- sembilan -

499 101 11
                                    

Angin berhembus masuk melalui celah jendela ruang kelas fakultas bisnis Mixtape university yang terbuka. Sapuannya membelai rambut Sam yang kini tengah meletakkan kepalanya di atas meja dengan mata terpejam.

"Hey, tuan muda. Cepat bangun dan kerjakan ini."

Sebuah suara sedikit mengusik buaian mimpi Sam. Tepukan sesuatu di kepalanya membuat sang empu mengerang kesal hingga akhirnya kelopak mata itu pun terbuka dengan malas.

Matanya langsung disuguhi oleh Mark yang berdiri di dekat mejanya dengan sebuah buku di tangan pria itu.

"Selamat pagi, pangeran tidur," ejek Mark yang langsung dihadiahi tatapan malas oleh temannya. "Sudahi mimpimu dan kerjakan ini." Mark melambaikan buku di depan wajah Sam sebelum melemparnya pelan hingga mengenai wajah Sam yang merengut.

"Skip. Aku tidak bisa mengerjakannya. Otakku sedang membeku di sini," sahut Sam yang kembali menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

Karena Dosen berhalangan hadir hari ini, jadilah para mahasiswa fakultas bisnis harus mengerjakan tugas yang dikirim Dosen beberapa waktu lalu.

Di saat semua orang di kelas itu berkutat dengan buku dan laptop mereka, Sam malah asyik berselancar di alam mimpinya.

"Tuhan, semoga kau kabulkan ucapan teman biadabku ini." Mark berpose seolah ia sedang berdoa. "Bersiap-siaplah, Sam. Kepalamu akan membeku setelah ini. Doa anak yatim kan tidak akan tertolak."

Sam menatap Mark yang kini tersenyum bangga dengan jengah. Tangannya lantas menyambar buku yang tergeletak di atas meja. "Kau punya ayah, bodoh," hardiknya kesal.

Mark mengangkat bahu tidak peduli. "Siapa juga yang mau punya ayah seperti orang itu."

Sam hanya mengangguk malas menanggapi ucapan pria berdarah asli Kanada tersebut.

Sebenci-bencinya Sam pada ayahnya takkan mengalahkan tahta tertinggi Mark yang amat sangat membenci pria yang sudah membesarkannya hingga seperti ini. Namun terkadang Sam dibuat kagum dengan keberanian Mark dalam menggertak ayahnya dan tanpa rasa takut memberikan penolakan atas sesuatu yang dipaksakan padanya.

Yah, Mark berakhir di bidang yang tidak disukainya ini masih menjadi misteri. Mungkin karena tidak ada pilihan lain? Tidak ada yang tahu. Terkadang menjadi anak tunggal itu tidak enak.

Sam segera menyalin semua jawaban dari buku Mark ke catatan miliknya. Ini yang menjadi salah satu alasan Sam betah berteman dengan Mark. Pria itu tipe yang peka apalagi soal contekan seperti ini.

"Aku tidak percaya kau pintar juga dalam menjawab soal ini," ucap Sam yang masih fokus menulis.

"Aku? Menjawab soal ini? Yang benar saja. Aku memintanya dari pria yang di sana. Siapa namanya ya, aku lupa." Mark menunjuk salah satu pemuda yang kini nampak melirik takut-takut ke arah Mark.

Sam hanya ber-oh ria tanpa sedikit pun mengalihkan fokusnya dari kegiatan yang dilakukan pria itu.

"Hei, Sam."

Sam berdehem menyahuti panggilan kecil Mark padanya.

Hanya tinggal beberapa kata lagi hingga Sam akhirnya selesai menyalin contekan yang diberikan Mark padanya.

"Hei, kau! Tangkap ini!" Sam berseru ketika ia melemparkan buku Mark dan miliknya ke arah seseorang yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan tugas mereka hari ini.

Setelah memastikan buku itu berpindah tangan, Sam lantas beralih pada Mark. "Kau mau bicara apa tadi?"

"Apa kau masih diawasi?" tanya Mark ingin tahu.

"Memangnya kenapa?"

"Sampai kapan?"

Sam terdiam sejenak. "Entahlah. Mungkin selamanya."

FOUND YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang