- sebelas -

521 104 8
                                    

Taman kota selalu menjadi akses paling diminati oleh siapapun. Bukan hanya keasrian, terkadang orang-orang menjadikannya sebagai objek penenang. Ditengah hiruk pikuk padatnya ibu kota, pasti tamanlah yang menjadi tujuan penggubah suasana jiwa. Entah bertukar cerita atau sekedar melepas penat belaka.

Keheningan masih menyelimuti Hyunjin dan Sam disana untuk waktu yang cukup lama. Kedua anak Adam itu nampak terhanyut dengan pikiran masing-masing sembari memandangi indahnya riak air danau yang tersapu angin.

Suara teriakan anak-anak yang berlarian tak jauh di sana mengisi keheningan kedua anak kembar itu sehingga akhirnya suara Hyunjin lah yang memecah keheningan di antara mereka.

"Kau mau bertukar tempat denganku?"

Sam tentu saja terkejut dengan pertanyaan Hyunjin yang tiba-tiba.

Bertukar tempat?

Apakah adiknya ini sudah gila?

"Kau bercanda? Mana mungkin kita bertukar tempat. Kau ini yang benar saja." Sam mendengus seraya menggelengkan kepala.

"Kenapa? Kau bilang tadi kau merindukan ibu, kan? Ini satu-satunya cara untukmu bertemu ibu," ucap Hyunjin menjelaskan. "Setidaknya untuk sekarang."

Sam mendengar lirihan Hyunjin di akhir kalimatnya. Apa yang diucapkan Hyunjin memang tidak salah. Sam sangat merindukan ibunya. Bohong jika mengatakan bahwa ia tidak ingin berjumpa dengan sang ibu. Tapi dengan cara bertukar tempat dengan Hyunjin? Entahlah, Sam hanya merasa itu tidak mungkin. Lagi pula, ia tidak mau Ayahnya memperlakukan Hyunjin sebagaimana dia memperlakukan Sam.

Hyunjin tidak pantas menerimanya.

"Tidak, Hyunie. Mana mungkin aku membiarkanmu berada disini." Penolakan Sam tidak membuat Hyunjin gentar pada apa yang direncakannya.

"Kenapa tidak? Kita kembar. Aku yakin tidak akan ada yang tahu hal ini, termasuk ayah."

Sam menghela napas melihat kegigihan adiknya. Tatapan Hyunjin yang penuh tekad membuat Sam mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Bukan itu masalahnya. Aku tidak mau Ayah menjadikanmu bidak dalam permainan apa pun yang ia mainkan. Cukup aku saja. Aku tidak mau kau merasakannya juga," gumamnya lirih.

"Aku tahu kau bohong ketika mengatakan bahwa Ayah memperlakukanmu dengan baik," ucap Hyunjin. Melihat Sam yang terdiam, ia melanjutkan. "Tapi aku yakin, seburuk apapun sifatnya, Ayah tidak akan menyakitiku. Tidak secara fisik. Jadi ayo, Sam, bertukar lah denganku."

Helaan napas kembali terdengar. Sam menoleh dan menatap Hyunjin dengan lelah. "Kenapa kau sangat keras kepala?"

"Aku mewarisinya darimu."

Sam berdecak, sedangkan Hyunjin tersenyum polos.

"Jadi bagaimana? Mau, ya?" pinta Hyunjin untuk kesekian kalinya. "Lagi pula, kau berhak bertemu dengan Ibu." Jeda sesaat. Tatapan Hyunjin beralih pada sepatunya ketika ia kembali berkata dengan pelan. "Meski aku masih marah pada Ayah karena memisahkan kita, aku sedikit merindukannya."

Sam menatap Hyunjin yang kini menundukkan kepala. Lama ia terdiam hingga akhirnya tangannya terangkat untuk mengelus kepala berhelai hitam adiknya.

Ketika Sam membuka mulut untuk mengatakan sesuatu pada Hyunjin, dering ponselnya terdengar hingga Sam harus menelan kembali kalimat yang ingin ia sampaikan.

Merogoh saku untuk meraih ponsel yang terus berdering, Sam mendapati nama ajudannya berkedip manja di layar persegi panjang tersebut.

Pertemuannya dengan Hyunjin yang tiba-tiba membuat Sam lupa bahwa ia datang ke tempat ini bersama dengan Chris. Sam bisa membayangkan Chris yang kebingungan karena tidak mendapati keberadaannya di tempat pria itu meninggalnya.

FOUND YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang