Zearka tiba di rumah pukul 11 malam, ia membuka pintu kamar Shian, dan Shian sudah terlelap di sana, kemudian ia beralih membuka pintu kamar Shaka dengan perlahan.Zearka tak menemukan Shaka di sana, namun ia melihat pintu balkon yang terbuka, ia pun memberanikan diri untuk masuk lebih dalam.
Ia menghampiri Shaka yang tengah duduk di pojokan Balkon sambil merokok, ia juga melihat dua botol bir yang sudah kosong di sana.
"Kenapa lo masih bisa senyum, Zear? Kenapa mental lo sekuat itu? Gimana lagi cara gue buat balas dendam atas kematian orang-orang terdekat gue?" Tanya Shaka dengan suara purau.
"Jangan berhenti buat lakuin itu, kalau emang itu bisa bikin lo puas, atau kita bikin perjanjian, lo bisa bunuh gue setelah Shian menikah sama laki-laki yang bisa jagain dia dalam seumur hidupnya," sahut Zearka yang membuat Shaka menoleh untuk menatapnya.
"Kenapa lo gak ngebunuh diri lo sendiri aja?" Balas Shaka yang membuat Zearka menghela napas lirih.
"Okay, gue bakal bunuh diri setelah Shian menikah, seenggaknya gue pergi setelah dia dapetin pendamping hidup, biar gue gak khawatir lagi," sahut Zearka yang terlihat pasrah, namun hal itu tak membuat Shaka senang, justru Shaka kesal dan melempar botol kosong hingga mengenai kepala Zearka dan akhirnya pecah di atas lantai.
"Gue benci semua yang ada di diri lo Zear! Pergi!" Teriak Shaka, Zearka yang tak mau memperbesar masalah pun memilih untuk pergi dari sana, meninggalkan Shaka yang melempar botol itu ke sembarang arah.
Zear berpapasan dengan Shian yang berdiri di ambang pintu dengan raut wajah kantuk.
"Kenapa Shaka teriak-teriak?" Tanya Shian dengan suara seraknya, khas orang mengantuk, namun ia harus bertanya karena takut terjadi sesatu pada Shaka.
"Shaka baik-baik aja, kamu tidur lagi."
"Temenin, aku mimpi dimakan kodok," sahut Shian seraya kembali memasuki kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Zearka menghela napas lirih, ia pun menemani Shian tidur di sana, duduk di sofa sambil memikirkan banyak hal, kemudian kembali ke kamarnya.
Namun hingga pagi menjelang, Zearka tak kunjung terlelap saking takutnya ia menghadapi hari esok.
**
Krieettt...
"Shaka.." panggil Shian setelah membuka pintu kamar Shaka, ia tersenyum saat melihat Shaka yang baru saja keluar dari toilet dengan bathrobe di tubuhnya.
"Apa?"
Shian pun mendekat, kemudian ia menunjukan tasnya yang terlihat baru, tas bergambar anak bebek berwarna kuning, membuat Shaka tak habis pikir.
"Lo bukan anak tk yang pakai tas bebek, Shian."
"Gak apa-apa, lucu kan?" Shian terlihat memamerkan tas bebeknya, membuat Shaka terpaksa mengangguk.
"Peluk," pinta Shian seraya merentangkan kedua tangannya, dan Shaka pun memeluknya sambil mengusap surainya dengan lembut.
Shaka memejamkan matanya sambil mengeratkan pelukannya, kebahagiaan Shian adalah salah satu alasan kenapa hingga detik ini Shaka menahan diri untuk tidak menunjukan video itu pada Shian, karena ia tahu Shian akan bersedih lagi jika hidup tanpa Zearka.
"Shaka.. lepas!" Shian meronta, Shaka pun melepaskan pelukannya.
"Hati-hati di jalan, kayaknya gue bakal telat."
"Cepet-cepet makanya! Gue duluan yaaa.."
"Iya.."
Shian berjalan cepat menghampiri Shaka yang sudah menunggunya di luar, kemudian ia memakai helm dan naik ke motor Zearka, memeluk Zearka seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEARKA
Teen Fiction"Jika memang rasa sakitku bisa menyembuhkan lukamu, akan ku sembuhkan setiap waktu. Maaf, karena kehadiranku hidupmu menjadi sekacau ini, Shian." -Zearka