak ada yang mau mendengar, dan Leon malah mendukung keduanya untuk tetap bertanding, bahkan ada pula yang mengambil video mereka sambil tertawa karena merasa terhibur.

"Berenti atau gue panggil wali kelas!" Tegur Marva lagi, dengan cepat Rendy menepuk-nepuk bahunya.

"Biarin aja, yang lain gak keganggu kok, Shaka lagi asik," ucap Rendy, Marva pun mendengus kecil.

"Kalau keciduk guru yang disalahin gue."

"Santai santai.."

Puk!

"Ahk anj!" Maki Haikal saat latto-latto yang ia mainkan mengenai selangkangannya dengan keras, sontak ia bersujud di lantai sambil memegangi selangkangannya.

Kesakitan Haikal malah mengundang tawa dari teman sekelas, bahkan Shaka hingga berlutut dan memukul-mukul kursi menyaksikan kejadian tersebut.

"Pecah gak, Kal?" Tanya Leon di sela tawaannya.

ZEARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang