Sosok cantik itu buru-buru menuruni tangga, membuka pintu rumahnya yang terus-terusan diketuk dari luar. Sudah sekitar tiga bulan yang lalu dia ditinggalkan di rumah sendiri. Menjalani hidup dengan membuka sebuah toko roti. Walaupun begitu dari wajahnya sama sekali tidak kesusahan justru tersirat bahagia.
"Bundaaa...?"
Melihat anaknya yang datang pagi-pagi buta begini membuatnya tampak shock juga tidak bisa menyembunyikannya keterkejutannya sendiri. Memeluk Jaemin erat lantas menyadari bahwa buah hatinya tidaklah baik-baik saja. Tergambar dari mata bengkak juga bekas lelehan air matanya.
Jaemin menceritakan semuanya. Bersama coklat panas buatan Bunda, dia meringkuk dalam pelukannya. Seperti biasanya Bundanya akan diam dan mendengarkan dengan seksama. Baru setelah dirasanya Jaemin sedikit lega, dia memberikan komentarnya.
"Kamu tidak harusnya melakukan itu Jaemin?" Reaksi dingin yang tidak dia pikirkan keluar dari mulut bundanya. Membuat Jaemin seketika melepaskan diri dari pelukannya dan menatap bundanya kesal.
"Bunda, dia mau nikah lagi. Anak mana yang gak kesel ngelihat ayahnya yang nebar benih teruuuss...??"
Oke, ungkapan Jaemin sudah tidak ada sopan-sopan hingga membuat pandangan bundanya berubah. Paling tidak dia masih memanggilnya ayah.
"Menikah atau tidak, itu urusan orang dewasa. Kamu tak punya hak untuk mencampuri dan melarang-larangnya?"
"Bun...?"
"Dan apa tadi, mengancam ayahmu dengan hubungan terlarang dengan Jisung? Apa dikira Bunda akan merestui kalian?"
"Aduh bundaaa sakiittt?" Serunya merasakan cubitan maut di lengannya. Jika seperti ini, Jaemin tahu kalau Bundanya benar-benar marah. "Jaemin gak serius ngomong gitu Bun, itu Jaemin cuma pengen gertak Ayah?"
"Apa Bunda pernah mengajarimu bertindak begitu? Bertindak tidak sopan ke orang dewasa? Mengancam lalu mengonfrotasi?"
Gawatt... gawatt... gawaattt...
"Tapi Bunda, Jisung...-
"Jisung adalah tugas ayahmu, jangan menambah beban ayahmu Jung Jaemin." Sengaja Jungwoo menekankan nama anaknya serta marganya.
"Ahh... Bunda gak ngertii sihh...?"
"Segeralah telepon ayahmu dan minta maaflah."
"No Bun, No!" Jaemin berseru keras, dari situ tatapan Bundanya semakin menajam menghakimi. Aishh, mengapa jadi seperti ini. Niat Jaemin pulang ke rumahnya adalah untuk mendapatkan dukungan Bundanya, bukan malah cercaan seperti ini. "Percuma, ayah sedang bersenang-senang di apartemen pacar barunya." Sambungnya.
"Dan kamu sedang melarikan diri kesini?"
Sial, mengapa Bundanya peka sekali. Jaemin tidak tahu saja bahkan Bundanya lebih peka dan mengerti dibanding dirinya sendiri.
"Baiklah, - Bundanya berkata lantas berdiri. " Jangan bicara sama Bunda sebelum minta maaf ke ayahmu."
"Bundaaaaa...?" Jaemin berseru panik begitu Bunda berdiri dan meninggalkannya begitu saja.
Astaga, mengapa semuanya menjadi runyam begini? Jaemin tak mengerti mengapa Bundanya jadi semarah ini. Bukankah harusnya Bunda memeluknya, menenangkannya atau justru ikut melabrak Si Winwin itu?
Satu hal yang pasti ada yang tidak ia mengerti tentang semua ini. Di menjelang pagi, Jaemin sama sekali tak bisa tidur walaupun dia sudah meminum susu. Ada banyak notification di handphonenya yang sengaja ia biarkan. Hingga satu keputusan pasti, dia harus bicara dengan bundanya.
Dibukanya pintu kamar bernuansa coklat itu pelan-pelan. Melihat sosok Bundanya yang sama-sama merenung memikirkan hal yang sama.
"Mau tidur sama Bunda?" Tawarnya membuat secepat itu Jaemin mengangguk. Bunda segera menggeser tempat tidurnya untuk ditempati anak kesayangannya itu.
YOU ARE READING
Not A Cinderella Story (MARKMIN-NOMIN-SUNGJAEM) REPUBLISH
FanfictionJaemin terpaksa hidup diantara ketiga saudara tirinya. Mark si penindas bak dementor Jeno si dingin yang kalau ngomong mbayar atau Jisung yang suka ndusel-ndusel alus...