12 || Informasi

667 162 87
                                    


Jam menunjukan pukul 10 malam, Zearka menutup pintu kamar Shian setelah Shian benar-benar terlelap, ia hendak menuruni tangga, namun ia mengurungkan niatnya saat mendengar suara gebrakan dari kamar Shaka.

Zearka pun membuka pintu kamar Shaka dengan perlahan, ia melihat Zearka yang tengah mengobrak abrik laci kamarnya.

"Lo nyari apa?" Tanya Zearka.

"Paperbag coklat."

"Isinya apa?"

"Lo liat gak?" Shaka malah balik bertanya, ia terlihat gusar saat ini, ia kesal karena barang yang ia butuhkan tidak ada.

"Enggak."

"Semalem gue bawa pulang, pasti lo liat."

"Semalem lo gak bawa apa-apa," sahut Zearka yang membuat Shaka keluar dari kamar dengan langkah cepat.

Zearka pun menyusul Shaka, melihat Shaka yang tengah berkeliling di sekitar rumahnya, sampai akhirnya Zearka menemukan paperbag coklat itu di garasi rumahnya, tepat di dekat ban motornya.

Shaka mengeluarkan suntikan dari paperbag itu, ia siap mengarahkannya pada tangannya, namun Zearka yang melihat itu menahan tangannya.

"Apa itu?" Tanya Zearka dengan dahi berkerut.

"Lepas, lo gak perlu tau!"

"Itu apa? Lo gak boleh sembarangan pake spuit!"

"Gue bilang lepas!" Bentak Shaka seraya menekan suntikan itu ke kulitnya, namun Zearka terus menahannya.

"Lo apa-apaan? Lo pikir hidup lo bakal tenang kalau lakuin ini?!" Bentak Zearka yang kuali menebak cairan apa yang berada di dalam spuit itu.

"Lo gak perlu ikut campur! Lepas!"

"Jangan sentuh apa pun yang bisa ngerusak hidup lo, Shaka!"

"Ini cuma Heroin! Kata Razkal gak apa-apa pake sedikit, gue cuma butuh tidur nyenyak!" Balas Shaka dengan napas memburu, membuat Zearka terdiam dengan cemas.

Saat Shaka lengah, Zearka menepis tangan Shaka hingga suntikan di tangan Shaka terjatuh.

"Jangan, sesulit apa hidup lo jangan pernah sentuh itu."

"Apa urusan lo?" Shaka mendorong tubuh Zearka dengan keras hingga punggung Zearka menabrak dinding.

"Gue minta maaf karena kehadiran gue bikin lo sehancur ini, Shaka. Tapi tolong jangan bikin semuanya makin hancur, jangan coba-coba buat pake obat terlarang itu," ujar Zearka dengan tatapan cemas, ia benar-benar tak mau Shaka semakin terjerumus ke dalam lubang hitam yang Razkal buat.

"Apa peduli lo? Emangnya lo bisa bikin gue tenang? Mau ada lo di sini atau gak, gue tetap ngerasa gak nyaman!"

"Iya tau, tapi solusinya bukan obat itu, gue bisa anter lo buat ke psikiater-."

"Gue gak gila!" Shaka menyela ucapan Zearka, Shaka terlihat begitu marah hingga keringat dingin terus bercucuran dari dahinya.

"Psikiater bukan buat orang gila aja, mereka bisa bantu lo buat tenang! Jangan asal pakai obat, gue mohon sama lo Shaka, jangan bikin gue makin merasa bersalah sama lo!" Zearka terlihat begitu memohon.

Shaka pun hendak kembali mengambil suntikan itu, namun Zearka mendorongnya untuk menjauh dari suntikan itu.

"Jangan, gue mohon jangan ngerusak hidup lo!"

Shaka pun terdiam dengan napas terengah, tatapannya terlihat dingin, ia benar-benar butuh obat itu agar ia bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan apa pun.

"Hidup lo bakal makin ancur kalau pakai obat itu."

ZEARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang