Tentang Hyunjin yang berusaha menemukan saudara kembarnya kembali dan tentang Sam yang menemukan rumahnya lagi.
"Rumah? Bahkan tembok keras ini tidak layak disebut rumah." - H.Sam
"Aku tidak pernah berhenti berharap keluarga kita bisa utuh kembali...
Suara tamparan menggema di kediaman megah milik keluarga Hwang. Sam memegangi sebelah pipinya yang berdenyut nyeri akibat tamparan keras yang dilayangkan oleh Direktur utama Hwang Corporation padanya beberapa saat yang lalu.
"Sampai kapan kau akan berkelakuan buruk seperti ini, Hwang Samuel?! Balapan liar, berkelahi. Kau taruh dimana marga Hwang-mu!"
Sam tak menggubris sama sekali ucapan pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayah kandungnya sendiri. Sesekali ia seka sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya akibat perkelahian tak wajar yang ia lakukan hari ini.
Ya, hanya karena kalah taruhan.
"Kenapa kau menjadi seperti ini, Sam? Aku tidak pernah mendidikmu menjadi pria bajingan seperti ini," hardiknya lagi.
Sam menghela napas gusar. Sesekali memutar kedua bola matanya malas menanggapi ocehan tak penting sang ayah.
"Siapa yang mengajarimu menjadi anak nakal seperti ini, huh?!" Amarah Tuan Hwang memuncak saat melihat respon sang anak yang malah tampak bosan mendengar setiap perkataannya. "Jawab aku, Hwang Samuel!"
"Sudah ceramahnya?" Sam akhirnya angkat bicara. Namun balasan itu tampaknya membuat Tuan Hwang semakin geram pada putranya tersebut. Hal itu terbukti dengan urat-urat kasar yang tercetak di wajah tegas pria paruh baya itu.
Alih-alih takut, Sam malah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Tidak terintimidasi sama sekali terlepas dengan siapa dia berbicara.
"Kalau sudah, biarkan aku ke kamar. Aku lelah." Sam mulai berjalan meninggalkan sang ayah yang tampak semakin geram dengan tingkahnya.
"HWANG SAMUEL!" Teriakan Tuan Hwang menggema ke seluruh mansion yang luas.
Sam hanya kembali memutar matanya malas. "Apa lagi? Sudahkan? Jika belum, cepat sampaikan. Aku lelah dan ingin tidur," ketusnya. Pemuda berambut biru itu lalu duduk di anak tangga pertama sembari menangkup sebelah wajahnya dengan tangan kiri.
"Kau-...." Tangan sang ayah terangkat ke udara. Mungkin bersiap untuk menampar kembali pipi putih yang penuh lebam milik putranya.
"Hoo, kenapa diam? Tidak berani menamparku lagi? Ayo tampar, aku siap." Sam menepuk pelan pipi kirinya; memberi isyarat pada sang ayah dengan pandangan sengit.
Tangan Tuan Hwang yang terangkat perlahan mengepal kuat namun tak pernah sampai pada pipi anaknya. "Pergi ke kamarmu," ucap Tuan Hwang pada akhirnya.
Sam berdiri mendengar titah sang Ayah. "Kenapa tidak dari tadi? Menyebalkan."
Gerutuan Sam masih dapat didengar oleh Ayahnya.
Direktur utama salah satu pemilik saham terbesar di Amerika Serikat itu mengusap wajahnya kasar. Pria paruh baya itu bingung dengan perubahan drastis perilaku sang anak yang semakin hari malah semakin meresahkan.
Apa yang salah darinya? Dia merasa tidak pernah salah dalam mendidik. Tapi kenapa Sam semakin menentangnya?
"Ini tidak bisa dibiarkan."
Tuan Hwang meraih benda pipih di dalam sakunya dan menghubungi salah satu kontak di sana.
"Utus seseorang untuk mengikuti Sam kemanapun dia pergi, tanpa terkecuali."
Telepon dimatikan sepihak oleh Tuan Hwang tanpa menunggu sahutan dari sang lawan bicaranya di ujung sana. Matanya kini terpaku pada lantai atas tempat kamar anaknya berada.
"Tidak ada cara lain, ini untuk kebaikan keluarga kita dan nama baik perusahaan. Mau tidak mau, kau harus menurutiku, Hwang Samuel."
***
"Ck, sialan."
Sam menendang ujung meja yang ada di dalam kamarnya dengan keras sebelum merebahkan tubuhnya yang entah mengapa terasa remuk ke atas kasur empuk miliknya.
Pandangannya menatap lurus kearah langit-langit kamar yang tidak ada penerangan lain di sana selain cahaya bulan yang memang tengah purnama. Matanya menatap nanar langit-langit kamar itu.
"Kosong," gumamnya pelan. "Padahal dia sudah berulang kali memarahiku." Sam menutupi separuh wajahnya dengan lengan kiri. "Tapi bukan itu yang aku mau."
Dari dulu atau tepatnya semenjak dia ikut dengan sang ayah, Sam sudah tidak tau apa itu perhatian. Yang ia tau hanya uang, uang, dan uang. Ia hidup dengan dilimpahi uang setiap harinya. Namun tidak dengan kasih sayang.
Oleh karenanya, dengan menjadi seperti ini mungkin akan menarik sedikit perhatian sang ayah untuk meliriknya. Kalian boleh tertawa dengan alasan Sam ini, tapi ketahuilah Sam juga seorang anak. Ia butuh perhatian lebih ditengah usianya yang memang haus akan kasih sayang.
Sam pikir caranya ini berhasil, namun ternyata sebaliknya. Ia kini dicap bajingan oleh ayah kandungnya sendiri dengan amarah yang sama sekali bukan emosi seperti itu yang Sam harapkan.
"Kenapa aku tidak hidup dengan ibu saja?"
Sam membuka laci di sebelah tempat tidurnya untuk meraih sebuah frame yang coba ia sembunyikan dari jangkauan sang ayah.
"Aku rindu ibu."
Sam mengusap kaca frame dimana terdapat sebuah foto keluarga kecilnya sepuluh tahun yang lalu.
"Juga Hyunjin."
drrtt
Getaran ponsel di sakunya membuat Sam kembali menaruh foto itu di tempat semula.
Tangannya lalu menarik keluar ponselnya dan mendapati panggilan yang masuk. Dengan malas, Sam menjawab panggilan tersebut.
"Hm, ada apa?"
"..."
"Besok sekali?"
"...."
"Baiklah. Aku pasti menang, kau tenang saja."
Sam menutup sepihak panggilan tersebut. Matanya kembali menatap kosong langit-langit kamarnya.
"Balapan lagi ya?"
Sam menghela napas sejenak sebelum menyambar kunci mobilnya dan berjalan pelan keluar kamar.
Dengan sedikit mengendap, ia lihat sekeliling ruang tengah tempatnya terkena amarah tadi dengan teliti. Tidak ada atensi sang ayah sejauh matanya memandang menandakan bahwa beliau mungkin tengah berada di ruangannya.
Sebenarnya Sam tidak terlalu peduli dengan hal itu. Perlakuan sang ayah sudah menghilangkan respect dalam dirinya selama ini. Tapi, demi kesejahteraan jiwa Sam mau tak mau ia harus melakukannya daripada terpenjara lama di penjara mewah ini.
Ya, berjalan pelan layaknya maling di rumah sendiri.
Sam melajukan mobilnya kencang membelah jalanan kota malam ini. Dia tak memiliki arah, yang pasti Sam hanya ingin menenangkan dirinya. Setidaknya mengembalikan amunisi untuknya balapan lagi esok hari.
Sam tidak pernah tau bahwa di belakangnya terdapat sebuah sedan yang akan mengikutinya mulai sekarang.
"Aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi, Hwang Sam."
〃゚Found You゚〃 To be continued
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.