22 || Kecurangan

388 80 7
                                    

Jam pulang sudah tiba, Zearka menjemput Shian di kelasnya, namun Shian melewati tubuhnya begitu saja, mengabaikan dirinya seolah dirinya tak ada.

Zearka tersenyum sambil mengikuti langkah Shian, mensejajarkan langkahnya di samping Shian, "marah lagi?"

"Ish gak usah pegang-pegang!" Shian menepis tangan Zearka yang mengusap surainya.

"Yaudah iya.."

"Gak usah ikutin aku!"

"Aku minta maaf—."

"Berisik!"

Zearka terus mengikuti langkah Shian yang melewati parkiran motor, ia memutuskan untuk meninggalkan motornya di sekolah.

"Aku bilang jangan ikutin aku!" Omel Shian yang terdengar jengkel.

"Kalau jalan sendirian nanti digodain abang-abang ojek pengkolan lagi, mau?"

Tak ada sahutan dari Shian, bukannya membuat Zearka takut, Zearka justru merasa gemas dengan tingkah Shian yang sedang marah,

"Tadi aku ninggalin Nanang di laci kelas," ujar Zearka, sontak Shian menghentikan langkah dan menatapnya dengan tajam.

"Tapi aku ambil lagi," lanjut Zearka sambil menunjukan Nanang di tangannya, membuat Shian kembali melangkahkan kaki.

"Nanang bilang sama aku, kalau Shian kecapean nanti Nanang nangis," ujar Zearka lagi dengan suara yang terdengar sendu, namun Shian tetap tak menyahut.

"Kalau Nanang nangis nanti dia gak bisa tumbuh besar, malah menciut."

"Nanang juga pengen dipeluk Shian, tapi Shiannya marah-marah terus."

"Kasian Nanang, kurang kasih sayang dari maminya." Zearka menaruh Nanang di bahu Shian, sontak Shian menepisnya hingga Nanang terjatuh ke aspal.

"Yahhh, Nanangnya pingsan," lirih Zearka dengan raut wajah cemas, ia meraih Nanang dan mengusap kepala Nanang dengan lembut.

Sementara Shian hanya diam dengan tatapan kesal, Zearka pun tertawa sambil mengusap surai Shian sedikit kasar, "jangan marah-marah terus, maafin aku."

"Janji sama aku, jangan mau disuruh-suruh sama Shaka di sekolah!"

"Aku bilang aku yang mau, Shaka gak pernah jahatin aku lagi."

Tatapan Shian berubah menjadi sendu, "aku sayang banget sama kamu, Zear. Aku gak rela liat kamu diperlakuin buruk sama orang-orang, apalagi dijahatin sama Shaka, aku sedih. Kamu tega liat aku sedih terus?"

"Kamu gak perlu berpikiran buruk tentang Shaka—."

"Gimana gak berpikiran buruk? Aku liat kamu babak belur di kamar Shaka! Dia pukulin kamu!"

Bukan Shaka, tapi Razkal. Ingin sekali Zearka mengatakan hal itu, namun ia menahannya, sebab ia tak mau masalah itu semakin besar karena Shian yang ikut campur.

"Aku bikin Shaka marah, emang aku yang salah."

"Ya gak harus mukul juga!"

ZEARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang