- prolog -

1.4K 171 4
                                    

Tidak ada satu pun anak yang ingin keluarga mereka berantakan.  Ketidakharmonisan orangtua yang dipicu oleh pertengkaran setiap saat pastilah menjadi kesedihan bagi seorang anak. Apalagi jika pertengkaran itu berujung dengan kata "cerai" sebagai tanda perpisahan.

Jika perceraian menjadi solusi, siapa yang jadi korban disini?

Tentu saja korbannya adalah si anak, bukan?

Hwang Hyunjin dan Hwang Sam adalah dua orang anak yang tidak beruntung karena berada di posisi dimana orang-orang bisa menyebut mereka sebagai "anak broken home". Orangtua mereka selalu bertengkar setiap hari. Entah apa yang diperdebatkan, mereka tidak tahu.

Hyunjin kecil selalu menangis setiap kali orangtua mereka bertengkar. Dan Sam selalu ada di sisi Hyunjin untuk memeluk dan menenangkan adik kembarnya tersebut.

"Tidak apa-apa, Hyunnie. Mereka akan baik-baik saja besok."

Kata itu yang selalu diucapkan oleh Sam pada Hyunjin. Memang benar, besok pagi orangtua mereka akan terlihat baik-baik saja seolah tidak pernah terjadi pertengkaran di malam sebelumnya. Entah hanya berpura-pura di depan putra mereka atau menunda pertengkaran untuk malam berikutnya, Sam pun tidak tahu.

Sam hanya berpikir sampai kapan ini akan berlanjut. Dia tidak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya nanti, dia tidak peduli itu. Yang ada dipikirannya sekarang hanya Hyunjin. Ya, adik kembarnya yang sedikit rapuh dibanding dirinya. Apakah Hyunjin akan kuat menahan semuanya? Sam tidak ingin Hyunjin terluka karena ia begitu menyayanginya. Sam hanya berharap semoga kedepannya keluarga mereka akan baik-baik saja.

Tapi nyatanya itu hanya akan menjadi kata semoga saat ungkapan yang sama sekali tak ingin Sam dengar malah keluar dari mulut sang ayah.

"Kita bercerai."

Tidak, bukan ini yang Sam mau. Bocah berumur sepuluh tahun itu menatap wajah adik kembar yang terlelap dalam pangkuannya dengan pandangan sendu. Apakah ini akhirnya?

"Biar Sam ikut denganku."

"Dan Hyunjin hidup denganmu."

Sayup-sayup Sam mendengar lewat celah pintu ujaran tegas yang menandakan bulatnya keputusan sang ayah. Manik sipitnya berair diikuti kedua tangan kecilnya yang mencoba mendekap sang adik yang masih terlelap di pangkuannya.

"Aku tidak ingin kita berpisah," lirih bocah itu.

"Hyung...."

Gumaman Sam sepertinya membangunkan Hyunjin, karena kini sang adik sudah menatapnya dengan raut bingung yang kentara di wajahnya. "Apa kau menangis?"

Tanpa menjawab pertanyaan Hyunjin, Sam semakin mengeratkan pelukan mereka. "Kita akan bersama selamanya," lirihnya lagi.

Masih dalam keadaan bingung, Hyunjin menganggukkan kepala seraya membalas pelukan sang kakak.

Itu adalah janji. Sebuah janji yang diucapkan seorang kakak yang tidak ingin berpisah dengan adiknya.

Namun sayang, janji itu hancur keesokan harinya.

Ketika Hyunjin membuka mata di pagi hari, ia tidak mendapati Sam di sampingnya. Bahkan ketika ia mencari ke seluruh ruangan di rumah mereka seraya memanggil nama sang Kakak, tidak ada sahutan dari kakak kembarnya tersebut.

Rupanya Sam telah dibawa pergi oleh sang ayah, meninggalkan Hyunjin yang kini menangis dan meraung-raung meminta Sam untuk kembali.

Hyunjin mungkin tidak tahu, bahwa Sam tidak pernah ingin pergi meninggalkannya. Sam menangis dan memohon pada sang Ayah agar tidak memisahkan ia dan saudaranya.

Tapi apalah daya, keegoisan orangtua mereka menang hingga dua bersaudara itu terpisah untuk waktu yang lama.

Atau mungkin selamanya?

Janji yang Sam buat malam itu tidak bisa ia tepati.

Atau lebih tepatnya, doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan, lagi dan lagi.

.
.
.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FOUND YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang