Zearka sudah rapi dengan seragam sekolahnya, ia pun membuka pintu kamar Shian berniat untuk membangunkan Shian, namun ia terdiam ketika melihat Shian yang terlelap sambil memeluk sebuah album foto, mata Shian terlihat sembab, sepertinya Shian habis menangis tadi malam.Zearka menghela napas lirih, dadanya terasa sesak setiap kali melihat Shian dalam kondisi seperti ini, ia pun menarik album foto itu secara perlahan, membuat Shian terbangun dan mengeratkan pelukannya.
"Jangan.." lirih Shian dengan suara purau.
"Udah jam 6, gak sekolah?"
Shian pun mengubah posisinya menjadi duduk, "kalau gak sekolah nanti aku sama siapa di rumah?"
"Kalau kamu gak sekolah, aku juga gak sekolah," sahut Zearka.
Shian menggeleng kecil, "aku harus sekolah," ucapnya, kemudian ia menaruh album foto itu di atas kasur, lalu memasuki toilet di kamarnya.
Zearka duduk di tepi ranjang, membuka album foto tersebut, ternyata berisi foto-foto Shian dan keluarganya, sepertinya Shian baru saja mencetak foto-foto tersebut.
Shian pasti merindukan orang tua dan adiknya hingga Shian memutuskan untuk mencetak semua foto itu untuk ia taruh di album foto, Shian bahkan menaruh fotonya bersama Zearka di lemabaran paling terakhir, seolah sampai kapan pun Shian tak akan pernah melupakan Zearka yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
"Zear.. Shamponya abis!"
"Di dalem lemari yang di bawah wastafel," sahut Zearka, mengingat ia yang menaruh di sana.
"Bukan yang ini!"
"Ada, cari dulu."
"Iya adaaa, hehe.."
"Shaka belum pulang, kamu tau dia di mana?"
"Gak tau, aku udah chat tapi gak dibales," sahut Shian, kemudian Zearka menaruh album foto itu di tempat semula, lalu keluar dari kamar Shian.
Kebetulan Shaka baru saja tiba di rumah, Shaka nampak berjalan dengan langkah gontai, lagi-lagi Shaka mabuk dan mengabaikan Zearka yang berdiri di depan kamar Shian.
"Lo gak sekolah, Shaka?" Tanya Zearka.
"Hm.."
Shaka benar-benar semakin kacau, Shaka tak akan mau mendengarkan ucapan siapa pun, mengingat selama ini hanya ibunya (Diana) yang mampu menenangkan Shaka atau membuat Shaka mau melakukan suatu hal.
Zearka menggeleng kecil, ia pun menuruni tangga dan menghampiri Bibi Mar di dapur.
"Biar Zear aja bi."
Bibi Mar pun menoleh, ia menatap Zearka dengan tatapan cemas, "mulai besok kamu istirahat aja, biar bibi yang lakuin pekerjaan ibumu di sini."
"Kan Shian pernah bilang, Zear gantiin pekerjaan ibu di sini."
"Iya tau, tapi kamu sampai gak ada berentinya, kamu pasti cape, mulai besok pokoknya bibi yang kerjain pekerjaan ibu kamu, atau nanti kita bagi pekerjaan aja, jangan semua kamu yang pegang."
"Gak apa-apa bi, bibi kan udah pegang kerjaan bibi."
"Kerjaan bibi gak seberat kamu, kamu harus fokus sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEARKA
Teen Fiction"Jika memang rasa sakitku bisa menyembuhkan lukamu, akan ku sembuhkan setiap waktu. Maaf, karena kehadiranku hidupmu menjadi sekacau ini, Shian." -Zearka